Mohon tunggu...
Robin Nugroho
Robin Nugroho Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIGM PALEMBANG

;

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pandangan terhadap Sistem Pemilu Proporsional Terbuka dan Tertutup

27 Maret 2023   19:58 Diperbarui: 30 Maret 2023   11:33 583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Ada beberapa pandangan terkait sistem pemilu proporsional terbuka dan tertutup, perlu kita ketahui bahwa di indonesia PEMILU adalah bagian terpenting dalam kehidupan demokrasi. Adapun sistem pemilu berupa proporsional terbuka dan tertutup. Sistem pemilihan terbuka adalah sistem pemilu dimana pemilih memilih langsung wakil-wakil legislatifnya Sedangkan Proporsional tertutup hanya memilih Partai Politik(PARPOL) saja

Dalam bebrapa bulan belakang Tepatnya pertengahan Bulan Oktober, ia (Asyim Asyari, Ketua KPU RI) Diketahui pernah menyatakan dukungan terhadap sistem Proporsional tertutup dengan alasan desain surat suara. 

Sistem proporsional terbuka dalam pemilihan umum (Pemilu) sebagaimana diatur dalam Pasal 168 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) memiliki derajat keterwakilan yang baik karena pemilih bebas memilih wakilnya yang akan duduk di legislatif secara langsung dan dapat terus mengontrol orang yang dipilihnya

diskursus yang mengemuka beberapa waktu lalu adanya dua kubu kepentingan diterapkannya pemilihan umum (pemilu) sistem Proporsional Terbuka dan Tertutup sebagai sesuatu yang sangat wajar.

Bahkan menjadi tidak wajar jika usulan dari PDIP yang "kangen" dengan sistem proporsional tertutup disetujui begitu saja. Namun kita berharap perdebatan kedua kubu akan melebar tidak sekedar memasalahkan hal-hal yang relatif teknis tetapi mengembangkan isu bagaimana idealis sistem proporsional terbuka dan tertutup dikaji dalam konteks demokrasi yang kembali pada jalur ikhtiar mewujudkan kesejahteraan dan kememakmuran bangsa.

Adapun istilah efektifitas bisa kita artikan efektif secara yuridis-formal, efektif secara teknis fungsinal dan efektif dalam konteks idealis pemilu secara filosofis maupun sosiologis. Efektifitas secara yuridis formal itu sudah jelas, sebagaimana karakter dari produk hukum jakarta dewasa ini selalu efektif. Maksudnya apapun reaksi dan aspirasi masyarakat tidak penting, yang penting sudah di tetapkan maka sudah legal untuk dipaksakan.

Efektivitas secara teknis-fungsional akan semata-mata berkaitan dengan penghitungan dan menyelesaikan dari dua sistem tersebut. Sedangkan efektivitas secara sosiologis artinya hasil dari Pemilu benar-benar demokratis karena adanya jaminan bahwa rakyat akan menemukan suatu masa dimana para Wakil Rakyat kembali efektif dalam memperjuangkan aspirasi dan menuju kesejahteraan dan kemakmuran serta keadilan.

Karakteristik Sistem Proporsional

Sistem proporsional dalam pemilu adalah di mana satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil. Dalam sistem proporsional, dimungkinkan adanya penggabungan beberapa partai politik untuk memperoleh kursi. sistem proporsional telah beberapa kali pemilu diterapkan di indonesia. sistem ini juga disebut juga dengan sistem perwakilan berimbang atau multi member costituency

Sistem proporsional dibagi menjadi dua yakni sistem Proporsional terbuka dan sistem proporsional tertutup. Sistem proporsional terbuka adalah sistem pemilu dimana pemilih memilih langsung calon legislatifnya. sedangkan dalam sistem proporsional tertutup, memilih hanya pqrtai politik nya saja. Masyarakat awak pada umumnya memahami dengan istilah memilih caleg dan memilih Partai Sumber : (kompas.com)

Sistem proporsional di pandang memiliki kelebihan jika di bandingkan dengan sistem lainnya (distrik dan campuran). diantara kelebihan itu adalah: mampu menghindari suara pemilih yang terbuang secara sia sia dan dapat memfasilitasi keanekaragaman masyarakat dalam upayanya menempati wakil mereka di DPR/DPRD.

Sementara itu Sekjen DPP PDIP Hasto Kristianto menilai, sistem pemilu proporsional terbuka cenderung mendorong adanya nepotisme. sebab caleg-caleg yang diangkat adalah anak atau para tokoh tanpa melalui pendidikan politik. "Kami melihat proporsional terbuka dalam pragmatisme partai politik cenderung mendorong nepotisme yang mengangkat sekadar anak anak tokoh, istri istri tokoh untuk diangkat (caleg) tanpa melalui proses kelembagaan melalui kaderisasi dan pendidikan politik," kata hasto dalam acara rilis survei indikator Politik Indonesia, Merdeka.com

Statemen ini sesungguhnya agak ambigu. Bukankah yang biasanya memanfaatkan nepotisme justru sistem proporsionalitas tertutup karena pimpinan partai ditentukan di disain sesuai "aspirasi tokoh sentral"Partai? Wujudnya adalah "nomor nomor kopiah" dihuni oleh mereka yang memiliki kedekatan dengan tokoh partai. sedangkan untuk para pengembira akan dapat nomor sabuk dan nomor sepatu 

Pada sisi lain Hasto yang mengungkapkan bahwa para wakil rakyat di DPR kini hanya pokus pada bebrapa fungsi elektoral. mereka sekadar menyoroti  kebijakan populis sebanyak mungkin, sangat masuk akal Hasto mengatakan; "Bahkan saya bertemu dengan banyak menteri ya, ketika saya tanya bagaimana praktik ini sebagai otokritik terhadap seluruh partai bukan hanya PDIP, praktik kelembagaan di DPR hampir semua anggota fokusnya kepada fungsi elektoralnya, menyoroti kebijakan populis sebanyak mungkin di daerah elektoral nya :"tuturnya. Merdeka.com)/04/01/2023.

Alasan ini rasional, sebab jika dihubungkan dengan sistem proporsionalitas terbuka pada praktiknya adalah sistem suara terbanyak, maka para wakil rakyat berperilaku seperti yang dituturkan Hasto. Bahkan lebih jauh dari itu, pimpinan partai tidak lagi menjadi faktor penting bagi mereka yang telah duduk di kursi empuk DPR/DPRD. Belakangan terdapat delapan Parpol bersatu untuk mempertahankan system proporsional terbuka. 

Ada empat poin penting diuraikan mengenai sistem proporsional tertutup. 

Pertama, Sistem proporsional menjauhkan dalam menentukan calon wakilnya dilembaga legislatif. Bagaimana tidak penentuan calon anggota legislatif yang akan terpilih bukan berada pada masyarakat, melainkan di internal politik

Kedua, proporsiona tertutup juga sama sekali tidak menghapus tren politik uang (Money politic), melainkan hanya memindahkan dari calon ke masyarakat menjadi calon ke partai politik. sebab, kandidat terpilih bergantung pada nomor urut calon anggota legislatif yang di tentukan oleh partai politik

ketiga, proporsional tertutup membuka ruang terjadinya nepotisme di internal Partai Politik. Bukan tidak mungkin, calon-calon yang memiliki relasi dengan struktural partai dapat di mudahkan untuk mendapatkan nomor urut tertentu 

keempat, sistem proporsional tertutup berpotensi menghilangkan relasi dan tanggung jawab anggota legislatif terhadap rakyat.

Ada beberapa poin kekurangan juga mengenai Proporsional terbuka 

Pertama, Proporsional terbuka menjadi peluang politik uang sangat Tinggi

Kedua, Proporsional terbuka membutuhkan modal potilik cukup Besar

ketiga, Proporsional terbuka rumitnya penghitungan hasil suara

keempat, proporsional terbuka sulitnya menegakkan kuota gender yang etnis

Sumber:(kompas.com)

Menurut Saya "Sistem pemilu Proporsional tertutup Hanya memperburuk keadaan", banyak sepakat tentang hal ini dan ada juga yang Mendukung proporsional tertutup, dikarenakan 

  • Dorong Pihak yang kompeten sebagai wakil Rakyat
  • Hemat Anggaran
  • Sesuai dengan Konstitusi
  • Parlemen akan mengisi 

https://www.kompas.tv/article/366141/ini-4-alasan-pdip-dukung-pemilu-sistem-proporsional-tertutup-meski-ditentang-8-parpol-lain

Proporsional tertutup sebenarnya pernah di gunakan dalam sejarah Pemilu di Indonesia pada masa Soekarno dan Orde Baru, sistem ini juga telah digunakan Pada Pemilu 2004. Namun Keputusan MK Nomor 22-24/PUU-VI /2008. tertanggal 23 Dessember 2008 membuat sistem ini tak lagi digunakan pada Pemilu 2009./

Sungguh luar biasa pemikiran Aristoteles tentang 4 (empat) varietes oligarki dalam buku karyanya politik Empat Varietas oligarki sebagaimana pernah penulis unkapkan, sudah terwujud di Negara kita. Dalam kaitan dengan mempertimbangkan mana yang lebih baik di antara sistem pemilu proporsional terbuka dan tertutup sudah kehilangan makna hakiki dari politik demokrasi karena telah "di interupsi" oleh tradisi politik oligarki. dampaknya kedua sistem itu sistem yang mana yang akan diterapkan hanya akan menjadi instrumen para "Bandar Politik" untuk akan menguasai kekuasaan.

Beberapa cerita Real yang terkait dengan pengaruh oligarki (dalam konteks indonesia konotasi oligarki langsung terkait dengan kelompok pemodal super-super besar) yang bisa membikin kita akan berhenti berupaya membangun kembali nilai demokrasi sejati. hal itu karena model pembiayaan telah begitu real dan power full untuk menguasai kekuasaan apapun jenis kekuasaan itu.

Kita bisa menyaksikan pengaruh langsung dari sikap permisif akibat money, dari politik entheng-enthengan model NPWP (nomere piro wanine piro) daerah. Juga pengaruhnya di kelas menengah dan atas, demikian juga pembiayaan terhadap caleg (calon legislatif) dan cakada (calon kepala daerah) di daerah. Pada intinya, semua pembiayaan itu bertujuan untuk menguasai siapapun yang akhirnya pemiliu terpilih dalam pemilu. Naasnya si pemenang ini hanya akan menikmati jabatan tetapi tidak memiliki kekuasaan.* 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun