Di era disrupsi digital ini kecanggihan tekhnologi membuat makna kerja bagi manusia semakin kabur. Istilah Disrupsi digital sering juga dikenal dengan istilah Revolusi Digital yang dipahami sebagai perubahan dari teknologi mekanik dan elektronik analog ke teknologi digital yang telah terjadi sejak tahun 1980 dan berlanjut sampai hari ini. Revolusi itu pada awalnya mungkin dipicu oleh sebuah generasi remaja yang lahir pada tahun 80-an. Analog dengan revolusi pertanian, revolusi Industri, revolusi digital menandai awal era Informasi. Revolusi atau disrupsi digital ini telah mengubah cara pandang seseorang dalam menjalani kehidupan yang sangat canggih saat ini. Sebuah teknologi yang membuat perubahan besar kepada seluruh dunia, dari mulai membantu mempermudah segala urusan sampai membuat masalah karena tidak bisa menggunakan fasilitas digital yang semakin canggih ini dengan baik dan benar.
Dari definisi di atas dapat kita simpulkan bahwa secara bahasa disrupsi disebut sebagai suatu gangguan yang terjadi pada sebuah peristiwa atau, aktifitas dan proses (distrbance or problems which interrupt an event, activity or process). Pada landasan konsepsional disrupsi ditandai dengan perkembangan tekhnologi informasi digital dan berubahnya pola hidup manusia secara radikal. Disrupsi ini mengikuti revolusi industri peradaban industrial masyarakat yang telah sampai pada level 4.0 ketika perkembangan industri informasi virtual menyergap kehidupan sebagain besar bangsa masyarakat modern dan membangun kedangkalan dan perusakan kulutaral manusia.
Terganggunya tatanan sosial oleh kemajuan teknologi bukanlah fenomena baru bagi manusia. Tanda-tanda ini sudah mulai muncul sejak awal Revolusi Industri, di mana masyarakat manusia telah mengalami proses modernisasi tanpa henti sebagai satu proses produksi baru menggantikan yang lain. Disrupsi digital sebenarnya sudah mulai dipropagandakan sejak era tersebut.  Disrupsi digital ini kemudian membentuk identitas manusia yang baru yang disebut homo digitalis. Seperti yang dikatakan F. Budi Hadirman "kelahiran  homo  digitalis ke  pentas  sejarah  dimungkinkan  oleh  teknologi".
Dalam perspektif di atas budaya dodo-leles yang sudah punah dalam masyarakat Manggarai pertama-tama disebabkan karena revolusi industri yang sudah menyusup hingga ke sektor yang paling kecil dari kehidupan manusia. Tidak dapat dipungkiri bahwa hadirnya tekhnologi mengubah pola pikir manusia untuk mempersingkat dan mempermudah sistem kerja dengan menggunakan tekhnologi. Manusia berpindah dari sistem kerja tradisional ke sistem yang modern dengan memangkas nilai-nilai yang esensial dari sistem itu. Nyatanya nilai-nilai yang terbangun dari sistem kerja modern sangat bersifat superfisial di mana keuntungan bisnis lebih diutamakan. Sistem kerja modern lebih dibangun di atas hukum-hukum tertentu.
PenutupÂ
Dari eksplorasi di atas penulis menyimpulkan bahwa eksis dan punahnya kearifan lokal tergantung pada upaya masyarakat setempat untuk meregenerasikan budaya tersebut ke dalam setiap dinamika kehidupan. Kearifan lokal dalam masyarakat tentu saja berjalan beriringan dengan realitas sosial yang dinamis. Maka pengintegrasian ke dalam setiap dinamika sosial merupakan suatu upaya yang penting untuk dilakukan demi melestarikan kearifan lokal. Perkembangan zaman yang sulit dibendung mengharuskan manusia untuk beradaptasi dengan setiap perkembangan tersebut termasuk juga dengan segala kebudayaan yang dihidupinya.
Bahan BacaanÂ
Dr. Gregorius Neonbasu, SKETSA DASAR, Mengenal Manusia dan Masyarakat, Jakarta: Kompas, 2020
Paula A. Erickson & Liam D, Murphy, Sejarah Teori Antropologi, Jakarta: Prenada Media: 2018
Adi  M Nggoro, Budaya Manggarai Selayang Pandang, Ende: Nusa Indah, 20016
Johanes Boylon dan Fransiskus Widi Awah, Mbaru Gendang, Rumah Adat Flores Manggarai, Jogjakarta: Kanisius, 2020