Mohon tunggu...
Rizky Kurniawan
Rizky Kurniawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pribadi

Ilmu Komunikasi di Universitas Islam Syekh-Yusuf Tangerang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Home

29 September 2016   12:33 Diperbarui: 29 September 2016   12:43 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cinta, aku nelangsa ...

Tiap detik kuarungi waktu

Tiap detik pula aku merasa sepi

Cinta, aku nelangsa ...

Tiap hari aku menanti

Tiap hari pula aku tersakiti

Tulisan terakhir yang mengisi lembar terakhir catatan hariannya.

Enam bulan Nisa menjalani hubungan jarak jauh dengan kekasihnya, Fajar. Tak ada pertemuan selama itu, hanya ada seperangkat komputer tua dan catatan harian yang tiap menjelang hari usai, selalu ia temui.

Surel-surel dari Fajar selalu menghiasi hari-hari Nisa di tiga bulan pertama, setiap hari—tiap pagi dan menjelang tengah malam. Surel itu bercerita, surel itu mengingatkan, surel itu menenangkan. Begitulah, Nisa hanya butuh kabar. Tapi sebulan berikutnya, kiriman surel Fajar mengendur bagai benang layangan yang diulur, semakin jauh—sebab surel itu hanya mampir satu kali dalam tempo waktu dua sampai tiga hari. Bahkan lebih parah, bulan berikutnya tanpa ada surel dalam satu bulan. Hanya kalimat-kalimat sepi yang kian sumbang tertulis dalam catatan harian yang kian menjubal.

Awal bulan ini, Fajar menghubunginya melalui telepon. Suara yang telah dirindu, suara yang bak candu, menghipnotisnya untuk tetap percaya pada Fajar. Kata-kata Fajar lagi-lagi 'bercerita', 'mengingatkan', dan 'menenangkan' batinnya yang kering kerontang. Obrolan setengah jam seolah telaga di tengah gurun tandus—menyapulenyapkan dahaga. Sampai-sampai musnah sudah perkara tidak ada surel di bulan kelima. Semuanya termaafkan, walau sebenarnya Nisa tidak merasa kekasihnya telah salah karena tidak menghubungi selama satu bulan lamanya.

Bulan keenam berjalan. Hingga sampailah pada hari ini, di penghujung bulan. Lagi-lagi tanpa surel ataupun sambungan telepon. Fajar kembali hilang dari dunia ‘maya', satu-satunya tempat yang masih bisa dijamah Nisa. Kali ini batinnya tersiksa, selain tidak ada komunikasi, lahan untuk meluapkan perasaannya pun kini sudah habis. Dia tidak menyangka bahwa ratusan lembar kertas itu akan habis dalam waktu enam bulan. Dia juga tidak menyangka bahwa komunikasinya lebih banyak pada note bersampul cokelat dari pada dengan Fajar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun