Mohon tunggu...
Robiatul Hidayah
Robiatul Hidayah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Random Public Article

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hujan Sore

20 Desember 2023   22:52 Diperbarui: 23 Desember 2023   15:38 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
TREES BY THE BEACH - Edvard Munch 1904

Seorang lelaki tengah menyodorkan payung berwarna kuning padaku sambil tersenyum. Aku menatap payung-dirinya berulang kali, berpikir tentang bagaimana cara mengembalikannya, apakah tidak apa-apa?, rasa ingin menolak, namun-

"Setengah jam lagi maghrib. Tidak baik kau sendirian di sini sekarang. Keburu malam dan sepi, jika rumahmu di desa-aku tidak menganjurkanmu untuk kembali."

Dia benar. Perjalanan ke desa memang dekat, tapi ada beberapa rute yang sebaiknya tidak kulewati di malam hari. Aku juga tidak membawa uang cukup untuk menginap di penginapan kota, belum lagi uang untuk makan. 

"Bagaimana aku bisa mengembalikan ini nanti?"

Dia tersenyum lagi. "Ambil saja."

Dengan senang aku meraih payung itu dan membukanya. "Baiklah, terima kasih." Aku menunduk sedikit tanda pamit dan segera pergi meninggalkan lelaki itu buru-buru agar sempat sampai rumah sebelum azan maghrib. Setelah berjalan cukup jauh, aku menoleh ke belakang dimana tempat ia berdiri, ia masih memandangiku dengan tersenyum. Aku kembali menundukan kepalaku sedikit untuk mengisyaratkan aku senang dapat pulang berkat pertolongannya. 

Sudah sekitar 900 meter aku berjalan dan memasuki kawasan pepohonan. Saat aku masih di Jakarta, aku sangat takut dengan kondisi ini jika sedang berkunjung ke Malang. Tapi setelah aku pindah ke sini, aku terbiasa dengan kondisi ini. Aku tidak bisa mengendarai motor. Aku bisa mengendarai mobil tapi jaraknya terlalu dekat jika harus repot-repot mengeluarkan mobil. Aku juga suka mengecek jumlah langkah yang telah kutempuh per hari di aplikasi kebugaran pada ponsel. 

Di sini lebih dingin dari suhu di dekat toko buku tadi. Mungkin karena pohon besar yang jumlahnya banyak. Langitpun semakin gelap. Tiba-tiba, muncul wangi melati yang harum sekali. Aku suka wangi melati. Wewangian di daerah seperti ini hal yang biasa, jika ada pohon, pasti ada bunga, namun aku tidak perlu mencari tahu letak dimana melati itu bermekaran. 

"Gladis." 

Aku menoleh, rupanya Sintia. Aku sempat merinding karena hawa bawaan. Namun kini aku senang ada teman pulang. Sintia ini merupakan tetanggaku, kami cukup dekat setelah aku pindah ke Malang. 

"Aku menumpang payungmu, boleh?" 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun