Oke, matinya harapan adalah kematian terbesar. Tapi dalam konteks percintaan, itu oke saja. Karena (cuman) mengharapkan seorang manusia. Jangan berlebihan berharap pada manusia. Jangan berharap pada kecantikan dan kegagahan. Itu semua 'tipuan' belaka. Karena sesungguhnya manusia tidak bisa diharapkan. Berharaplah hanya pada Tuhan yang Maha Abadi.
Terlalu berharap hanya pada seorang perempuan di antara semilyar perempuan itu konyol. Cinta memang radikal. Ada pilihan semilyar perempuan di luar sana, tapi aku malah mati-matian mengharapkan perempuan yang tidak mengharapkan aku.
Tapi suara-suara dalam pikiranku terus saja bersuara, "Woeeeii dungu! Memang ada semilyar perempuan di luar sana. Tapi tahukah kau bahwa tiap manusia diciptakan berbeda, walau kembar identik sekalipun. Begitu juga kamu atau juga April. Kamu itu the one and only, tidak akan ada yang menyamai."
Sialan, diam kau!
****
April seumpama hujan. Indah sekaligus misterius. Dari mana dia datang dan akan kemana perginya, selalu jadi pertanyaan abadi di kepalaku. Ah, aku jadi ingat puisi lamaku, tentang hujan. Saat sebelum pikiran dan jiwa ragaku 'terpolusi' April.
Misteri Hujan
mungkin kau belum mengerti
ketika datang kesempitan hati
datanglah pada hujan
berjalanlah di sela-sela rintiknya
di sana ada ruang
yang akan meluaskan hatimu
menyadarkanmu
bahwa hidup ini luas dimensinya
di sana akan kau temukan
kedamaian sejati
yang tak 'kan kau temui di istana yang paling bagus
atau juga di lagu yang paling religius
di sana kau akan jadi ringan
tak ada beda kenikmatan dan penderitaan
karena penderitaan itu diperlukan manusia
penderitaan adalah syarat dari keindahan
penderitaan itu kenikmatan yang menyamar
tak ada bayi lahir tanpa penderitaan ibunya
bagaimana kau tahu nikmatnya sehat kalau tak pernah sakit?