Mohon tunggu...
Raden Mahdum
Raden Mahdum Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

Kehadiran Mahasiswa dalam setiap polemik bangsa adalah kemajuan Sumber Daya Manusia

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Munculnya Survei Capres Sebelum Tahun Pemilu, Kaget Demokrasi atau Euforia?

17 Februari 2022   12:51 Diperbarui: 17 Februari 2022   15:28 727
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia sebagai negara, menganut sistem demokrasi yang dijamin oleh pancasila dan konstitusi. Demokrasi sebagai konsep dan prinsip ketatanegaraan dalam penggunaanya sebagai ideologi negara mempunyai banyak makna dan nama, hal ini disebabkan karena banyaknya implementasi nilai-nilai demokrasi yang seolah-olah menjadi obsesi masyarakat di dunia. 

Sebagai salah satu konsekuensi dari demokrasi yang dianut oleh indonesia, dan juga sebagai suatu konsekuensi dari sistem pemerintahan yang dianut oleh indonesia adalah sistem presidensial, maka perlu diadakan suatu pemilu yang demokratis. 

Pada dasarnya, keberadaan pemilu adalah bukti bahwa di dalam negara tersebut menganut sistem demokrasi, tetapi tidak setiap negara yang mengadakan pemilu dilakukan secara demokratis. 

Ada juga beberapa negara yang mengadakan pemilu hanya sebagai bukti bahwa negara tersebut menganut sistem demokrasi, tetapi pemilu yang dilakukan sangat tidak demokratis sehingga menghasilkan suatu pemerintah yang oligarki dan cenderung otoriter. 

Bukti adanya pemilu yang demokratis dapat dilihat dari 2 (dua) aspek, yaitu merujuk pada prosedural dan substantif dalam pemilu tersebut. Dari aspek prosedural dapat dilihat dari beberapa aspek, Pertama bahwa pemilu tersebut harus diatur dengan jelas oleh regulasi atau undang-undang yang berkepastian hukum. 

Kedua bahwa harus ada komisi/badan penyelenggara pemilu yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pemilu, yang bebas dari cabang kekuasaan manapaun, baik eksekutif, legislatif, dan yudikatif (Komisi/Badan Negara Independen). 

Ketiga bahwa peserta pemilu adalah calon yang diusung oleh parta-partai dan/atau perseorangan. Keempat adanya pemilih tetap yang memilih secara langsung atau melalui badan perwakilan (respresentasi rakyat). Dari aspek substantif yaitu bebas, terbuka, jujur, adil, kompetitif serta menganut asas langsung, umum, bebas dan rahasia. 

Pelaksanaan Pemilu yang Masih Coba-coba

Dalam sistem ketatanegaraan indonesia, pada pelaksanaan pemilu khususnya pemilihan langsung oleh rakyat, baru dilaksanakan pada era reformasi. Pemilu tersebut pertama dilaksanakan pada tahun 2004 dengan didasarkan pada Undang-Undang No.23 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (UU Pemilu). Setelah itu pemilu belanjut pada tahun 2009, 2014, dan 2019. 

Dalam perjalanan pemilu, khususnya terkait aturan yang mengatur perihal pemilu telah beberapa kali diubah, hal tersebut membuktikan bahwa pelaksanaan pemilu dalam ketatanegaraan indonesia sangatlah fundamental.

Sumber: kumparan.com 
Sumber: kumparan.com 
Bukan hanya itu, UU Pemilu yang diubah beberapa kali juga membuktikan bahwa kegiatan pemilu merupakan kegiatan yang memunculkan banyak kepentingan bagi para pembuat undang-undang dan peserta pemilu. Serta bukti, bahwa indonesia masih mencari berbagai model pemilu yang akan dilaksanakan. 

Pelaksanaan pemilu di indonesia masih cenderung coba-coba guna mencari model pemilu yang baik untuk diterapkan di Indonesia, hal itu dibuktikan dengan dilakukanya model pemilu serentak yang dilaksanakan pada tahun 2019 yang berbeda dari model pemilu sebelumnya. 

Misi Politik dibalik Survei

Berfokus pada konteks pemilu, saat ini indonesia akan mengalami lagi pemilu serentak pada tahun 2024. Pada saat ini telah muncul berbagai survei bakal peserta pemilu khususnya Calon Presiden (Capres). Survei Capres ini telah dilakukan kurang lebih dari tahun 2020, setahun pasca pemilu tahun 2019. Artinya setahun setelah presiden dilantik, indonesia mulai memikirkan siapa kandidat yang layak untuk menduduki jabatan presiden setelah masa periode jabatan Jokowi-Ma'ruf. 

Sebelumnya juga pada periode pertama Jokowi, muncul tagar #2019gantipresiden yang mulai marak pada tahun 2018 setahun sebelum pemilu 2019. Hal ini menjadi menarik sebab hanya pada era Jokowi saja rakyat sudah memikirkan calon-calon yang akan bertarung pada pemilu selanjutnya, sebelum tahun pemilu. 

Penulis berpendapat bahwa ada dua alasan yang kiranya menjadi dasar mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pertama bahwa rendahnya tingkat kepuasan dan kepercayaan rakyat pada presiden selaku pemerintah. Kedua bahwa pertumbuhan dan perkembangan demokrasi di indonesia membuat rakyat indonesia lama kelamaan menjadi rakyat yang progresif. 

Pada konteks yang pertama yaitu rendahnya tingkat kepuasan dan kepercayaan rakyat pada presiden selaku pemerintah, dapat dijadikan alasan karena rakyat menilai dengan saksama bagaimana gaya pemerintah menjalankan pemerintahan, dan apakah kinerja pemerintah dapat menguntungkan negara dan rakyat, atau malah merugikan negara dan rakyat. 

Melansir dari nasional.kompas.com, menurut Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi dalam rilis surveinya (5-12-21) membuktikan bahwa “Tingkat kepuasan Presiden Jokowi dalam survei ini mengalami peningkatan sangat tajam. Pada survei Juli 2021, tingkat kepuasan Jokowi berada pada 59%. Bahkan, kata dia, angka ini merupakan tingkat kepuasan Jokowi terendah selama 6 bulan terakhir, dan dalam waktu 2-3 bulan naik 13%.

Dari hasil analisa data yang didapat, Burhan menyebut ada dua faktor utama yang membuat tingkat kepuasan Jokowi meningkat tajam. Pertama, kepuasan terhadap ekonomi itu meningkat. Responden mengatakan ekonomi memburuk itu turun. Kedua adalah penanganan Covid. Dua (faktor) ini yang menyumbang kepuasan kinerja presiden meningkat. 

Realitas Politik

Faktor yang menyebabkan naiknya kepercayaan kepada pemerintah (Presiden) dengan berdasar pada dua hal tersebut memang terjadi secara real, tetapi ketidakpuasan rakyat akan pemerintah timbul bukan karena hal itu, tetapi karena gaya kepemimpinan yang cenderung otoriter sehingga menimbulkan kemunduran demokrasi. 

Hal tersebut dibuktikan dengan disahkanya Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (Omnibuslaw Cipta Kerja). Walaupun UU Cipta Kerja merupakan produk UU yang disetujui bersama dengan DPR selaku Legislatif, tetapi UU tersebut merupakan UU yang diusulkan oleh Presiden. 

Sumber: Idul Rishan, Risiko Koalisi Gemuk Dalam Sistem Presidensial di Indonesia, Jurnal UII Vol. 27. 
Sumber: Idul Rishan, Risiko Koalisi Gemuk Dalam Sistem Presidensial di Indonesia, Jurnal UII Vol. 27. 

UU tersebut dibahas dan dirancang tidak lebih dari 2 tahun dan dalam tahapanya mengeyampingkan partisipasi publik yang tidak sesuai dengan asas demokrasi. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya kalangan masyarakat yang turun ke jalan untuk berdemonstrasi agar UU tersebut tidak disahkan, tetapi UU tersebut akhirnya malah disahkan. 

Hal tersebut tentunya menimbulkan distrust, bukan hanya pada Presiden tetapi juga DPR. Keadaan tersebut timbul karena kemesraan antara Presiden dan DPR, mesranya hubungan Presiden dan DPR ini dikarenakan faktor koalisi partai (koalisi gemuk), sehingga sistem pengawasan yang dilakukan (checks and balances) tidak berjalan secara maksimal. 

Munculnya hubungan yang mesra antara Presiden dan DPR akan menimbulkan pemerintahan yang absolut dan cenderung otoriter karena kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh DPR, dan produk hukum yang dihasilkan cenderung tidak demokratis dan konservatif karena hubungan timbal balik antara DPR dan Presiden. 

Antara Kaget dan Euforia

Pada konteks yang kedua yaitu perkembangan demokrasi yang tumbuh dan berkembang di Indonesia membuat rakyat lama-kelamaan menjadi rakyat yang progresif. 

Hal tersebut terjadi karena hanya pada era reformasi rakyat bisa bebas berekspresi dalam alam demokrasi. Hal tersebut juga merupakan reaksi dari perkembangan demokrasi di indonesia, sehingga menimbulkan suatu fenomena kaget demokrasi dan euforia demokrasi. 

Di satu sisi, demokrasi merupakan suatu hal yang masih muda di indonesia, sebab rakyat masih mencari dan memilah apa yang seharusnya dilakukan dan lazim dilakukan di negara demokrasi. Di sisi lain, rakyat juga mengalami euforia demokrasi, sebab atas nama demokrasi banyak yang sampai melakukan hal-hal diluar etis, normatif, dan yuridis. 

Fenomena ini lumrah terjadi pada suatu sistem masyarakat yang baru merasakan demokrasi, sebab hanya dalam sistem demokrasi saja hal itu dapat terjadi. 

Apalagi khususnya dalam konteks pemilu, rakyat sendirilah yang harus memilih siapa yang layak memimpin negara ini. Yang demikian itu juga membuat rakyat menjadi progresif, sebab arus perubahan zaman juga menuntut perubahan alur demokrasi, sehingga rakyat mau tidak mau harus mengikuti setiap alur perubahan demokrasi tersebut. 

Keberadaan Survei Pemilu jauh sebelum tahun pemilu merupakan hal yang baru di Indonesia khususnya pemilu 2024, hal ini juga banyak dilakukan di negara-negara demokrasi baik di Asia maupun Eropa, terlebih pada tahun-tahun menjelang pemilu. 

Survei yang jauh dari tahun pemilu sendiri juga memudahkan masyarakat untuk menentukan pilihanya, sebab dengan adanya survei, rakyat dapat melihat, memonitor, dan mempelajari kandidat yang memiliki rekam jejak bersih dari KKN serta memiliki potensi untuk menjadi pemimpin di negara ini. Sehingga sedikit banyaknya dapat mengurangi salah pilih saat pemilu dilaksanakan. Karena jika terjadi salah pilih, entah mau jadi apa negara ini jika pemimpinya ternyata tidak memiliki kredibilitas dan kulitas sebagai pemimpin. 

Oleh sebab itu, keberadaan survei yang muncul jauh sebelum tahun pemilu di indonesia merupakan bukti dari progresifitas rakyat, karena dapat dikatakan pemikiran rakyat pada politik akan terus berkembang sampai pada titik yang maju, sehingga rakyat tidak buta dan tuli akan kebohongan-kebohongan politik yang dipertontonkan. Dan bahkan, mungkin suatu saat kampanye tidak perlu lagi dilakukan lagi di indonesia, sebab lama-kelamaan rakyat akan semakin rasional dan bijak dalam memilih pilihanya pada saat pemilu dilaksanakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun