Namun, Eli merasa gamang. Takut. Sebab Eli hanya percaya kepada Tony seorang. Eli mengaku belum pernah memiliki perasaan ini sebelumnya, sekalipun itu datang dari seorang pria tempatnya berasal.
Eli jatuh cinta berat. Bahkan katanya lebih berat dari memikul "dosa" yang telah dilakukannya bersama Tony.
Malam cukup tenang di tempat tinggalnya sementara, membuat Eli benar-benar terpuruk. Ibo paham itu. Eli merasa ingin memeluk Ibo. Eli butuh itu.
"Jangan, Eli. Jangan. Saya tahu kamu sedang mendapat masalah. Tapi ini tidak baik, walau hanya sesaat," imbuh Ibo, sambil menjauh dari badan Eli.
Eli meminta maaf ke Ibo. Ia hanya khawatir dan takut, kalau-kalau Tony benar-benar tidak mencintainya lagi. Takut juga kalau-kalau Tony mencari wanita lain yang sepemahaman dengannya.
Ibo menguatkan. Ibo kembali terdiam sejenak. Memikirkan kembali bagaimana keduanya bisa akur kembali. Tapi, Ibo ragu hal itu bisa berjalan baik, karena keduanya sama-sama keras dalam pendapatnya masing-masing tentang masa depan kehidupan.
"Halo. Ada orang," tiba-tiba pemilik tempat tinggal sementara Eli memanggil. Tut, namanya. Ia memanggil Eli hanya untuk memastikan bahwa penyewa rumah itu baik-baik saja.
"Iya, Tut. Ada apa?" tanya Eli.
Tut menjawab, "Tidak ada apa-apa."
Tut beralasan hanya lewat dan kebetulan pintu tempat tinggal Elit terbuka dan tidak begitu bising seperti biasanya. Maklum, Eli, penyuka seni, termasuk musik. Musikya pun musik keras (baca: rock), sehingga "tak nyaman" tiba-tiba ada perubahan.
Tut berlalu pergi.