Foto: Dokpri
PART 3
Waktu menunjukkan pukl 05.00 pagi, Sabtu akhir pekan pertama bulan Maret. Kami segera membersihkan badan dan mengemas kembali barang-barang bawaan ke dalam tas.Â
Desiran angin pagi di depan hotel Horas Abadi yang berhadapan langsung dengan danau Toba menggelitik pori-pori kulit. Udaranya sangat segar dan sejuk. Sembari menunggu teman-teman yang lain saya memilih duduk di depan bal-bale hotel sambil menarik sebatang rokok Acika ditemani segelas kopi.
Ayo, ayo jalan. Terdengar suara dari kamar sebelah meminta kami untuk segera bergegas. Itu adalah Febri yang sedari tadi sudah bersiap. Satu persatu keluar dari kamar hotel berjalan menuju tempat parkira mobil. Sebelum berangkat kami berpamitan dengan pihak hotel dan memberikan sebuah amplop yang berisi beberapa lembar uang sebagai tanda sewa atas penginapan semalam.
Hati-hati kalian yah, semoga perjalanannya hari ini menyenangkan. Ucap inang Abadi sembari menyalami kami satu persatu. Selepas pamitan kami langsung meninggalkan hotel itu.Â
Hari masih remang-remang memantulkan sisa cahaya rembulan malam dari langit-langit cakrawala. Waktu menunjukkan pukul 05.30 ketika kami menianggalkan Tuk-Tuk daerah tempat kami menginap selama satu malam. Kami meninggalkan Tuku-Tuk persis saat gerimis, sisa hujan semalam yang lebat mengguyur sebagian besar wilayah pulau Samosir. Jalan-jalan dipenuhi dengan genangan air.
Pagi hari kendaraan masih sangat sepi karena mobilitas masyarakat belum begitu padat. Di depan kami Bang Firman mengendarai mobil kijangnya dengan laju yang cukup kencang berhubung hari semakin pagi. Sebentar lagi matahari terbit dan memantulkan sinarnya yang panas. Itu akan membuat kami kewalahan mendaki Holbung.Â
Bang Firman ini sangat setia mendampingi dan menemani kami. Hari ini dia merelakan waktunya untuk menemani kami mengunjugi tempat-tempat yang telah ada dalam list agenda.
Dalam agenda yang telah dibuat, hari kami akan melakukan perjalanan ke beberapa tempat yakni; bukit Holbung, Sibea-bea dan Onanrunggu. Kami harus pergi pagi-pagi buta supaya bisa mendaki bukit Holbung sebelum panas mentari menyengat. Di sepanjang jalan menuju Sibea-bea saya menikmati pemandangan danau yang sangat indah.Â
Di pinggir jalan terdapat rumah warga Samosir dengan kekhasan budaya Batak. Satu hal yang saya banggakan dengan orang Batak adalah perihal budaya. Mereka sangat terikat dan terkontrol oleh sistem budayanya. Dalam pandangan klasik kelekatan denga budaya memang merupakan sutau kekuatan primordial yang tak mudah dilepaskan oleh seorang. Tetapi perlu diingat bahwa kebudayaan memiliki makna yang sangat dalam yakni pemersatu seluruh warga lokal. Orang yang mencintai budayanya adalah orang yang mengenal hakekat dan identitasnya. Sebaliknya melupakan budaya adalah melupakan budaya menandakan orang yang tidak mengenal siapa dirinya.