Kedua, Proporsional terbuka membutuhkan modal potilik cukup Besar
ketiga, Proporsional terbuka rumitnya penghitungan hasil suara
keempat, proporsional terbuka sulitnya menegakkan kuota gender yang etnis
Sumber:(kompas.com)
Menurut Saya "Sistem pemilu Proporsional tertutup Hanya memperburuk keadaan", banyak sepakat tentang hal ini dan ada juga yang Mendukung proporsional tertutup, dikarenakanÂ
- Dorong Pihak yang kompeten sebagai wakil Rakyat
- Hemat Anggaran
- Sesuai dengan Konstitusi
- Parlemen akan mengisiÂ
Proporsional tertutup sebenarnya pernah di gunakan dalam sejarah Pemilu di Indonesia pada masa Soekarno dan Orde Baru, sistem ini juga telah digunakan Pada Pemilu 2004. Namun Keputusan MK Nomor 22-24/PUU-VI /2008. tertanggal 23 Dessember 2008 membuat sistem ini tak lagi digunakan pada Pemilu 2009./
Sungguh luar biasa pemikiran Aristoteles tentang 4 (empat) varietes oligarki dalam buku karyanya politik Empat Varietas oligarki sebagaimana pernah penulis unkapkan, sudah terwujud di Negara kita. Dalam kaitan dengan mempertimbangkan mana yang lebih baik di antara sistem pemilu proporsional terbuka dan tertutup sudah kehilangan makna hakiki dari politik demokrasi karena telah "di interupsi" oleh tradisi politik oligarki. dampaknya kedua sistem itu sistem yang mana yang akan diterapkan hanya akan menjadi instrumen para "Bandar Politik" untuk akan menguasai kekuasaan.
Beberapa cerita Real yang terkait dengan pengaruh oligarki (dalam konteks indonesia konotasi oligarki langsung terkait dengan kelompok pemodal super-super besar) yang bisa membikin kita akan berhenti berupaya membangun kembali nilai demokrasi sejati. hal itu karena model pembiayaan telah begitu real dan power full untuk menguasai kekuasaan apapun jenis kekuasaan itu.
Kita bisa menyaksikan pengaruh langsung dari sikap permisif akibat money, dari politik entheng-enthengan model NPWP (nomere piro wanine piro) daerah. Juga pengaruhnya di kelas menengah dan atas, demikian juga pembiayaan terhadap caleg (calon legislatif) dan cakada (calon kepala daerah) di daerah. Pada intinya, semua pembiayaan itu bertujuan untuk menguasai siapapun yang akhirnya pemiliu terpilih dalam pemilu. Naasnya si pemenang ini hanya akan menikmati jabatan tetapi tidak memiliki kekuasaan.*Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H