Islam Mengatasi Karut Marut Permasalahan Guru
Oleh. Rochma Ummu Satirah
Peringatan Hari Guru 2024 baru saja diselenggarakan pada 28 November 2024. Pada peringatan kali ini, tema yang diangkat adalah Guru Hebat, Indonesia Kuat. Tentu saja, tema ini mengandung banyak makna terutama keberadaan dari peran guru sebagai ujung tombak pendidikan yang saat ini sedang mengalami aneka ragam permasalahan yang pelik.
Permasalahan yang Dihadapi oleh Guru
Beragam persoalan saat ini dihadapi oleh guru yang bisa dirangkum menjadi beberapa poin di bawah ini:
1. Rendahnya tingkat kesejahteraan
Satu permasalahan utama guru di Indonesia yaitu kesejahteran. Masih sangat mudah kita jumpai guru honorer atau swasta yang menerima gaji tidak layak atau di bawah UMR. Hal ini tentunya menyebabkan kehidupan mereka jauh dari sejahtera. Gaji rendah ini juga menunjukkan standar hidup yang rendah pula.
Gaji yang rendah juga mengantarkan pada beberapa persoalan lainnya. Misalnya, guru harus banting tulang mencari pekerjaan tambahan untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Dengan ini, konsentrasi guru tentunya menjadi terpecah. Kinerja guru bisa menurun karena konsentrasi yang terpecah ini.
Kinerja guru ini berkaitan erat dengan output yang dihasilkan. Sebagian guru menganggap guru hanya sekedar profesi, bukan lagi dedikasi untuk mendidik generasi. Pekerjaan guru pun disamakan dengan pekerjaan lain yaitu untuk memenuhi tuntutan pengajaran, tak lebih.
2. Gonta-ganti kurikulum
Ada istilah yang mengatakan bahwa setiap ganti menteri, ganti kurikulum, dan ini nyata terjadi. Indonesia sudah mengalami pergantian kurikulum selama 10 kali sejak 1947 sampai Kurikulum Merdeka. Sebentar lagi, tentunya kurikulum juga akan berubah seiring dengan perubahan penguasa dan pemangku kepentingan di bidang pendidikan.
Penerapan kurikulum yang berubah tentunya membawa perubahan pada pola pengajaran yang disampaikan guru sesuai dengan tuntutan kurikulum yang ada. Hal ini jelas memberikan pengaruh pada kualitas dan dedikasi guru dalam mengajar.
Guru harus mempelajari kurikulum dengan baik sebelum menerapkan sistemnya kepada siswanya. Guru harus menyesuaikan pola pengajarannya dengan program dan target kurikulum yang tentunya memiliki perbedaan antara kurikulum satu dengan yang lain.
3. Kebijakan administrasi yang rumit
Guru memiliki beban kebijakan administrasi yang banyak dan rumit terkait dengan pelaksanaan pengajaran itu sendiri sebagai guru kelas atau guru mata pelajaran, administrasi sekolah, dan juga sertifikasi. Semua ini tentunya menguras perhatian dan waktu.
Bahkan sejak penerapan Kurikulum Merdeka, beban administrasi guru semakin bertambah terkait dengan penggunaan aplikasi. Beban administrasi yang menumpuk ini secara nyata memalingkan guru pada tugas utamanya untuk mengajar dan mendidik. Bahkan, sebagian besar waktunya terfokuskan untuk menyelesaikan beban administrasi ini.
4. Lemahnya perlindungan kepada guru
Saat ini, guru mendapatkan perlindungan yang sangat lemah dari pemerintah. Buktinya adalah banyaknya kasus guru yang dilaporkan oleh orang tua. Baik karena orang tua tak terima anaknya ditegur, tak terima anaknya dihukum di sekolah, atau tak terima dengan perlakuan keras guru kepada anaknya selama di sekolah. Sebagian guru bahkan menjadi korban kekerasan orang tua.
Mirisnya, tak hanya dilaporkan ke pihak berwajib, guru tak memiliki kekuatan hukum untuk melawan orang tua yang melaporkan ini. Demi menjaga nama baik sekolah, tak jarang gurulah yang dikorbankan dengan dipecat atas kasus pelaporan ini. Guru seakan tak punya bargaining position saat ada pengajuan kasus seperti ini. Menjadi pihak yang lemah dan tak bisa melawan.
5. Anak didik dengan kualitas yang menurun
Tantangan eksternal yang dihadapi guru adalah kualitas anak didik yang semakin hari semakin menurun. Hal ini juga terkait dengan penerapan kurikulum pendidikan yang mengantarkan pada menurunnya kualitas anak didik. Guru harus memikirkan segala cara demi membuat anak didiknya mencapai target kurikulum atau target nilai capaian yang memalingkan pada target pendidikan itu sendiri.
Kondisi kehidupan saat ini juga mengantarkan anak didik untuk mengalami krisis moral. Gaya hidup bebas serta perkembangan dunia digital sangat mempengaruhi anak didik dalam proses pengajaran mereka. Nilai penghormatan dan memuliakan guru sudah semakin terkikis di benak anak didik.
6. Kualitas guru itu sendiri
Tak dapat dipungkiri, kualitas guru juga menjadi satu permasalahan nyata di dunia pendidikan. Kualitas guru sebagai pengajar dan pendidik semakin tergerus oleh tuntutan kurikulum sehingga menganggap guru sekedar sebagai profesi belaka.
Karenanya, menjadi guru sama halnya dengan menjadi profesi yang lain. Sedangkan sejatinya, di pundak guru ada nasib generasi dari proses pendidikan yang mereka jalankan. Namun, hal ini seringkali terlupakan.
Guru pun juga terlibat pada beberapa tindakan asusila di masyarakat, seperti terjerat pinjol karena tuntutan kesejahteraan yang tak terpenuhi, kasus amoral yang menjadi hasil dari jauhnya guru sebagai pendidik generasi, serta beberapa persoalan lainnya.
Akibat Sistem Rusak
Segala permasalahan yang dihadapi oleh guru saat ini tak terlepas dari penerapan sistem kehidupan yang ada. Sistem kapitalis memposisikan guru sebagai pekerja saja yaitu sebagai bagian faktor produksi. Sehingga, biaya dari faktor produksi ini haruslah ditekan seminimal mungkin untuk mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin. Inilah yang membuat rendahnya gaji guru saat ini.
Sistem sekuler yang memisahkan aturan agama dari kehidupan juga membuat penerapan sistem pendidikan tak dilandaskan pada aturan agama. Agama hanya dijadikan sebagai pembelajaran moral saja yang setara dengan mata ajar lainnya di sekolah.
Kurikulum dibuat untuk memenuhi target penyediaan tenaga kerja dan kebutuhan pasar. Tujuan pendidikan tak lagi untuk menciptakan generasi emas. Melainkan untuk mencetak tenaga buruh trampil yang murah serta tak melek politik.
Kurikulum yang ada tidak menopang tercapainya tujuan pendidikan yaitu mencetak generasi yang berkualitas. Makna kualitas pun bias dengan tujuan kapitalis yaitu sesuai dengan kebutuhan pasar. Sedangkan, tujuan pendidikan untuk mencetak generasi yang beriman dan memberikan kebermanfaatan pada umat tentu bukan menjadi perhatian.
Terjadi pula kapitalisasi dan komersialisasi pendidikan di mana negara semakin melepaskan tanggung jawabnya. Negara hanya memainkan peran sebagai fasilitator dan regulator. Pelaksanaan dan pengelolaan pendidikan disamakan dengan pengelolaan aspek bisnis sehingga tak lagi muncul peran pelayanan dalam pendidikan, yang ada adalah aspek bisnis.
Pelemahan generasi dalam sistem pendidikan saat ini semakin terjadi dengan adanya kombinasi dari Kurikulum Moderasi Beragama (KMB) dan Kurikulum Merdeka (KM). KMB menitikberatkan pada ide sinkrentisme, narasi semua agama sama, moderasi beragama, pluralisme, tuduhan intoleransi saat meyakini kebenaran akidah islam, tidak boleh menggunakan frase kafir kepaa non muslim. Sedangkan KM juga berpusat pada ide sekulerisasi, tidak adanya keterkaitan iman dengan amal, akidah tak ada hubungan dengan syariah (aturan), serta adanya glorifikasi kebebasan/HAM.
Perhatian Besar Islam kepada Guru
Islam sangat menyadari besarnya peran guru pada generasi dan peradaban. Oleh karena itu, Islam memberikan perhatian besar pada guru sebagai bagian utama dari sistem pendidikan Islam. Sistem pendidikan Islam ini bertujuan untuk menghasilkan guru yang berkualitas, berkepribadian Islam, memiliki kemampuan terbaik, dan mampu mendidik muridnya dengan baik. Demi meraih tujuan ini, ada beberapa mekanisme yang dijalankan, yaitu:
1. Islam sangat menghormati dan memuliakan guru
Satu konsep Islam dalam pendidikan adalah mendahulukan adab sebelum ilmu. Salah satu adab ini adalah memuliakan ahli ilmu. Islam memerintahkan murid untuk takzim kepada guru dengan menunjukkan akhlak mulia dan adab yang luhur.
Hal ini tak hanya tercermin oleh murid saja, negara juga memuliakan guru dengan memosisikannya sebagai pendidik yang harus dimuliakan. Negara memberikan penghargaan besar atas jasa para guru dalam mengajarkan ilmu pengetahuan kepada generasi penerus umat. Telah terbukti dalam sejarah kegemilangan peradaban Islam, Islam telah memberikan gaji yang tinggi kepada guru dan ahli ilmu.
Dr. Rudhaifullah Yahya Az-Zahrani di dalam kitab An-Nafaqat wa Idaratuha fid Daulatil Abbasiyyah menyebutkan bahwa pada masa pemerintahan Khalifah Harun Al-Rasyid, gaji tahunan rata-rata untuk pendidik umum mencapai 2.000 dinar. Sedangkan gaji untuk periwayat hadis dan ahli fikih mencapai 4.000 dinar.
Hal ini bisa dilaksanakan karena negara menerapkan sistem ekonomi Islam yang memberikan jaminan pada pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, termasuk guru. Sistem ekonomi Islam ini ditopang oleh pemasukan negara dari beberapa sumber seperti pengelolaan harta milik umum dan negara, fa'i, kharaj, usr, dan yang lain.
Sistem ekonomi Islam juga menghadirkan pemerataan kesejahteraan secara ril bukan hanya sebatas nilai atau rasio pertumbuhan ekonomi. Islam memperhatian setiap individu termasuk guru dalam hal pemenuhan kebutuhan hidupnya seperti sandang, pangan, dan papan yang tersedia dengan harga terjangkau. Pendidikan, kesehatan, dan keamanan juag diberikan secara gratis dan berkualitas. Hal ini, guru akan lebih mampu untuk berfokus dan optimal pada tugasnya mendidik murid.
2. Sistem Islam memastikan kualitas guru dengan menetapkan kriteria yang tinggi
Islam memposisikan guru bukan sekadar sebagai profesi belaka. Tapi, guru juga pendidik generasi umat Islam. Corak peradaban Islam ditentukan oleh keberhasilan guru dalam mendidikan generasi. Untuk itu, dibutuhkan para guru dari kalangan orang-orang yang bertakwa, berakhlak mulia, memiliki ilmu pengetahuan yang mumpuni, disiplin, profesional, dan memiliki kemampuan mendidik.
Rasulullah saw. bersabda tentang profil guru, "Jadilah pendidik yang penyantun, ahli fikih, dan ulama. Disebut pendidik apabila seseorang mendidik manusia dengan memberikan ilmu sedikit-sedikit yang lama-lama menjadi banyak." (HR Bukhari).
3. Negara menjalankan kurikulum pendidikan berbasis akidah Islam yang bertujuan mencetak output orang-orang yang berkepribadian Islam, yakni orang-orang yang bertakwa, sekaligus memiliki kualitas keilmuan yang tinggi, baik dalam tsaqafah Islam maupun sains teknologi. Tujuannya untuk memberikan kebermanfaatan kepada umat dan bukan sekedar mendapatkan materi dari ilmu yang diperolehnya.
Kurikulum ini juga mengakomodir guru dengan fasilitas untuk meningkatkan kualitasnya misalnya melalui pelatihan, diskusi ilmiah, penelitian, buku, dan sarana prasarana penunjang lainnya secara gratis. Hal ini untuk membuat kualitas guru bisa dipertanggungjawabkan.
4. Dukungan sistem
Islam menanamkan konsep bahwa semua pihak baik itu sekolah, keluarga, dan negara memiliki tanggung jawab bersama dalam pendidikan generasi. Islam memudahkan ketiganya untuk menjalankan peran masing-masing dengan optimal dan bersinergi demi mencetak output pendidikan sesuai harapan Islam.
Wallahu'alam bishowab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H