Mohon tunggu...
Robertus Widiatmoko
Robertus Widiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Menerima, menikmati, mensyukuri, dan merayakan anugerah terindah yang Kauberikan.

Indahnya Persahabatan dalam Kebersahajaan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Hey Cinta

13 Februari 2019   10:51 Diperbarui: 13 Februari 2019   12:09 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mentari pagi hari ini masih bersembunyi . Ia tak ingin buru-buru menampakkan diri. Kalaupun ia hadir tak seorang pun berteriak memanggilnya. "Wahai Mentari terima kasih engkau baik sekali hari ini. Senyum manismu kan bikin hatiku sumringah. Jika kauulurkan tanganmu kan kusambut engkau dengan mesra," begitu gumamnya. 

"Hiruk pikuk deru laju kendaraan menenggelamkan aku dari semaraknya kehidupanmu maka biarkan aku menikmati tidurku. Bagaimana seandainya kita bergantian, dirimu yang bangkit dahulu biarkan aku lelap dalam tidurku? Ah, pasti Sang Majikan akan marah padaku," celetuknya lagi . 

"Sang Mentari bersinarlah sepanjang hari, kehadiranmu terus dinanti, karena engkau rendah hati dan berbakti. Ibu pertiwi selalu menanti jiwa berseri, biarkan kebaikanmu tertanam di hati, tanpamu dunia tak berarti," kata Majikan.

"Bagaimanapun, berikan yang terbaik dari dirimu. Engkau lihat, akhirnya ini adalah urusan antara engkau dan Tuhanmu; Bagaimanapun ini bukan urusan antara engkau dan mereka."

"Satu hal yang saya minta dari Anda: jangan pernah takut untuk memberi, tetapi jangan memberi dari kelebihan Anda. Berikan di mana hal itu sukar bagi Anda." 

 "Dalam kehidupan ini kita tidak dapat selalu melakukan hal yang besar.... Tetapi kita dapat melakukan banyak hal kecil dengan cinta yang besar."

"Berdoalah dengan keindahan doa anak kecil, dengan hasrat yang paling dalam untuk mengasihi dengan sungguh-sungguh dan untuk menyatakan kasih kepada orang yang tidak dikasih." 

"Orang sering keterlaluan, tidak logis, dan hanya mementingkan diri ; bagaimanapun, maafkanlah mereka."

"Bila engkau sukses, engkau akan mendapat beberapa teman palsu dan beberapa sahabat sejati; bagaimanapun, jadilah sukses."

"Bila engkau jujur dan terbuka, mungkin saja orang lain akan menipumu; bagaimanapun jujur dan terbukalah."

"Berikan yang terbaik dari apa yang engkau miliki dan itu mungkin tidak akan pernah cukup. Tetapi tetaplah berikan yang terbaik. Jangan pedulikan apa yang orang lain pikirkan atas perbuatan baik yang engkau lakukan. Percayalah bahwa mata TUHAN tertuju pada orang-orang yang jujur dan DIA melihat ketulusan hatimu."

"Kebaikan yang engkau lakukan hari ini, mungkin saja besok sudah dilupakan orang; Bagaimanapun, berbuat baiklah."

Dan pagi-pagi sekali Irma sudah bangkit, berlari jungkat jungkit, mengelilingi jalan berbukit-bukit. Dia tak merasakan sakit. Udara pagi segar sekali. Irma menghirup napas berulang kali. Lalu ia pun menyeberangi kali hendak menuju ke suatu tempat yang nyaman dan membikin hati terobati meski harus uji nyali. 

Tibalah ia di air terjun tempat aliran sungai terus gemrojog mengalir tiada henti. Irma duduk di bongkahan batu seorang diri menikmati terpaan air terjun. Muka dan sekujur badannya basah kuyup namun ia tak menghiraukan diri. Ia terus membenamkan diri. Hari itu ia betul-betul ingin menyendiri. 

Kubangan air jernih itu menyentuh naluri, memanggil, dan mengajaknya bermain kecipak kecipuk gedebag gedebug kanan kiri. Sampai suatu saat beriringan anak-anak, remaja, dan orangtua berdatangan ke lokasi itu. Tak ayal lagi sorak-sorai mereka gembira kegirangan menyambut air terjun itu.

Irma kembali tersadar dari lamunannya, sesegera mungkin ia menepi. Ia nampak senang melihat anak-anak dan remaja-remaja itu berenang di kolam. Tanpa menunggu waktu lama bergegas ia menceburkan diri. Ia mengikuti mereka yang sedang heboh mandi di bawah guyuran air terjun.

Mereka pun nampak gembira kedatangan teman bermain air. Air kehidupan memberi secercah pengharapan terutama Irma saat itu yang merasa dirinya terlupakan.

 Sementara itu, Bob kelimpungan terperdaya. Ia kehilangan kontak batin dengan dambaan hatinya. Baginya hal itu adalah malapetaka. Hari-harinya seolah-olah hampa. Ia terpenjara dalam belenggu antara benci dan rindu. Ia mesti menemukan akar masalah dan segera memulihkan keadaan. 

Sembari mencari keberadaan Irma, ia bermaksud sowan mengunjungi rumahnya. Barangkali orangtuanya bisa membantunya. Ia pun segera beranjak pergi menemuinya. Sepanjang perjalanan hanya Irma yang ada dalam pikirannya tak ada yang lain. Waktu terus melaju. Ia berharap dapat memerbaiki hubungannya. 

Dan sampailah sudah Bob memasuki halaman rumahnya. Kemudian ia pun beristirahat. Ia memarkirkan mobilnya dekat pematang sawah. Kepalanya melongok keluar hingga udara segar  menerpa wajahnya. "Eunak tenan. Anginne ora nguati. Wis ngeyup kene dhisik. Golek wektu sing pas. Duh ngantuke," gumamnya. 

Di kejauhan terdengar gaduh. Bunda dan Pak Agus gelisah melihat Irma tak ada di rumah sendirian berada di tempat yang jauh. Mereka khawatir akan terjadi apa-apa. Seharian penuh keluarga menunggu kabar namun tak ada kabar berita. Irma tak ada di rumah bersama keluarga. Pak Agus mengambil sepeda onthelnya. Ia menyusuri sawah demi sawah, kebun demi kebun bertanya ke warga setempat ke sana ke mari. 

Namun, ia tak mendapati jawaban memuaskan semua mengatakan tak tahu bahkan tak melihat sama sekali. Pada saat itulah Pak Agus secara tidak sengaja mendapati mobil Bob. Ia tidak begitu asing lagi. "Lha, kebetulan Nak Bob to iki" celetuknya.

"Kapan sampai Nak Bob? Aduh, Nak Bob beruntung Nak Mas datang. Tidak kasih kabar kalau Irma sudah pulang kan?" tanyanya. 

"Hah, maksud Bapak Dik Irma sudah kembali ke Indonesia?Kapan tibanya Pak?" Bob terheran-heran. 

Sejurus kemudian Pak Agus menjelaskan dengan gamblang tentang kejadian itu. Ia juga menceritakan bahwa Irma sudah kembali dan bersyukur bisa kembali ke rumah. Namun, saat ini Irma ternyata membuat kejutan lagi. Berdua terdiam sesaat. "Barangkali ada tempat yang pernah berkesan, Nak Mas? Pernah berdua seiring sejalan? Biasanya kalau lagi bertengkar salah satu akan ke lokasi itu. Dan ia memohon supaya kenangan itu berbalik lagi," celoteh Pak Agus. 

"Pak Agus pernah mengalami?" tanya Bob. 

"Ya, setidaknya itu. Pacaran itu lumrah kalau ada silih pendapat. Pasti antara Nak Mas dengan Irma lagi berantem, kan? Jujur saja, Bapak tidak marah," tuturnya. 

Bob tertunduk. Ia terdiam membisu. Ia sedang mengingat-ingat siapa tahu dapat jawaban. Pak Agus lama menunggu. Sekejap kemudian Bob menjentikkan jari jemarinya. "Aha, kulo enget Pak. Saya waktu itu pernah berdua ke Wisma Kaliurang bermotor menyusuri jalan hingga menanjak ke atas. Saat itu liburan semester. Kami makan sate kelinci dan sebentar main ke Istana Putri" tuturnya.

 "Selain bermain ke sana ke mana lagi?" tanyanya. "Terakhir kami bermain ke air terjun karena itulah tempat paling romantis. Berdua basah kuyup hanya gara-gara mau ambil foto latar air terjun. Kami saling bertatapan. Lebih-lebih saya menatapnya penuh hangat, waktu itu hawa sekitar dingin sekali, mungkin karena pakaian kami basah kuyup. Jadi, kami pun saling berpelukan. Itulah pengalaman paling berkesan, Pak," celotehnya. 

"Nah, ketemu jawabannya Nak. Pasti saat ini dia sedang berada di sana," katanya. 

"Bapak yakin, ia ada di sana?"tanyanya. 

"Seribu persen yakin, Nak. Ini nalurinya seorang ayah. 

Cepat Nak Bob ke sana! Bicarakan baik-baik. Apa Bapak perlu ikut?"sahutnya.

 "Mboten usah Pak, ben kulo piyambak. Pun Bapak di sini saja" jawabnya. 

"Ya, usahakan sampai ketemu nggih Nak. Hati-hati di jalan!" nasihatnya. 

Kemudian Bob bersiap-siap. Ia segera menghidupkan mobilnya dan berangkat menuju ke tempat yang dimaksud. Hari menjelang sore, Bob terus mengitari jalan-jalan. Kantuknya begitu terasa ia lalu memutar radio agar rasa kantuknya hilang. 

"Hai hai hallo hallo, apa kabar jumpa kembali bersama Kak Doni di sini, di 98 Fm radionya Jogja. Baiklah biar pendengar budiman hilang kantuknya coba deh nikmati lagu keren  ini. Kak Doni harap kalian suka ...Dan jangan lupa hati-hati di jalan terutama belokan semoga selamat sampai tujuan. Taraaa ..." 

Alunan lagu pun mengalun merdu. "Tahu saja ni penyiar," celetuknya.

Tidak memakan waktu lama, ia sudah mulai dekat lokasi tujuan. Ia memasuki kawasan air terjun dan melihat kerumunan orang-orang sedang asyik mengambil foto. Cekrik ...cekrik nampak sebagian dari mereka mengambil fose bergaya milenium. Kelihatan seorang dara jelita, berambut agak panjang dengan postur tubuh lumayan gemuk. 

Ia mengenakan kaus merah berkerah dan ada gelang di tangan kirinya. Dara jelita itu duduk-duduk di sebuah pondok warung makan. Di depannya ada semangkuk mie dengan asapnya yang mengepul-epul bikin orang lapar. Semakin dekat udaranya semakin menyengat hidung.

 "Hmmm ...pasti eunak banget" gumamnya. Bob lalu mendekat dan benar Irma memang berada di situ. 

"Hey Cinta, apa kabar?" tuturnya. 

Irma menoleh ke arah Bob. Namun, ia tak sedikit pun menjawab. Bibirnya terkatup rapat. Bob pura-pura tidak tahu kalau Irma sudah balik dari Australia. 

Ia mendekat. "Apa kabar, sayang? Eh kapan kamu balik koq nggak kasih kabar ke aku. Malahan tiba-tiba sudah berada di sini. Sendirian lagi. Kamu tidak lagi marahan kan Dik Irma?"katanya. 

"Tahu dari siapa, aku di sini?" tanyanya ketus. 

"Ya dari ayahmu dong. Tadi aku barusan dari rumahmu, kabarnya kamu kabur dari rumah. Warga sekitar heboh lebih-lebih ayah dan bundamu. Kamu nggak kasihan sama mereka. Mereka khawatir kalau kenapa-kenapa, Dik," celotehnya.

 "Ya, aku mengaku salah. Tapi, Mas Bob perlu cerita siapa wanita yang bersama Mas Bob tempo hari. Ehh ...maksud aku. Mas sekarang lagi jalan dengan seorang wanita kan?" tanyanya takut kebablasan. 

"Dik Irma memang tahu dari siapa?" penasaran Si Bob. 

"Sahabatku cerita, katanya dia lagi dekat dengan seseorang. Dan seseorang itu, ya Mas Bob itu!" serunya. 

"Jujur saja Mas, nggak usah ngelak," sergahnya. 

"Aku tahu koq, Mas Bob itu orangnya jujur. Saking jujurnya makanya sahabatku itu suka, demen banget sama Mas tahu nggak?" celetuknya. 

"Begitu katanya. Bikin GR aku aja, " sahutnya. 

"Idih sombong, baru juga dipuji sudah norak," balasnya. 

"Ya. Baiklah. Aku memang lagi jalan dengan seseorang. Aku tak tahu kalau dia sahabatmu. Yang aku tahu dia itu cantik. Dan aku kehilangan sesuatu ketika kau tinggal pergi. Dia hadir mengisi kekosongan hatiku ini. Tapi maafkan aku mungkin aku sedang khilaf. Aku sudah melukai dia dan juga kamu. Dua-duanya dara jelita yang smart. Dan aku meminta dibukakan pintu maaf darimu Dik Irma" katanya. 

"Mas Bob sendiri mencintai dia nggak?" desaknya.

 "Aku terlanjur sayang sama kamu. Dan sekali lagi aku mohon bukakan pintu hatimu, Yang," bujuknya.

 "Terus sahabatku itu terima nggak. Dia pasti sakit hati kan?" tanyanya lagi. 

"Dia cukup terluka dan tidak bisa menerima kenyataan itu. Tapi, dia punya jiwa besar. Dia ikhlas karena tahu wanita itu adalah sahabatnya juga," tuturnya.

 "Baiklah, Mas Bob harus meminta maaf lagi ke sahabatku itu. Itu syarat pertama. Selanjutnya, antar kami pulang ke rumah kami masing-masing. Itu syarat kedua. Terakhir, Mas Bob tidak boleh bohong lagi. Jangan ada dusta di antara kita!" katanya.

"Kami?Maksudmu?" Bob termangu-mangu.

 "Yach, kami. Aku dan Renny di sini. Kami sudah seharian di sini sama-sama. Kami bincang-bincang sangat akrab dan cukup lama dan berbicara dari hati ke hati. Malam itu aku segera menghubungi  Renny dan memohon agar bisa ketemuan. Aku mengajaknya main ke sini. Dia sudah bicara panjang lebar. Kami saling terbuka koq. Kami ini sahabat kental. Itu pentingnya punya sahabat dan arti sahabat sejati. Jadi, kami nggak mau persahabatan ini retak hanya gara-gara mementingkan ego kami masing-masing. Ada hal lain yang lebih penting dari masalah itu. Coba Mas pikir hidup untuk makan atau makan untuk hidup?" celotehnya. 

"Terserah kamu saja. Aku sich suka makan-makan. Sekarang ada di mana dia?" lagi-lagi Bob dibikin penasaran. 

"Hey Cinta!" Renny kembali menyapa Bob dengan penuh senyum. 

Berdua lalu ketawa ngakak dan berjalan beriringan menuju ke mobil. Bob tersentak kaget dan hanya bisa terdiam membisu. Tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Sembari ngobrolin sesuatu keduanya duduk di bagian belakang. Bob mengemudikannya dengan tenang. Ia berharap hari itu Irma bisa kembali menatap masa depannya. 

Begitu pun Renny, ia tak lagi menyimpan luka yang terpendam. Ia berdoa semoga ada seseorang yang mau menjalin hubungan dengannya. Akhirnya, tiba juga Irma di rumahnya. Ayah dan Bunda mengucap syukur. Bob sudah mengantarnya dengan selamat. 

"Terimakasih Nak Mas, maaf merepotkan," kata Bunda. 

"Nggak papa Bunda, memang hidup harus tolong menolong. Harus mencintai satu dengan yang lain," jawabnya. 

"Sudah malam, Bunda. Saya izin mohon diri takut kemalaman di jalan" lanjutnya. 

"Ya, terimakasih hati-hati Nak Mas," tuturnya.

 Kemudian Bob berlalu meninggalkan rumah itu. Irma menangis sesenggukan dipeluk ayah.

"Ampun, ampun ayah!" serunya. "Kenapa kamu menangis?" tanyanya. 

"Huk ...huk, ayah kakiku, kakiku, kakiku diinjak ayah," balasnya. 

"Wow alla, kamunya nggak ngomong," tuturnya. 

Kemudian telinganya dijewer dan ia diomelin macam-macam. Rupanya ayah tak ingin kejadian seperti itu terulang lagi.  

Manusia Bodoh. (ADA Band)

Dahulu terasa indah
Tak ingin lupakan
Bermesraan selalu jadi
Satu kenangan manis

 Tiada yang salah
Hanya aku manusia bodoh
Yang biarkan semua
Ini permainkanku
Berulang-ulang kali

 

Mencoba bertahan sekuat hati
Layaknya karang yang dihempas sang ombak
Jalani hidup dalam buai belaka
Serahkan cinta tulus di dalam takdir

Tak ayal tingkah lakumu
Buat 'ku putus asa
Kadang akal sehat ini
Tak cukup membendungnya

 Hanya kepedihan
Yang selalu datang menertawakanku
Dia belahan jiwa
Tega menari indah di atas tangisanku

Mencoba bertahan sekuat hati
Layaknya karang yang dihempas sang ombak
Jalani hidup dalam buai belaka
Serahkan cinta tulus di dalam takdir
Tapi sampai kapankah
'Ku harus menanggungnya?
Kutukan cinta ini

Semua kisah pasti ada akhir
Yang harus dilalui
Begitu juga akhir kisah ini
Yakinku indah

 Mencoba bertahan sekuat hati
Layaknya karang yang dihempas sang ombak
Jalani hidup dalam buai belaka
Serahkan cinta tulus di dalam takdir
Tapi sampai kapankah
'Ku harus menanggungnya?
Kutukan cinta ini
Bersemayam dalam kalbu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun