Mohon tunggu...
Robigustas
Robigustas Mohon Tunggu... Penulis - Penulis riang

Suka pizza. *Setiap nama yang ada di cerpen, bukanlah nama sebenarnya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sehari di "Perantauan"

22 Juni 2023   10:47 Diperbarui: 22 Juni 2023   10:55 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Saat asyik tiduran, Semi tiba-tiba diminta sang Ayah untuk mempersiapkan keberangkatan ke Jambi. Ke tempat pamannya.

Semi kaget. Ada apa tiba-tiba diminta ke sana.

"Mau apa ke sana, Yah?" tanya Semi seketika.

Semi ke sana diminta untuk membantu pamannya. Berdagang.

Pamannya jual-beli barang pecah belah di salah satu kabupaten Jambi.

Selain diminta untuk membantu, Semi juga diminta belajar kepada pamannya, soal dagang dan soal kemandirian.

Semi baru saja lulus dari SMA. Baru 1 bulan. Semi dianggap belum tahu ingin ke mana setelah itu. Jadi, ia diminta untuk seperi cari pengalaman. Tapi, sesungguhnya Semi sudah tahu ingin ke mana. Ia ingin melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya: kuliah.

Namun, hal itu tak diungkapkan oleh Semi, karena tahu kondisi sang Ayah. Jadi, dipendam sementara saja olehnya.

Saat diminta mempersiapkan segalanya untuk ke Jambi, Semi sebetulnya sangat terkejut. Maklum, selain ia baru lulus sekolah, ia juga belum memiliki pengalaman merantau ke negeri orang. Tapi, demi kepatuhan kepada sang Ayah, anak berusia 17 tahun itu akan berangkat, walau dengan berat hati.

"Ponakanmu mau, nih. Mau ikut ke sana," Ayah Semi memberi tahu pamannya, lewat sambungan telepon.

Paman kebetulan sedang di Jakarta. Di tempat saudara yang lain. Ke Jakarta, selain mampir ke rumah-rumah saudara, juga tengah memesan barang-barang dagangannya yang akan dijual di pasar Jabmbi.

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali, paman Semi sudah ada di rumah. Semi diminta siap-siap dengan segera.

Semi dan pamannya berangkat ke Jambi menggunakan bus.

Usai siap-siap, Semi pamit ke ayahnya. Memohon doa, karena ia baru kali pertama di ke luar kota. Ke pulau Sumatra pula.

Semi dan pamannya sampai di terminal. Bus ke Jambi sudah ada. Tampaknya dari tadi. Mereka segera memasuki bus. Duduk, sesuai dengan nomor kursi.

Makanan ringan serta air mineral telah ada di depan kursi keduanya.

Penumpang sudah hampir penuh. 20 menitan lagi bus segera berangkat. Perkiraan akan butuh seharian (24 jam) sampai di Jambi.

Ayah Semi tidak menemani ke terminal. Ia percaya kepadanya (paman Semi) akan bisa menjaga Semi layaknya anak sendiri. Sebab sang paman sudah dianggap sebagai orang tua oleh Ayah Semi.

"Siap kan, Sem?" tanya pamannya, ketika ia melihat kaca bus sebelah kiri.

Bus tujuan Jambi berjalan.

Dalam perjalanan, Semi tidak banyak berbicara dengan pamannya. Selain pamannya yang memang tidak doyan berbicara, Semi juga tampak segan kepadanya. Maklum, usia paman Semi lebih tua daripada ayahnya.

***

Beberapa kali bus berhenti. Entah itu untuk check point, mengambil penumpang, hingga hanya sekadar mengisi bahan bakar (BBM). Semi mengamati.

Bus akhirnya tiba di pelabuhan Merak. Bus akan masuk ke dalam kapal. Butuh sekitar 2 jam atau bahkan lebih untuk sampai ke Bakauheni, Lampung.

Bus masuk ke dalam kapal. Semi dan pamannya turun dari dari bus dan pergi ke atas kapal. Keduanya sampai Merak usai menempuh sekitar 4 jam perjalanan dari terminal bus.

"Udah pernah naik kapal laut kan, Sem?" tanya pamannya.

Semi sudah pernah naik kapal laut. Tapi itu sudah lama. Beberapa tahun lalu. Waktu ia dan keluarganya ke kampung halamannya.

Semi hanya duduk di bangku penumpang kapal. Pamannya, berkeliling. Mengobrol dengan penumpang kapal lain, dengan harapan bisa menjadi partner bisnisnya di Jambi dan sekitarnya.

Semi tertidur karena sejuknya hembusan angin yang masuk ke dalam kapal. Sesekali terdengar "jeritan" kipas angin yang dittempelkan ke dinding. Ngit, ngit, ngit..., begitu bunyinya.

Kipas angin itu sudah berdebu.

Untung saat itu, cuaca tidak begitu panas, sehingga udara cukup bersahabat baginya.

Namun tidur Semi tidak lama. Pamannya sudah membangunkannya.

Sampai di pelabuhan Bakaeuheni.

Semi dan pamannya bergegas kembali ke dalam bus. Pun dengan penumpang lain. Bus mulai bergerak, berjalan kembali.

Paman Semi tiba-tiba berbicara dengan nada tegas sebelum bus keluar dari kapal Ferry, "Nanti, saat kamu sudah sampai di rumah saya, tolong patuhi setiap aturan yang saya buat, ya?! Jangan membantah atau melanggar," pesannya, yang direspons Semi dengan anggukan kepala.

Paman itu tinggal sendiri. Tidak ada anak maupun isteri di rumahnya. Anak-anaknya telah dewasa semua. Merantau. Semuanya merantau ke pulau Jawa. Isterinya, entah di mana.

Setelah melewati waktu panjang dengan banyak waktu perhentian, akhirnya keduanya sampai di Kota Jambi.

Dari Kota Jambi, keduanya harus naik kendaraan lagi untuk ke rumah pamannya itu. Lantas keduanya naik travel. Butuh 4 jam perjalanan sampai di tujuan. Semi merasakan sangat lelah.

Setelah melewati perjalanan yang begitu panjang, akhirnya Semi sampai di rumah pamannya itu pada pada pagi hari.

Suasananya cukup nyaman. Daerah itu dekat dengan Negara tetangga, Malaysia. Kalau malam hari, rasanya kita bisa melihat dari rumah pamannya itu. Rumah pamannya dekat dengan laut.

Pamannya langsung beraktivitas. Mulai ke luar rumah. Semi, mau tidak mau, karena tertekan akibat pesan pamannya, ia akhirnya ikut beraktivitas. Tidak tidur lagi, walau hanya sebentar, karena dalam perjalanan jauh dan baru pertama kali---tentunya ia sangat kelelahan. Apa saja dilakukan, seperti menyapu, mengepel, dan merendam baju untuk dicuci. Tapi tidak dengan bajunya. Dibiarkan begitu saja. Di dalam tas ransel sedangnya.

Sebelum pamannya keluar rumah untuk beraktivitas, Semi dititipkan uang untuk makan. Pamannya mengarahkan Semi untuk membeli makanan di sini dan di situ. Jangan di sana dan jangan di sini.

Uang yang diberikan pamannya, kalau di Jakarta, sangat tidak cukup. Hanya cukup satu kali makan.

"Iya, paman," Semi menjawabnya dengan lemas.

Sebelum keluar rumah juga, pamannya itu berpesan bahwa kalau mau keluar---untuk menghikangkan rasa suntuk, mengarahkan agar jangan ke sana dan ke sini.

Semi mulai tidak nyaman.

Ingin rasanya ia menelepon ayahnya. Tapi ia urungkan.

Namun, hati Semi makin bertambah tidak nyaman. Terpaksa ia menelepon ayahnya.

Sambil menangis Semi berkata, "Semi enggak betah, ayah. Semi mau pulang aja. Enggak mau ke sini-sini lagi," isak Semi menelepon ayahnya.

Semi merasa tersiksa. Merasa banyak benar aturan. Banyak pula hal-hal lain seperti pada akhirnya Semi tahu, bahwa pamannya mudah sekali marah. Emosi tingkat tinggi.

Ia sangat tidak nyaman sekali. Merasa menyesal ke rumah pamannya.

Apa yang ia pikirkan akan asyik untuk seusianya, nyatanya tidak. Malah sebaliknya.

Padahal, awalnya ia tidak pernah sekalipun berpikir akan seperti itu.

Semi mulai agak tahu sifat pamannya. Ia tak habis pikir, pamannya seperti itu. Berbeda jauh sekali dengan sifat ayahnya. Ia rindu kepada sang ayah.

Semi memutuskan pulang. Bicara ke pamannya. Pamannya terkejut bukan main.

"Semi mau pulang. Ada panggilan kerja di Jakarta," kata Semi, yang terpaksa berbohong.

Pamannya seperti tidak percaya. Ia menelepon ayahnya Semi. Ayahnya Semi mau tidak mau ikut berbohong.

Semi sebelumnya bicara ke ayahnya untuk menjawab sama seperti dirinya agar segera pulang ke Jakarta.

Pamannya menyetujuinya. Tiket dipesan. Ke orang kenalannya.

Besok pagi Semi berangkat. Naik travel selama 4 jam. Dan naik bus ke Jakarta.

Lagi-lagi Semi kembali diarahkan---diminta untuk, kalau sampai di pemberhentian, tidak makan di sana dan tidak makan di sini. Tidak begini dan tidak begitu. Semi makin mantap untuk pulang.

Semi pulang ke Jakarta untuk menjaga hubungan keluarga dengan pamannya. Agar di kemudian hari, kalau bertemu seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

Namun, ayah Semi mengetahuinya, apa yang terjadi. Semi menceritakan saat tiba di rumahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun