Pada 23 Februari 2013 lalu, di Sheraton Bandung, Ketua Umum REI mengatakan bahwa kalangan pelaku industri properti Indonesia setuju untuk kembali menggunakan bahasa lokal dalam penamaan apartemen dan unit klaster. Ia pun menambahkan bahwa saat ini banyak apartemen dan unit klaster yang menggunakan nama asing dengan alasan yang tidak jelas.
Apa yang dikatakan oleh Ketua Umum REI tersebut bukanlah hal baru. Pada 1995 silam, Ketua Umum REI, Enggartiasto, mengatakan bahwa imbauan pemerintah agar kompleks-kompleks perumahan menggunakan bahasa Indonesia yang baik akan dilaksanakan semua anggota REI. Direncanakan mulai September 1995 tidak ada lagi perumahan-perumahan baru yang menggunakan nama bahasa asing, sedangkan perumahan-perumahan lama yang sudah terlanjur menggunakan bahasa asing perlahan-lahan akan mengubah namanya ke bahasa Indonesia.
Dengan semangat kebangsaan, tekad itu pun dituangkan ke dalam perubahan AD/RT, yang ditetapkan di  Jakarta , 14 Desember 1995. Pada saat itu nama organisasi REI diubah,  perkataan real estate menjadi realestat,  seiring dengan dikobarkannya kembali semangat kebangsaan melalui peresmian penggunaan Bahasa Indonesia pada nama kawasan perumahan dan permukiman dalam rangka memperingati 50 Tahun RI. Masih pada tahun 1995, dalam seminar REI juga menampilkan Ketua Pusat pembinaan dan Pengembangan Bahasa (sekarang Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa) Prof. Dr. Anton Mulyono, untuk menjelaskan cara-cara penggantian nama dari bahasa asing ke Bahasa Indonesia. Untuk mewujudan hal tersebut, REI dan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia menandatangani perjanjian kerja sama dalam penggunaan bahasa Indonesia yang baik.
Bapak tentunya sudah mengetahui tentang Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Di dalamnya disebutkan bahwa bahasa Indonesia wajib digunakan untuk nama perumahan, dan  dalam informasi tentang produk yang beredar di Indonesia.
Republik ini lama sekali menunggu janji REI. Perumahan yang memakai nama asing bukannya berkurang, tetapi malah menjadi norma. Bukan hanya norma, tetapi juga berlomba-lomba memamerkan  nama asing untuk menunjukkan kehebatan perumahan tersebut.
Hormat saya Robert Parlaungan Siregar,
Pemerhati Indonesia Kekinian
Catatan: 1.REI tidak pernah menanggapi posel diatas. 2. Nama perumahan dalam bahasa asing malah semakin marak.
Pengastaan
Hanya klaster yang paling murah yang memakai nama Indonesia.  Tampaknya telah terjadi pengastaan.
Orang Indonesia yang kaya hanya ingin tinggal di perumahan yang memakai nama asing. Orang Indonesia yang kaya cenderung malu berbahasa Indonesia.