Aku menggeleng dan berusaha menelan saliva karena tubuhku benar-benar kaku. Rasanya tengah terjadi kemacetan pada aliran darah. Seluruh tubuhku basah kuyup. Aku bahkan tidak merasakan udara dingin di situasi sepanas ini. Rumahku sudah cukup dekat. Aku harus tahan, ini melelahkan sekali tapi aku harus tahan.
Beberapa langkah lagi aku tiba di rumah, aku terkejut ada seorang lelaki yang sedang duduk di depan rumahku seraya menatap pintu. Tak lama kemudian lelaki itu menoleh.
"Mengapa basah kuyup? Payung yang kupinjamkan tadi kemana?"
Aku mematung. Mataku tertuju pada nama di jaketnya, Raka.
Tamat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H