Mohon tunggu...
Robigustas
Robigustas Mohon Tunggu... Penulis - Penulis riang

Suka pizza. *Setiap nama yang ada di cerpen, bukanlah nama sebenarnya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Berpisah karena Prinsip

30 Juni 2023   07:56 Diperbarui: 30 Juni 2023   08:12 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Arif, Aldi, dan Bondan sampai di Bandung, Jawa Barat, usai ketiganya road show ke beberapa cabang di Palembang, outlet tempatnya bekerja. Ketiganya sampai di Bandung pada siang hari. Disambut hujan. Dihantam lapar.

Di sana, mereka menghabisi waktu selama satu bulan, untuk memberikan "kuliah" atau product knowledge kepada pimpinan baru outlet cabang. Agar angka penjualan mereka di sana meningkat sebagaimana harapan kantor pusat. Ketiganya dari kantor pusat.

Sampai di Bandung, mereka langsung ke salah satu outlet yang memiliki angka bagus dalam penjualan.

Di Bandung ini, mereka bukan lagi memberikan "kuliah" kepada pimpinan cabang setempat, melainkan hanya untuk berdiskusi soal rencana kantor pusat yang akan membuka cabang lagi di daerah Jawa Barat. Ketiganya butuh pandangan pimpinan cabang di Bandung: daerah mana yang sekiranya memiliki progress.

"Selamat datang, Pak Arif, Pak Aldi, dan Pak Bondan," sambut Pimpinan Cabang Bandung, Encep, kepada ketiganya.

Encep tidak sendiri menyambut ketiganya. Ada delapan karyawan, yang terdiri dari empat sales, dua teknisi, dan dua admin di outlet yang ikut menyambut ketiganya.

Jumlah karyawan di sana ada 16 orang. Mereka shift-shift-an. Shift satu masuk pukul 08.00 WIB. Shift dua masuk pukul 16.00 WIB. Mereka bekerja selama delapan jam. Ketiganya tiba siang hari.

Jumlah pekerja atau karyawan di tiap outlet tidak sama. Tergantung besar atau kecilnya ukuran outlet. Kadang juaga tergantung omset atau capaian cabang---outlet kecil tetapi karyawan bisa dinilai lebih.

Tanpa basa-basi, ketiganya mengajak Encep ke lantai 3, untuk membicarakan maksud dan tujuan mereka. Lantai 3 adalah ruang yang biasa digunakan oleh orang-orang pusat untuk memberikan arahan seputar perkembangan angka penjualan. Ketiganya kali kedua datang ke sini. Terakhir pada saat acara launching produk baru.

"Permisi," tiba-tiba Tiara, admin Encep, mengetuk pintu di ruangan ketiganya bertemu.

Encep mempersilahkan Tiara masuk. Membawa minuman. Tiga gelas kopi dan empat air putih. Ada makanan ringannya juga. Encep tidak mengopi. Tiara pamit. Keluar ruangan.

Tiara adalah admin Encep terlama. Sudah delapan tahun bekerja. Encep sendiri sudah hampir 10 tahun.

Tidak ada yang lama selain admin Encep di seluruh outlet cabang seperti Tiara. Tiara benar-benar loyal.

Encep terus mempertahankan Tiara bekerja karena ia dinilai memiliki kapasitas yang sangat baik di outlet ini. Absensi dia pun dinilai terbaik di antara karyawan yang ada.

Ketiganya melanjutkan pembicaraan. Tiara mulai turun dari lantai 3.

"Sial! Tadi aku tuh tadi kayak diliatin serius gitu sama Bapak Aldi," Tiara cerita ke temannya, sesama admin, Dita namanya.

Hampir dua jam di lantai 3, keempatnya keluar. Kembali ke bawah. Arif, Aldi, dan Bondan mengobrol dengan beberapa karyawan yang ada. Arif ngobrol dengan sales. Aldi ngobrol dengan admin. Dan Bondan ngobrol dengan teknisi.

Usai mengobrol, ketiganya pamit. Mau ke penginapan yang dekat dengan outlet. Ketiganya akan berada di Bandung empat hari.

Sampai di penginapan, ketiganya tidak langsung istirahat. Mereka keluar. Dekat dari penginapan. Kebetulan, dekat penginapan mereka ada tempat yang dirasa ketiga enak untuk nongkrong, ngopi-ngopi, sambil ngobrol. Melepaskan penat, kata Arif, walaupun sebetulnya kadang menyerempet ke urusan pekerjaan juga.

Keesokan harinya, ketiganya kembali lagi ke outlet itu. Ketiganya datang lebih awal. Pas saat outlet baru saja dibuka, oleh Tiara. Disusul teknisi, Yayan. Selebihnya belum datang, termasuk Encep. Memang belum pukul 08.00 WIB.

"Tiara, sudah sarapan? Kalau belum, temani kita, yuk?" ajak ketiganya.

Tiara tidak bisa menolak. Kebetulan, ia sendiri juga belum sarapan. Kabarnya, ia sering begitu, karena tidak terbiasa sarapan pagi. Tapi, kali ini, mau tidak mau, ia harus sarapan, karena yang mengajak ketiganya.  Orang pusat.

Tiara bukan asli orang Jawa Barat tulen. Ia campuran. Bapaknya orang Jawa Barat. sedangkan ibunya orang Sumatra Selatan. Kedua orang tuanya merantau ke sini sejak Tiara kecil.

Tiara tiga bersaudara. Ia anak pertama.

Ketiganya diajak Tiara ke sebuah tempat makan yang cukup dikenal kalangan eksekutif muda. Tidak jauh dari outlet. Mereka jalan kaki ke sana.

Sesampainya di sana, Tiara dipersilakan ketiganya untuk memesan terlebih dahulu. Tiara memesan nasi uduk. Cukup, kata dia.

Arif memesan nasi kuning. Aldi nasi uduk. Dan bondan bubur ayam.

Ketiganya baru merasakan suasa pagi hari di outlet ini pertama kali. Biasanya, kalau ke sini, ketiganya hanya pulang-pergi, dari Jakarta. Maka ia mengajak Tiara.

Tidak lama mereka berada di sana. Sekira setengah jam, sudah berada lagi di outlet. Encep sudah datang.

Jadwal hari ini dan tujuan pertama untuk mengecek lokasi rencana pembukaan cabang baru di daerah Jawa Barat adalah daerah Kota Tasikmalaya. Ketiganya mengajak Encep.

Hari berikutnya, ke Kota Cimahi dan ke Kota Bogor. Dari ketiga tempat itu, mereka tidak selalu kembali pada sore hari hingga jelang malam.

Ketiga tempat itu sudah dapa digambarkan Arif, Aldi, dan Bondan. Sejauh apa progresnya.

Keesokan harinya adalah jadwal mereka kembali ke Jakarta.

***

Memasuki hari terakhir (keempat), Aldi makin intens komunikasi dengan Tiara. Sebelum kepulangannya dari Bandung ke Jakarta, Aldi mengajak Tiara untuk keluar. Jalan bareng pada siang hari.

Kebetulan hari itu Tiara off. Libur. Ia libur di hari biasa. Jarang off di hari Jumat, Sabtu, maupun Minggu (baca: weekend). Keduanya bertemu di alun-alun Bandung.

Saat sudah berada di kendaraan, Aldi meminta Tiara yang mengarahkan mesti jalan ke mana. Keduanya menuju daerah Dago.

Dalam perjalanan, keduanya banyak ngobrol. Lepas begitu saja. Seakan sudah kenal lama. Tiara orang yang asyik untuk diajak ngobrol.

Kendati begitu, Tiara sebetulnya orang yang tidak mudah diajak jalan atau diajak keluar oleh laki-laki, kalau dirasa laki-laki itu tidak memiliki 'klik' dengannya. Tapi ini tidak berlaku untuk Aldi. Tiara merasa ada klik.

Sampai di tempat makan daerah Dago. Keduanya makin intens mengobrol. Apa saja diobrolin. Mulai dari pekerjaan hingga asmara.

Tempat pertama ini di kemudian hari menjadi tempat "abadi" bagi keduanya.

Usai dari tempat makan daerah Dago, kemudian keduanya beranjak ke tempat Lembang, tepatnya ke Punclut.

Di sana keduanya kembali intens mengobrol. Lagi-lagi, apa saja diobrolin.

Punclut ini, kata Tiara, kalau bagi orang Jakarta adalah Puncak-nya (di Bogor). Aldi mengiyakan. Mirip. Terutama hawanya, sejuk---dingin.

"Kamu pesan kopi juga? Apa lagi?" tanya Aldi ketika Tiara menyebut pesanannya ke pelayan.

Menjelang magrib, mereka kembali. Turun.

Tiara diantar pulang tetapi tidak sampai rumahnya. Aldi, kembali ke tempat penginapan, di mana Arif dan Bondan sudah menunggu---pulang ke Jakarta.

Keduanya berpisah. Sementara. Tapi, komunikasi terus dilakukan. Aldi ingin itu. Pun dengan Tiara.

***

Sudah satu bulan Aldi melakukan komunikasi dengan Tiara. Jakarta-Bandung. Setiap hari dalam satu bulan itu, komunikasi jalan terus. Seperti saling membutuhkan, yang pada akhirnya saling rindu.

"Besok aku ke sana, ya?" kata Aldi ke Tiara, lewat telepon.

Tiara langsung menjawab iya. Ia merasa senang. Akhirnya, rindu dia, besok, terobati, dengan kedatangan Aldi.

Aldi ke sana pada hari biasa. Dimana di hari itu ia sedang libur. Aldi juga meminta libur di hari itu ke manajemen.

Keesokan harinya keduanya bertemu. Aldi jemput Tiara di dekat rumahnya. Rumah Tiara dengan outlet tidak begitu jauh.

Aldi dan Tiara ke tempat makan kali pertama keduanya jalan. Dalam perjalanan, keduanya bahagia. Sampai-sampai Tiara begitu malu kepada Aldi. Seperti ia menemukan cinta sejatinya yang selama ini dicari.

Sampai di tempat makan yang berada di Dago itu, keduanya kembali mengenan awal mula ke sini. Bagaimana tatapan Aldi ke dia. Komunikasi Aldi ke dia. Dan bagaimana sikap atau perhatian Aldi ke dia. Semua Tiara senangi.

Usai di sana, keduanya beranjak ke tempat yang view-nya perbukitan. Masih daerah Dago. View-nya bagus. Cantik. Bikin suasana hati keduanya makin ceria.

Di sana Aldi menyatakan rasa suka dan cinta ke Tiara. Tiara tidak begitu kaget, karena ia sudah merasakan hal yang sama seperti Aldi. Hanya saja, ia sungkan kalau wanita yang pertama mengungkapkannya. "Teori harga diri" dipakainya.

Hari itu, adalah hari bersejarah keduanya. Keduanya sangat senang, karena sama-sama memiliki kasih sayang, yang pada akhirnya terungkap.

Kisah cinta mereka berjalan cukup lama. Bertahun-tahun. Banyak rintangan dan atau cobaan dari perjalanan keduanya. Semua dilewati keduanya. Bahkan orang tua Tiara sudah hampir setuju jika keduanya melangkah ke jenjang lebih jauh.

Hanya satu dalam perjalanan itu yang Aldi dan Tiara tidak bisa melewatinya, yakni soal prinsip.

Tiara dan Aldi tidak bisa mengatasi ini karena prinsip ini akan mempengaruhi banyak hal, yang tidak hanya melibatkan keduanya, melainkan juga orang tua dan keluarga besar. Boleh jadi juga berdampak ke teman-temannya (Aldi dan Tiara, juga orang tua dan keluarga besar).

Prinsip ini pula yang pada akhirnya ada drama putus-sambung, putus-sambung, hingga tidak terhitung lagi berapa banyak kata-kata itu keluar. Tapi itu karena saking cinta keduanya yang besar.

Namun, keduanya tidak dapat mengalahkan soal prinsip ini. Sudah dipastikan juga kalau kedua orang tua mereka tidak akan menyetujuinya, karena prinsip ini.

Aldi dan Tiara putus asa. Keduanya berpikir, mengapa ada prinsip ini. Keduanya seperti mencari kesalahan pada prinsip ini. Lama keduanya mencari itu. Tapi, lagi-lagi keduanya menyerah kepada prinsip.

Keduanya akhirnya benar-benar memutuskan hubungan. Terpaksa. Sangat terpaksa. Tidak bisa dibayangkan hubungan yang sudah sangat jauh---hampir 10 tahun lamanya tetapi "hancur" karena prinsip ini.

"Kita memang tidak bisa lagi meneruskannya, wahai Mata Hatiku. Kita harus benar-benar menyerah," kata Aldi, yang disambut jatuhnya air mata Tiara di tempat makan pertama kali keduanya jalan bereng.

Tiara tidak berkata-kata lagi. Ia sepakat. Hubungannya dengan Aldi tidak lagi dapat diteruskan.

Hati keduanya "hancur". Tapi, Aldi dan Tiara menerimanya. Ini, kata kedua, karena perbedaan prinsip.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun