Mohon tunggu...
Randy Mahendra
Randy Mahendra Mohon Tunggu... Penulis - Warga Biasa

Warga Biasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pembunuhan di Pagi Buta

22 Januari 2024   23:56 Diperbarui: 22 Januari 2024   23:57 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. (Sumber: Pixabay)

Tak mendengar jawaban, orang itu lantas mengangkatnya. Saat mengangkat jasad yang dingin bagai es itulah seketika ia sadar bahwa yang diangkatnya adalah sesosok mayat. Maka orang itu pun berlari ke arah kampung. Berteriak-teriak membangunkan seluruh orang. Orang-orang pun bangun dengan malas. Menggeliat-geliat di tempat tidur. Kemudian ketika mereka mendengar teriakan, "Mayat!" Mereka menendang selimut dan menghambur keluar. Segeralah mayat Maria dikerubungi orang sekampung.

Saksi mata 1

Kematian Maria adalah peristiwa yang membuat aktivitas di kempung nelayan terhenti. Mereka enggan untuk melaut. Bahkan satu minggu setelah kematian Maria, mereka masih membicarakannya. Mereka mulai mencurigai salah satu orang dikampung itu. Tapi ia sudah tak ada di kampung. Sebelum orang itu tertangkap mereka tak akan tenang. Sayangnya mereka tak tahu bagaimana caranya menemukan pelaku yang mereka yakini telah membunuh Maria. Orang yang mereka curigai itu adalah Sahid. Sebab hanya ia di kampung nelayan yang pergi bertepatan dengan kematian Maria. Karena ribut-ribut di kampung nelayan itu, Damhuri yang menjadi saksi terakhir atas keberadaan Sahid memutuskan untuk mendatangi kantor polisi.

"Namaku Damhuri. Aku tengkulak yang biasa membeli ikan dari  kampung nelayan," kata Damhuri kepada polisi yang bertugas mencatat keterangannya. "Sahid mencegatku di pagi yang gelap itu. Ia mencegatku di jalan. Aku kira ia seorang begal. Hampir kutabrak orang itu. Namun, setelah kupastikan wajah orang yang mencegat itu Sahid, segera kuinjak pedal rem sehingga mobil berhenti."

"Kutanyakan pada Sahid, mau kemana kau hendak pergi? 'Aku mau ke kota. Tolonglah, biarkan aku ikut serta bersamamu,' katanya. Aku katakana pada Sahid, 'jika kau mau, duduklah di belakang bersama tong-tong ikan berbau amis itu'. Ia bersedia duduk di belakang di antara tong-tong ikan berbau amis."

"Apa kau tidak curiga?" tanya polisi.

"Curiga? Tidak! Sahid bukan nelayan pertama yang numpang ke kota. Sudah menjadi kewajibanku untuk menolong. Resikonya mereka harus duduk di belakang bersama tong-tong ikan berbau amis."

"Sesampainya di kota ia bilang kepadaku, 'turun dekat terminal', kata Sahid. Maka aku menurunkannya di dekat terminal. Ia memberiku uang 15 ribu, 'buat beli rokok', katanya. Aku menolaknya. Setelah Sahid turun, aku tak memperhatikan kemana perginya. Cuma sejauh itu informasi yang bisa kuberitahukan."

Saksi Mata 2

"Malam sebelum kejadian itu Sahid datang ke kedai bersama Syarif. Ia memesan arak, sedangkan Syarif memesan wedang jahe."

"Aku menyuruh Maria membuatkan wedang jahe untuk Syarif. Alasanku menyuruh Maria membuatkan wedang jahe karena aku curgia dan menduga bahwa mereka menjalin cinta. Aku mendengar kasak-kusuk diam-diam mereka sering bertemu. Malam itu aku ingin mengetes bagaimana perubahan mimik muka mereka. Dan benar, ada gelagat yang menunjukan mereka sedang jatuh cinta."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun