Saat melihatnya dari kejauhan
Aku selalu bertanya dalam hati
Tidakkah dia merasa kesepian?
Â
Seorang diri membelah lautan hitam pekat yang coba ia ramaikan dengan petromaksnya
Laut di malam hari yang menciutkan nyali siapapun yang membayangkannya
Laut yang membuatmu rikuh dengan suara detak jantungmu sendiri karena sunyi senyapnya
Laut yang membuatmu awas dan waspada dengan tarian gelombangnya
Â
Apa yang ia pikirkan selagi menebar jala di tengah sana? Apa yang ia rasakan?
Takutkah? Bersemangat? Sedih? Atau malah gembira?
Aku tak bisa mengatakannya dari raut wajahnya
Tak terlihat sebersit emosi yang bisa aku baca dengan jelas
Â
Alih-alih bertanya padanya, aku bertanya pada diriku sendiri
Takutkah aku? Adakah semangatku? Tenggelamkah aku dalam kesedihan?
Sedangkan dia yang selalu aku kagumi sama sekali tak menunjukkan kesemuanya
Hanya buncahan emosi tak jelas yang bergemuruh saat ini
Â
Apa yang ia lakukan saat semua orang tak ada lagi yang menggantungkan diri di laut?
Apa yang ia lakukan di kesendiriannya?
Apa yang ia harapkan dari ikan-ikan kecil yang tak seberapa harganya?
Ingin rasanya aku menepuk bahunya untuk menyatakan ‘aku turut merasakannya’
Â
Tapi aku tak benar-benar merasakannya, maka aku urungkan niatku
Ingin rasanya aku menampar masa laluku
Aku hanya berdiri menatapnya dari kejauhan hingga ia mendekat ke tepian
Dan membiarkan cemoohan terhadapnya jadi makanan telingaku sehari-hari
Tanpa diriku bergeming, sekedar menatap sinis pun tidak
Â
Dan sekarang ketika aku merasakan sedikit perasaannya selama ini
Aku tak tahu harus menyapanya bagaimana
Maafkan aku yang tak tahu cara berdiri untukmu
Biarkan aku tenggelam bersama kesendirianmu, agar kau tahu kau tidak sendiri
Agar yang tidak kau tahu, menua bersamamu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI