Mohon tunggu...
Robiatul Hidayah
Robiatul Hidayah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Random Public Article

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Habis Gelap, Terbitlah Terang

24 Desember 2023   02:05 Diperbarui: 24 Desember 2023   05:01 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
MOONLIGHT - Edvard Munch 1912

"Baik, Bi."

Bibi Marry menutup teleponnya. Suasana rumahnya tidak sepi seperti rumahku saat ini, tinggal berdua dengan Daniel, ayah ibu tinggal di luar negeri untuk bekerja, dan aku tidak bisa menyusul mereka di sembarang hari karena mesti kuliah.

Sudah dua hari aku tidak membalas pesan Pitan. Aku masih dibuat bimbang olehnya. Aku pun enggan untuk tahu sedang apa dia sekarang. Walaupun aku pacar yang sebenarnya, tapi aku justru merasa jadi simpanan karena rasa cinta Pitan untuk anak desa Derik itu lebih menyeruak dibandingkan hubungan kami. Apakah lelaki tulus benar-benar ada? Daniel bilang, dari miliaran orang di bumi ini, 60 persennya adalah orang yang baik, karena jika sebaliknya, dunia akan hancur. Orang seperti Pitan tidak termasuk bagian dari mereka bukan?

Setelah pukul 12.00 malam, Daniel pulang. 

Aku segera keluar kamar dan ingin menanyakan segalanya. Tapi yang kutemui saat ini Daniel sangat lesu. Matanya terlihat sudah mengantuk. Dia mengucek matanya beberapa kali. Mungkin dia kelelahan, kenapa juga jam segini baru pulang. Akhirnya aku mengurungkan niatku untuk bertanya pada Daniel.


***

1 bulan kemudian.

Pitan mendadak lengket denganku. Dibanding sebelumnya, dia berhasil merubah pikiranku untuk  berpaling darinya. Daniel juga selalu tersenyum tiap hari melihatku tenang dan tidak gelisah seperti biasanya. Saat itu, aku lupa untuk menanyakan Daniel pergi kemana hingga akhirnya aku memilih untuk tidak menanyakannya. Hari ini, Pitan sedang mampir ke rumahku. Dia bermain gitar bersama Daniel. Di sela-sela, aku pun ikut bernyanyi dari instrumen yang Daniel mainkan. 

"Aku mau ke toilet dulu sebentar." kata Pitan. Ponselnya digeletakan begitu saja di atas meja. Tak lama kemudian ada notifikasi masuk hingga ponsel tersebut menyala. Aku mengintip. Itu adalah pesan dari anak desa Derik itu yang bernama Intan, ia memberi tahu Pitan bahwa ia sedang hamil dan meminta tanggung jawabnya.

Bagai disambar halilintar, diriku mematung tak bertumpu. Jantungku seperti lepas dari kaitnya dan jatuh ke tanah. Aku ingin marah. Aku ingin berteriak. Mendengar instrumen yang dimainkan Daniel membuatku tambah ingin marah. Bagaimana ini? Mengapa? Mengapa bisa? Apakah mereka sudah sejauh itu? Oh ya benar, cinta Pitan memang seperti itu. Apakah karna aku selalu menolak permintaan itu dan dia beralih untuk melakukannya dengan Intan? Ini gila. Sungguh gila. Di sini ada Daniel. Entah apa yang akan dilakukan Daniel jika tahu Pitan menghamili perempuan lain. Aku tidak bisa berkata apa-apa sekarang. Diriku ingin meledak. Aku ingin meledak. 

Aku mundur. Aku bersender pada sofa. Mencoba meraih ponsel milikku dan mengalihkannya ke sana sembari meredam emosiku yang hanya sesaat. Aku ingin menangis. Tapi tidak, di sini ada Daniel. Pantas saja Pitan mendadak lengket denganku. Rupanya ia sedang melakukan kesalahan dan mungkin ia tidak mau bertanggung jawab, seorang Pitan. Kau tidak akan mendapatkan pembelaan apa-apa dariku. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun