Mohon tunggu...
Robbi Gandamana
Robbi Gandamana Mohon Tunggu... Ilustrator - Ilustrator

Facebook : https://www.facebook.com/robbi.belumfull -------- IG : https://www.instagram.com/robbigandamana/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Antara Good dan God

21 November 2015   11:59 Diperbarui: 29 Januari 2016   08:41 3963
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

"Aku nggak bisa percaya pada satu Tuhan kalau ada begitu banyak Tuhan..Muslim, Kristen, Yahudi. Ada banyak Tuhan itu, tapi hanya ada satu dunia. Aku percaya pada satu "o" lagi dalam kata God (Tuhan): Aku percaya pada good (baik)." (Ozzy Ousborne)

Saya tidak membenarkan atau menyalahkan Quotes Ozzy Ousborne, si rocker kacau ini. Saya sendiri muslim bukan atheis. Cuman saya heran pada agamis golongan keras (ISIS dan sejenisnya), tahu agama, paham kitab suci, tapi kok hobinya perang. Memaksa orang agar sama dengan ideologinya.

Sedangkan yang Atheis malah humanis, cinta damai dan penuh toleransi. Kok malah lebih Rahmatan Lil Alamin (membawa rahmat dan kesejahteraan bagi seluruh alam) dari ISIS yang percaya Tuhan, paham agama, yang seharusnya mendamaikan malah menciptakan permusuhan.

Tapi atheis itu sebenarnya tidak ada. Mereka bukan nggak percaya pada Tuhan tapi nggak percaya pada wacana tentang Tuhan. Itu akibat banyak agamis yang seharusnya mendamaikan, menyejukan, tapi malah kerjaannya musuhi orang (karena memaksakan orang lain agar sepaham dengan dia).

Akhirnya banyak manusia yang 'kebingungan' lebih memilih percaya pada good daripada God, seperti yang dialami Ozzy Ousbourne di atas. Padahal good dan God adalah suatu kesatuan yang tak bisa dipisahkan. Tapi God (Tuhan) tidak bisa dibuktikan secara ilmiah sedangkan good  bisa walau nggak kasat mata juga.

Jhon Lennon sebenarnya sudah lama menyinggung soal pemaksaan ideologi yang berujung pada perang :

"Bayangkanlah tak ada Tuhan, tak ada neraka, tak ada surga, tak ada negara. Tak ada alasan untuk membunuh dan terbunuh. Di atas kita hanya ada langit. Bayangkanlah semua orang hidup hanya hari ini (tak ada akhirat). Bayangkan semua orang menjalani hidup dalam damai..."

**

Memilih jadi atheis bukanlah pilihan bijak tapi menjadi manusia agamis yang kayak ISIS itu lebih payah lagi. Silahkan saja ente mau jadi atheis atau komunis sekalian selama itu jadi ideologi pribadi, tak ada intervensi dan tindakan dekstruktif pada orang lain...monggo.

Kayaknya banyak yang salah kaprah soal komunis dan PKI. Komunis adalah paham yang menolak kepemilikan barang pribadi, semua barang produksi menjadi milik bersama. Contohnya kalau ente punya sebuah Band, silakan saja pakai sistem komunis. Sedangkan PKI adalah partai politik yang berideologi komunis, dan inilah yang dilarang keras di Indonesia.

Jangankan komunis, agama pun kalau dijadikan partai akan jadi 'busuk'. Banyak orang alim yang begitu berpolitik terseret jadi munafik. Walaupun tidak semua politikus begitu. Cuman ingat : satu orang munafik lebih berbahaya dari seratus orang kafir.

Dan orang sekarang itu gampang banget mengkafirkan orang lain. Okelah kalau memang menurut ente orang lain itu kafir, jangan sampai kata itu keluar dari mulut, ucapkan dalam hati saja. Karena itu lebih maslahat daripada ente terang-terangan bicara di depan orangnya.

Ingat pitutur Emha Ainun Nadjib:

“Sudah, anggap saya ini kafir, terus apa hak anda? Atau hak orang lain terhadap saya? Ini menyangkut martabat manusia. Mengenai benar kafir tidaknya orang, itu wilayah Tuhan. Dalam urusan hubungan antar manusia adalah jangan nuding-nuding orang. Itu merendahkan dan menyakiti hatinya. Dalam Islam sangat dilarang menyakiti hati orang lain..." 

(Sebenarnya masih panjang pitutur beliau, tapi saya ambil yang terpenting saja. Soale aku ngerti ente wong sing gak betah moco tulisan dowo).

ISIS dan kelompok kolot yang lain masih saja menyalahartikan ayat soal "halal darahnya". Banyak orang yang hanya membaca ayat tanpa mau repot menelurusi dimana, kapan dan kenapa ayat itu turun.

Menurut KH Ahmad Muzammil, Pengasuh Ponpes Rohmatul Umam Jogja, Ketika Khalifah Abu Bakar Ashiddiq membunuh orang-orang yang murtad. Abu Bakar memposisikan dirinya sebagai pemimpin umat, sehingga dia berada dalam ruang jabatan politik. Penyebab dibunuhnya orang-orang murtad oleh Khalifah Abu Bakar saat itu karena mereka dianggap sebagai gerakan separatis yang berpotensi mengganggu jalannya roda pemerintahan di bawah kepemimpinan Abu Bakar saat itu.

Sehingga alasan utama membunuh orang-orang murtad tersebut bukan kemurtadannya tapi karena separatisnya yang mengganggu pemerintahan. Dan hal ini tidak bisa dijadikan sebagai landasan agama. Kalau kemudian menjadi landasan pemikiran politik, itu suatu hal yang mungkin dilakukan, karena tiap penguasa politik pasti memiliki sensitifitas yang tinggi soal ancaman terhadap kekuasaannya.

Sekarang marak aliran-aliran kaku, ketika ada umat yang sesat langsung disikat. Tanpa repot mengajaknya dialoq, langsung bakar rumahnya, diusir dari tanahnya sendiri. Itulah yang bikin orang lari dari Islam. Kalau orang melihat Islam itu menakutkan, orang akan lari menghindari (menjauhi) Islam. Maka nggak heran banyak orang yang Islamophobia. Seolah-olah Islam adalah agama perang.

Gus Mus pernah menyatakan bahwa orang beragama itu kayak orang sekolah, ada tingkatannya. Ada yang TK, SD, SMP. SMA dan seterusnya.  Yang SMA sukanya reseh dan main pukul pada yang masih SMP, SD atau TK. Yang sudah S1 lebih bijaksana karena tahu betul cara menyikapi permasalahan.

Lebih lanjut Gus Mus menegaskan, silakan anak-anak muda berpikir paling gila sekalipun tapi ingat satu hal : jangan berhenti belajar! Mereka-mereka yang suka reseh dan main pentung di masyarakat itu adalah mereka yang berhenti belajar, karena merasa sudah pandai.  Biasanya memang kalau masih SD, SMP atau SMA  itu sukanya berantem dan main pukul. Disangkanya agama itu mukul orang.

Tapi bukan berarti yang bijak atau tidak reseh itu tingkatannya S1 atau profesor. Banyak juga yang masih SD. Mereka tidak ikutan reseh semata-mata berpijak pada nurani tidak pada hukum negara maupun agama. Manusia sejatinya tidak akan membunuh, mencuri atau kejahatan yang lain selama nuraninya beres. Sekarang banyak orang yang demi agama tega membunuh orang, tega nggebuki orang, tega membakar rumah orang. Karena belum lulus jadi manusia sudah terlanjur belajar agama.

Aliran-aliran kaku ini memang wagu. Lihat saja tiap bulan Ramadhan, mereka melarang warung makan buka. Alasannya untuk menghormati bulan Ramadhan. Sejak kapan bulan Ramadhan minta dihormati? Sejak dulu Ramadhan itu sudah terhormat. Dipikirnya semua muslim itu puasa. Ingatlah ada wanita datang bulan, orang sakit, musafir dan banyak lagi yang dibolehkan tidak puasa.

***

Dan sekarang silakan saja ISIS atau laskar yang lain, teruskan bunuh semua orang yang gak sepaham dengan ideologimu. Kill 'em all! Jangan sampai ada yang tersisa. Setelah itu ente bakalan sadar, kalau ente cuman mahkluk menyedihkan yang pernah diciptakan Tuhan.

Manusia tidak bisa hidup sendiri...

 

-Robbi Gandamana-

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun