Mohon tunggu...
Robbi Gandamana
Robbi Gandamana Mohon Tunggu... Ilustrator - Ilustrator

Facebook : https://www.facebook.com/robbi.belumfull -------- IG : https://www.instagram.com/robbigandamana/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan featured

Wiji Thukul, Apa Gunanya Banyak Baca Buku, kalau Mulut Kau Bungkam Melulu!

19 Desember 2015   14:14 Diperbarui: 26 Agustus 2018   06:59 9992
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apalagi saat dia didapuk jadi ketua divisi budaya oleh PRD (Partai Rakyat Demokratik). Dia punya alat dan wadah untuk lebih mempermudah jalannya menyuarakan, membela rakyat kecil.

Banyak seniman di masa Orba tak setuju pada sikap Thukul ini. Bagi mereka seni tak bisa dicampuradukkan dengan politik. Seni untuk seni dan politik hanya mengotori kesuciannya. Tapi selalu ada masa saat orang terpaksa berhadapan dengan sistem yang menindas dan seniman ikut terpanggil menentangnya.

Pernah suatu malam Thukul tiba-tiba menangis. Ternyata Thukul sedang menulis sajak tentang penderitaan penduduk Cimacan yang di rampas tanahnya dan hanya mendapat ganti Rp 30 (tiga puluh rupiah!) per meter:

DI TANAH NEGERI INI MILIKMU CUMA TANAH AIR

bulan malam membuka mataku
merambati wuwungan rumah-rumah bambu
yang rendah dan yang miring
di muka parit yang suka banjir
membayanglah masa depan
rumah-rumah bambu
yang rendah dan yang miring
lentera minyak gemetar merabamu
penggembara oh penggembara yang nyenyak
bulan malam menggigit batinku
mulutnya lembut seperti pendeta tua
menggulurkan lontaran nasibmu
o tanah-tanah yang segera rata
berubahlah menjadi pabrik-pabriknya
kita pun kembali bergerak seperti jamur
liar di pinggir-pinggir kali
menjarah tanah-tanah kosong
mencari tanah pemukiman disini
beranak cucu melahirkan anak suku-suku terasing
yang akrab derngan peluh dan matahari
di tanah negri ini milikmu cuma tanah air

(Solo, tanpa tahun)

Puisi-puisi Wiji Thukul sangat lugas, miskin rima, apa adanya tanpa kiasan atau kaidah puisi pada umumnya. Jauh dari kesan indah atau romantis. Tapi puisi-puisinya bernyawa, perkasa sekaligus getir.

Di puisi-puisi Wiji Thukul saya tak menemukan cerita soal cewek ketemu cowok, bercinta, menikah, hamil, punya anak bla bla bla. Dan segala isapan jempol soal romantisme yang banyak kita jumpai ketika berumur belasan.

Puisi yang paling cadas dan sering dipakai untuk menyuarakan ketidakadilan penguasa adalah 'Peringatan'. Kalimat dalam puisi ini yang sering dijadikan tagline adalah 'hanya ada satu kata: lawan!'

PERINGATAN

Jika rakyat pergi
Ketika penguasa berpidato
Kita harus hati hati
Barangkali mereka putus asa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun