Mohon tunggu...
Robigustas
Robigustas Mohon Tunggu... Penulis - Penulis riang

Suka pizza. *Setiap nama yang ada di cerpen, bukanlah nama sebenarnya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sensitif

15 Juli 2023   08:31 Diperbarui: 15 Juli 2023   08:31 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Surya diminta sang ayah untuk berhenti kuliah sementara atau cuti. Sang ayah menyampaikan itu saat belum lama tiba di rumah pada malam hari, kemarin, Selasa. Surya terdiam.

Ia tidak menanyakan alasan mengapa harus mengambil cuti. Sebab, Surya sudah tahu alasannya. Sang ayah sedang dihadapkan masalah usahanya yang sedang tidak baik-baik saja.

"Insyaallah semester depannya kamu kuliah lagi," kata sang ayah.

Sebenarnya gejala itu sudah ia rasakan dalam dua bulan terakhir. Salah satunya uang jajan (bulanan) yang tidak diberikan seperti biasanya.

Surya malah pada akhrirnya, saat itu berutang kepada temannya. Teman dekatnya. Dikasih utang usai tidak sengaja mengobrol ke sana dan ke sini dengannya, di pinggir lapang sepak bola dekat rumahnya pada sore hari. Tanpa ada niat.

Awalnya, temannya itu kaget, karena Surya tidak biasanya meminjam uang. Malah ia merasa, itu adalah kali pertama Surya meminjam uang kepada orang lain---ke dirinya.

Akhirnya temannya itu, yang bernama Rano meminjamkannya. Rano tidak memberikan tempo untuk Rano mengembalikan uangnya.

Surya terpaksa melakukan itu, karena uang tabungannya sudah hampir habis. Tersisa kira-kira hanya cukup untuk membeli air mineral dengan ukuran 1 liter saja.

Kali pertama ia menghadapi itu dalam hidupnya. Saat kuliah. Di awal semester tiga.

Uang pinjaman dari temannya itu ia gunakan untuk kebutuhan sehari-harinya, seperti untuk ongkos ke kampus; makan; dan lain-lainnya. Ia berhenti sejenak meminta kepada sang ayah.

Kadang, untuk meminimalisir pengeluaran dari uang pinjaman itu, ia menumpang tidur di kos temannya. Lumayan memangkas biaya untuk transportasinya ke kampus.

Di kos temannya itu, ia bisa sampai tiga hari untuk menumpang tidur. Temannya dirasa Surya tidak merasa keberatan, karena ada "barter" dengan tugas-tuga kuliah.

Untuk makan, ia beli sendiri, walau sesekali mentraktir teman kosnya itu. Hitung-hitung balas budi, pikirnya.

Gejala lain bahwa keuangan sang ayah sedang tidak baik-baik saja juga ditandai permintaan sang ayah kepada Surya untuk mencicil uang kuliah. Sang ayah menyampaikan itu ketika semester dua telah berakhir.

*

Surya, mau tidak mau harus cuti.

Ia mulai mengurus cutinya ke kampus. Berat rasa dirinya ketika ingin ke kampus itu untuk mengurus cuti. Sebab ia terbilang baru saja kuliah.

Namun, ia harus menerima kenyataan ini. Kenyataan yang tidak diduga sebelumnya. Cuti kuliah boleh jadi adalah hal terbaik untuk ke depannya, pikirnya positif.

Bagi Surya, cuti kuliah bukanlah akhir dari kehidupan. Banyak orang di luar sana yang satu nasib dengannya. Tapi ada yang mampu meneruskan, ada yang tidak. Itu pilihan sekaligus kemampuan.

Bersabar adalah kunci untuk tetap memperjuangkan cita-citanya: lulus kuliah dan bekerja.

Di masa cuti kuliah, ia mencoba melamar pekerjaan seperti teman-temannya. Surya mulai mengurus berkas-berkas yang dibutuhkan. Berkas SMA.

Ia cari-cari lowongan di mana pun. Baik itu dari mulut ke mulut, media massa, maupun di internet (web lowongan).

Ia sebar semua berkas untuk melamar pekerjaan. Selama tiga hari ia melakukan itu.

14 hari menunggu, ia ditelepon salah satu pihak perusahaan besar yang berpusat di Jawa Timur. Dimintanya ia datang ke kantor cabang yang ada di Jakarta untuk mengikuti serangkaian tes.

"Jangan lupa bawa perlengkapan tulis menulis dan berpakaian sopan dan rapih, ya?" pesan HRD perusahaan itu.

Surya lantas mengikuti serangkain tes.

Kurang dari satu minggu, ia kembali ditelepon, dengan kabar baik: diterima di perusahaan itu.

Surya senang. Bersyukur. Akhirnya, cuti dia tidak terasa sia-sia.

Dia akan mulai bekerja tiga hari berikutnya.

Ayahnya senang mendengar kabar itu. Mendoakan Surya agar mendapatkan rezeki yang melimpah dan berkah. Lancar dalam hidup.

Usaha ayahnya masih menghadapi masalah. Kali ini, selain kerugian, juga adanya utang yang menumpuk karena ulah bawahannya yang tidak teliti saat memberikan kepercayaan kepada pihak kedua dalam kerja sama.

Bawahannya itu menyetujui nilai kontrak---disetujui tetapi ada catatan. Alhasil, perusahaan ayah Surya nombok, karena ada biaya tidak terduga dalam proses pengerjaan acara perayaan hari jadi daerah di Jawa Barat.

Sudah satu minggu Surya bekerja. Sejauh itu kerjaannya lancar.

Ia ditempatkan sebagai sales di salah satu outlet cabang Jakarta Barat.

Jam kerjanya dari pagi hingga sore hari. Libur hanya satu hari. Libur tidak di hari weekend.

"Sur, sini mampir sebentar," panggil temannya dengan suara keras saat ia pulang kerja.

Surya diminta mampir ke toko temannya yang tidak jauh dari perjalanan ia pulang ke rumah. Biasanya, kalau senggang, kadang ia main ke toko temannya itu, yang bernama Fajrin.

Antara dia dan Fajrin itu cukup dekat. Kenal selama bertahun-tahun. Tapi temannya itu bukan warga tempat tinggalnya.

Surya menghampirinya.Menanyakan ada apa sebagai basa-basi.

Tak lama ia menyampaikan sesuatu yang bikin Surya kaget. Wajahnya memerah. Memerah karena informasi yang ia terima tidak etis. Tidak layak. Utang Surya diumbar Rano.

Diumbar ke banyak orang. Dugaan itu analisis Fajrin. Sebab menurutnya, ia mendapat kabar itu dari orang lain. Masih temannya Surya.

Surya tak habis pikir mengapa Rano menceritakan itu ke banyak orang. Surya mempertanyakan maksud dan tujuannya.

Surya coba menelepon Rano. Berkali-kali. Tapi tak diangkat. Dikirimnya pesan, juga tidak dibalas.

Surya jengkel. Jengkel bukan karena soal nominal, melainkan soal Rano yang tidak menjaga privasinya. Privasi yang dinilainya sensitif.

Surya bukannya malu banyak orang tahu. Tapi hanya ingin menjaga agar orang lain tidak menganggap kehidupannya begitu sulit---pada akhirnya dikasihani orang lain. Ia pantang itu.

Ia lebih memilih dikasihani tuhan. Bukan dikasihani orang lain.

Memang pada sebagian orang, utang adalah hal biasa jika orang lain pun mengetahuinya. Tapi tidak dengan Surya. Baginya, itu sebagai harga diri, walaupun pada akhirnya harga dirinya 'tergadai' karena keadaan yang tidak bisa dihadang.

Namun demikian, bukan begitu mudah bagi Rano sesungguhnya menyampaikan itu kepada banyak orang, karena ia telah berpesan agar selain dirinya jangan ada yang tahu. Rano seperti sahabatnya. Rano teman kecilnya di lingkungannya.

Nasi sudah menjadi bubur. Surya pun tidak lagi menganggapnya masalah.

Ia membiarkan kabar yang sudah banyak dikonsumsi orang itu. Surya hanya berharap, orang yang tahu ceritanya tidak menganggapnya sedang diminta dikasihani. Itu saja.

"Ya sudahlah, Jrin. Sudah terjadi," kata Surya, usai diceritakan.

Fajrin menyarankan agar ia segera membayar utang itu kepada Rano.

Surya mengiyakannya. Ia akan melunaskannya di gaji pertamanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun