Mohon tunggu...
Robitya Azis
Robitya Azis Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mau berjalan hari ini atau diharuskan lari besok

Milenial Beropini

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Urgensi Mentalitas Partai Politik Dalam Nuansa Pemilu 2024

17 September 2023   23:26 Diperbarui: 17 September 2023   23:32 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.inilah.com/inilah-6-istana-presiden-beserta-keistimewaannyaInput sumber gambar

Oleh: Robitya Azis

Partai Politik adalah Organisasi yang mengoordinasikan calon untuk bersaing dalam pemilihan di negara tertentu. Anggota Partai Politik umumnya memiliki gagasan yang sama tentang politik dan partai dapat memromosikan tujuan ideologis atau kebijakan tertentu.

Bicara soal partai politik tidak luput dari opini buruk dan kotor dari masyarakat padahal politik sendiri tergantung bagaimana dan siapa yang mengisi ruang didalamnya. Akal sehat hingga hati nurani seharusnya menjadi tahapan pertama sebagai syarat menjadi anggota partai politik

Fungsi Partai Politik terhadap negara antara lain adalah untuk menciptakan pemerintahan yang efektif dan adanya partisipasi politik terhadap pemerintahan yang berkuasa.

Partai politik (Parpol) menjadi faktor penting dalam kemajuan sebuah daerah. Sebab setiap kepala daerah atau legislator, selalu lahir dari rahim parpol, rasanya jarang ada masyarakat yang ditemukan menang dalam mencalonkan diri sebagai kepala daerah.

Partai Politik sering kali dianggap kotor hingga dinilai gagal dalam mentransformasi mental kadernya, karena bagaimanapun keputusan dan kebijakan politik sangat mempengaruhi hukum, ekonomi hingga persoalan agama

'' Transformasi mental dalam politik gagal total. Apapun niat baik dalam politik yang mencoba menempatkan perubahan ke arah yang lebih baik, itu berlaku pepatah benar-benar bohong atau bohong benar-benar" ujar pengamat politik Ikhsan Ahmad, Kamis (30/9/2021).

Ketika Partai Politik gagal dalam mentransformasi mental pada kadernya maka otomatis akan ada dampak negatif yang akan dihadapi oleh parpol bahkan yang terparah hilangnya simpati hingga kepercayaan masyarakat pada parpol itu sendiri. Bagaimana bisa partai politik tidak mengetahui mental kadernya bukankah saat mendaftar menjadi calon kader partai seharusnya ada tahap seleksi bukan hanya isi biodata diri dan mendahulukan modal materi si bakal calon kader parpol tersebut.

Rasanya partai politik harus menetapkan peraturan cek latar belakang hingga sikap seorang yang ingin bergabung dengan partai politik, bukan tak lain cara ini bisa lebih efektif untuk menghilangkan benalu bahkan koreng yang ada di dunia politik ini.

Semua parpol rasanya menyesal kalau memiliki kader yang miskin akan mentalnya, tergiur dengan jabatan dan kekuasaan yang tidak sebanding dengan nama baik partai dimasa depan.

Jika ingin partai politiknya tetap bertahan perbaikan demi perbaikan harus dilakukan semua partai politik untuk memperebutkan simpati hingga suara masyarakat dengan cara yang benar, bukan membeli suara masyarakat dengan isi amlop dan sejumlah janji yang hanya menyenangkan hati walaupun pada akhirnya semua tau janji-janjinya tidak teralisasi.

Di Era modern saat ini masyarakat sudah mulai cerdas memilih seorang yang akan menjadi wakilnya kemana akan membawa daerah atau negara ini, tapi lagi-lagi jabatan dan kekuasaan yang akan menentukan bagaimana ending dari suatu problem.

Pembenahan  warisan kursi yang turun-temurun hingga sistem bagi-bagi kursi sepertinya harus menjadi evaluasi bagi setiap partai politik, mengapa demikian? karena seperti melihat kuman dengan mikroskop. Partai Politik harus lebih jeli terhadap sistem ini, bukan tanpa alasan lagi-lagi parpol itu sendiri yang akan mendapatkan buahnya.

Bagaikan PR yang diberikan guru pada muridnya dan harus diselesaikan dalam jangka waktu yang sangat singkat, Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 sebentar lagi akan diselenggarakan, jelas ini menjadi warning semua elemen masyarakat untuk terus berbenah dan belajar mengenai politik sebelum pemilu 2024 di laksanakan.

Kurang lebih 2 tahun adalah waktu yang cukup singkat untuk mengetahui siapakah orang yang cocok dan pantas memimpin diberbagai daerah hingga negara ini, semua parpol wajib menyiapkan kandidat terbaiknya untuk menjadi pemegang jabatan negara ini siapapun orangnya yang jelas dia yang pro dengan rakyat, tidak terkecuali peranan masyarakat juga sangat penting dalam memilih dan menentukan siapa yang benar-benar pantas menjadi wakil rakyat.

Tidak lupa parpol juga harus mentransformasi pemikiran-pemikiran yang dapat menyebabkan terjadinya kesenjangan sosial di negara ini, merubahnya menjadi lebih modern dengan mengedepankan hak dan kesetaraan antar gender hingga RAS.

Maka dari itu setiap parpol juga harus berkoalisi dengan parpol lain hingga  tokoh masyarakat guna menyatukan pemikiran tiap kepala yang ada hingga menjadi garis besar suatu kebijakan yang baik untuk parpol dan tentunya masa depan negara.

Kembali pada pemilu 2024 pada dasarnya Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

Pelaksanaan pemilihan umum ini berfungsi untuk  menghasilkan kepemimpinan yang benar-benar mendekati kehendak rakyat. Oleh karena itu, pemilu merupakan salah satu sarana legitimasi kekuasaan.

Dalam pemilu Ketegangan argumentasi secara langsung hingga meramaikan media sosial sering kali menjadi bumbu menjelang pemilu. Perbedaan pendapat mengenai pilihan adalah hal yang wajar, yang menjadi tidak wajar adalah ketika ketegangan pendapat argumentasi menjadi unsur untuk saling manjatuhkan satu sama lain.

Hal seperti ini sangat disayangkan karna masyarakat Indonesia seharusnya menganut BHINEKA TUNGGAL IKA bukan saling menjatuhkan satu sama lain sudah semakin terasa sekarang karena efek dari pelaksanaan pemilihan umum nanti di tahun 2024.

Dalam menjaga kedaulatan dan keutuhan NKRI semua elemen masyarakat hingga pelaku politik'pun harus ikut serta. Bagaimana jadinya jika karena perbedaan pilihan bisa membuat suatu negara terpecah belah, perang dingin antar suku higga etnis.

Tidak mengapa selisih faham saat jelang pemilu akan tetapi semua harus merubah sifat ke-kanak-kanakan menjadi lebih dewasa, siapapun yang menjabat nanti masyarakat Indonesia harus kembali menjalin kehangatan begitu juga partai politik yang sebelumnya bersaing memperebutkan jabatan sebagai wakil rakyat.

kembali menjalin kebersamaan dan kembali bermusyawarah sebagai pelaksana harapan bangsa harus dilakukan secara bersama, agar segala aspek pembangunan di bumi pertiwi terus berkembang hingga mengurangi problem-problem yang ada baik dari internal maupun eksternal negara.

Pembangunan negara adalah harapan bagi setiap bangsa, Indonesia tersebut sebagai negara berkembang padahal Indonesia adalah negara yang kaya akan hasil bumi dll.

Teori-teori pembangunan dapat dikelompokkan ke dalam dua paradigma, yaitu Modernisasi dan Ketergantungan (Lewellen 1995; Larrain 1994; Kiely 1995). Di dalam paradigma Modernisasi termasuk teori-teori makro tentang pertumbuhan ekonomi dan perubahan sosial, dan mikro tentang nilai-nilai individu yang menunjang proses perubahan tersebut. Sedangkan paradigma Ketergantungan mancakup teoriteori Keterbelakangan (Underdevelopment), Ketergantungan (Dependent Development), dan Sistem Dunia (World System Theory) sesuai dengan klasifikasi Larrain (1994). Yang di kutip dari laman

Kesimpulan.

Sebenarnya partai politik memiliki tugas dan peran yang sama yaitu mentransformasi mental hingga pemikiran yang sudah akut, walapun sudah akut bukan berarti tidak ada yang bisa dirubah. Semua bergantung pada diri masing-masing.

Partai politik harus lebih jeli dalam melakukan seleksi cakader parpol hingga mendaftarkan kadernya untuk menempati posisi yang bukan main-main yaitu wakil rakyat. Gunanya untuk menjaga nama baik dan kepercayaan masyarakat terhadap partai politik itu sendiri.

Di era modern ini  sudah harus sangat di galak-kan tentunya evaluasi untuk masyarakat yang  harus melek soal politik, mengapa demikian? tentunya masyarakat tidak ingin memiliki pemimpin yang hanya besar mulut ringan bekerja atau bahkan hanya menjadi petugas parpol ketika menjabat.

Setelah pemilu berakhir penulis mengaharapkan semua elemen masyarakat kembali bermusyawarah dan melanjutkan demokrasi untuk pembangunan indonesia yang lebih maju.

Saran & Kritik :

Robityaazis2802@gmail.com

Terima Kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun