Di Ndalem sendiri kami sangat sibuk karena banyaknya tamu yang silih berganti berdatangan. Kesibukan kesibukan ini yang sejenak membuatku lupa akan rasa sakit hatiku. Meski dalam waktu-waktu tertentu aku malah teringat dengan semakin dekatnya acara akhir ussanah berarti semakin dekat pula acara pertunangan Ning Salwa dan Kang jamal.
Di antara ribuan hadirin, aku menyaksikan Kang jamal dengan gagahnya sedang mengisi sambutan atas nama ketua panitia. Dia terlihat begitu berwibawa dengan sarung polos warna hitam dipadukan dengan baju 'takwa' warna putih. Dia tidak terlihat ndredeg meski berbicara di depan para tamu yang juga banyak dari kalangan para kyai. Melihatnya begitu tenang mengisi sambutan, aku mengiyakan dia begitu pantas dipilih Abah Zain menjadi menantunya.
Selepas pengajian selesei, Kyai Asror beserta putranya masuk ke dalam ruang tamu Ndalem. Saat aku menyuguhkan unjukan untuk beliau, beliau sedang berbicara serius dengan Abah Zain. Penasaran, aku tak mungkin berani menguping.
"Mbak anzelina, tolong panggilin neng Salwa nggeh!"
"Nggeh Bah"
Aku memanggilkan Ning Salwa yang sedang istirahat di kamarnya. Seharian ini Ning Salwa juga sibuk menemani Abah dan Ibu menjamu para tamu.
"Kang! Tolong timbal ke Kang jamal suruh ke ndalem nggeh!" Suara Bu Nyai mengagetkanku yang sedang terlelap dari setelah Subuh.
Kelelahan-kelelahan yang sedari kemarin ditahan kini seakan minta dibalas kan. Suasana pondok pun sangat sepi karena kebanyakan juga sedang tidur karna kelelahan habis acara tadi malam.
Biasanya Ibu paling tidak nyaman melihat santri yang tidur selepas Subuh, tapi mungkin karena kasihan beliau membiarkan kami. Karena merasa bersalah aku mencoba bangkit meski masih nyaman melelapkan mimpi.
Aku membereskan Ndalem dari sisa-sisa acara tadi malam. Kulihat di ruang tengah ada Kang jamal, Abah Zain, Ning Salwa dan Ibu Nyai sedang bicara serius. Hatiku sudah tak sesakit waktu awal aku melihat berkumpul. Aku rasa aku sudah mulai ikhlas menerima kenyataannya. Abah terlihat gusar dan nada bicaranya terdengar berat.
"Abah nyuwun ngapunten nggeh Lil" Hanya kata ini yang aku dengar dari obrolan mereka.