Film ini juga memilih untuk tidak mengandalkan musik yang mencolok atau skor dramatis, sesuai dengan nuansa kampung yang tenang dan jauh dari hiruk pikuk perkotaan.
La Luna berhasil mengakhiri ceritanya dengan memuaskan, mengatasi keraguan penonton terhadap kemungkinan kesulitan dalam menutup cerita, terutama menjelang sepertiga terakhir film.
Setelah menyentuh sejumlah isu konservatif, La Luna berpotensi terjebak dalam menggurui penonton dengan menawarkan nilai-nilai baru yang terlalu mendalam di masyarakat. Namun, beruntungnya, M. Raihan Halim, sang penulis dan sutradara, mampu menyelesaikan cerita dengan bijak. Film ini mengakhiri perjalanannya dengan hangat, memberikan penyelesaian yang memuaskan bagi setiap karakter tanpa jatuh ke dalam kedalaman moralitas yang berlebihan.
Penting untuk dicatat bahwa moralitas seseorang terhadap suatu hal dapat bervariasi, dan persepsi individu terhadap inti pesan La Luna mungkin beragam. Ini membuat film ini berpotensi memancing berbagai reaksi dari penonton, terutama yang mungkin tidak setuju dengan kesimpulan yang diusung oleh La Luna.
Namun, satu hal yang patut diakui bersama adalah keberhasilan La Luna dalam menghadirkan tawa melalui komedi yang tajam dan kehangatan hati melalui kisah warga Kampung Bras Basah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI