Sebelum jadi Nabi pun, dalam budaya Arab celana menutupi mata kaki itu sebuah kesombongan (lambang kemewahan). Kain mahal di zaman itu. Nabi memakai idiom 'celana menutup mata kaki' untuk menggantikan kata sombong. Jadi sebenarnya bunyi hadits tersebut  : "Orang sombong dibakar di neraka".
Untung Rasulullah bukan orang Indonesia. Jika ada hadits "Unjuk gigi dibakar di neraka". Mereka akan mengharamkan gigi yang terlihat saat bicara. Jadi kalau bicara harus tetep mingkem kalau nggak ingin dibakar di neraka. Padahal 'unjuk gigi' itu idiom, kata yang bermakna konotatif yang  artinya menunjukan kekuatan.
Soal jenggot juga hampir sama dengan celana cingkrang. Nggak ada hubungannya dengan akidah. Tapi bagus kalau kamu berjenggot karena cintamu pada Rasul (ingin persis seperti beliau). Itu yang membuat berjenggot jadi berpahala. Kalau punya jenggot otomatis dapat pahala, wedus bakalan punya pahala yang banyak sekali. Karena wedus berjenggot.
Rasul berjenggot tujuannya untuk menyelisih. Agar beda dengan penganut agama lain. Di zaman itu di Arab, para penganut agama yang berbeda saling mengintai.
Jenggot adalah lambang kedewasaan, kebijaksanaan. Nggak ada anak kecil berjenggot. Anjuran memelihara  jenggot itu lebih pada untuk memelihara kedewasaan, memelihara  kebijaksanaan. Cukurlah kumis, karena kumis dekat dengan mulut. Dekat dengan fitnah, ghibah dan banyak lagi. Maka jagalah mulutmu.
Andai aku menikah dengan April, aku nggak bakalan tega melarang anakku bernyanyi, menggambar makhluk hidup, menari dan banyak yang diharamkan oleh sekte Salafi. Itu membunuh daya imaji dan kreatifitas anak. Karena pada dasarnya anak-anak suka menyanyi, menggambar, dan bermain. Â Mereka bisa tahan main game seharian tanpa makan.
Aku penasaran, bagaimana sikap orang tua Salafi ketika tahu anaknya nyanyi, "satu satu aku sayang ibu..dua dua juga sayang ayah..."
Kebanyakan alasan pengharaman musik berasal dari hadits ""Kelak akan ada dari umatku beberapa kaum yang menghalalkan zina, sutera, minuman keras dan musik." (HR. Bukhari dan Abu Daud). Memang, musik banyak digandengkan dengan zina dan minuman keras. Tapi bukan berarti musik itu haram. Selama nggak melalaikan ibadah, silakan saja bermusik.
Musik itu ekspresi sejati manusia. Kita bicara tiap hari itu musik. Logat atau cengkok itu musik. Tiap daerah beda logatnya. Sudah aku tulis di episode sebelumnya, tak tulis maneh gak popo yo.
Membaca puisi, ngaji, adzan maupun qomat pun sebenarnya itu bermusik. Ada nada, irama, tempo dan bunyi. Â Dengan unsur-unsur itu lah Al Qur'an jadi lebih merdu dilagukan. Jadi, bagaimana mungkin musik diharamkan?
Musik itu cuman kendaraan. Bisa dijadikan alat pendidikan, alat dakwah, alat propaganda, alat maksyiat, bahkan bisa jadi alat penyembuh (healing). Makanya penikmat musik lebih awet muda dari yang tidak suka musik.