Mohon tunggu...
Robbi Gandamana
Robbi Gandamana Mohon Tunggu... Ilustrator - Ilustrator

Facebook : https://www.facebook.com/robbi.belumfull -------- IG : https://www.instagram.com/robbigandamana/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cinta Radikal (Mencari April - 4)

21 Januari 2019   13:56 Diperbarui: 22 Januari 2019   17:30 676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

maka
kita harus bisa berjalan di sela-sela rintik hujan
agar memahami betapa luas kemungkinan-kemungkinan dalam kehidupan

***
hujan itu misteri
nikmati saja misterinya
jangan bertanya bagaimana uap air mencapai langit
padahal saat memasak air
uapnya tak pernah sampai ke langit-langit

ah, aku hanyalah awam
tak paham ilmu alam
tak percaya dengan teori hujan
kupikir itu batasan kemampuan pikir manusia
pasti ada ilmu yang lebih tinggi
menjelaskan kronologi hujan
tapi biarlah itu jadi rahasia alam dan Tuhan
karena hidup bukan kesimpulan
hidup itu pencarian

***
ingatlah satu hal
jangan sekali-kali kau maki hujan
hanya karena airnya menyusahkan
kau terusir dari rumahmu sendiri
dagangan sepi pembeli
sekolah-sekolah diliburkan
pegawai kantor tak bisa kerja
tanaman padi rusak binasa
banjir dimana-mana..

sadarlah
hujan hanya taat pada perintah Tuhan
mengalir ke tempat yang lebih rendah
bekerja sama dengan gravitasi
rela tidak menjadi diri sendiri

harusnya kau marah pada dirimu
yang enggan berkolaborasi dengan alam
kau eksploitasi mereka habis-habisan
demi nafsu yang tak pernah terpuaskan
banjir datang, sibuk mencari kambing hitam

Solo, 18 November 2016

****
Memang aku belum benar-benar belum bisa melupakannya. Semakin aku menjauh semakin pula aku ingin mendekat. Semakin aku menghindar, semakin pula aku ingin segera menemuinya walau hanya sekilas melihatnya dari jauh.  Tapi aku harus melawannya tanpa harus lari dari kenyataan ke minuman keras atau drug. Aku tidak sepengecut itu. Hadapi atau mati.

Selama ini aku kayak anjing Herder yang mengejar-ngejar ekorku sendiri. Muter-muter terus nggak henti-henti. "Make up your mind! Ojok plintat plintut! Teruskan atau selesaikan!" ledek suara-suara dalam hati.

Tapi kali ini harus final. Aku membayangkan jauh ke masa depan. Seandainya aku jadi 'imam'nya April (duh 'imam' Mbul, istilah para muslim kagetan). Aku nggak mau nantinya dipaksa bercelana cingkrang dan atau berjenggot seperti kebanyakan anak Salafi.

Bagi kami celana di atas mata kaki itu bukan akidah. Hadits "Celana menutup mata kaki dibakar di neraka" itu bicara soal kesombongan, bukan soal celana. "Celana menutup mata kaki" itu idiom  yang merujuk pada orang yang sombong.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun