Pasal 15 memuat ketentuan bahwa barang siapa menerbitkan penerbitan atau surat kabar, membuat film, dan memperbanyaknya, dengan melanggar pasal 3 ayat 1, pasal 4 dan pasal 8, dihukum penjara paling lama 2 tahun atau dihukum denda paling banyak f. 2.000,-
Kebijakan Propaganda Jepang
Propaganda dilakukan oleh pemerintahan militer Jepang melalui departemen propaganda (Sendenbu) agar dapat "menyita hati rakyat" (minsbin ba'aku) serta "mengindoktrinasi dan menjinakkan" (senbu kosaku) rakyat Indonesia. Mereka memobilisasikan seluruh masyarakat dan menjadikan mentalitas rakyat Indonesia sesuai dengan ideologi Jepang tentang Lingkungan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya. Propaganda dirumuskan sebagai upaya mengindoktrinasi rakyat Indonesia untuk menjadi mitra Lingkungan Kemakmuran Bersama Timur Raya (Kurusawa, A., 2015).
C. Rancangan Propaganda dan Media
Salah satu ciri utama dari propaganda Jepang pada masa perang yaitu penggunaan media, terutama audio visual, secara positif. Jepang menganggap media audio visual paling efektif bagi penduduk desa yang kebanyakan tak berpendidikan dan buta huruf. Selain itu, penonton tetap menerima propaganda karena mereka haus akan hiburan.
- Film: Jepang merumuskan kebijakan perfilman terpadu bagi wilayah Asia Tenggara, yaitu industri film harus dipercayakan kepada dua perusahaan Jepang, Nichi'ei dan Eihai. Pemutaran film dari negeri musuh dilarang dan hanya film dari Jepang dan negara sekutu yang boleh diimpor.
- Drama: Keimin Bunka Shidosho memutuskan jenis cerita dan tema yang perlu ditekankan dalam drama untuk melaksanakan propaganda. Topiknya biasanya merupakan perhatian utama pemerintah, seperti gotong royong, tonarigumi, pertahanan tanah air, romusha, sejarah, dan kebrutalan Belanda.
- Kamishibai (Teater Kertas): Produksi kamishibai diawasi secara langsung oleh Sendebu, topik yang sering diangkat dalam propaganda ini adalah tentang kemiliteran dan moral. Di Jogja, dua kisah kamishibai yang paling terkenal adalah "Tri Margojoyo" dan "Wirowiroto".
- Nyanyian: Pada Desember 1943 lagu-lagu Jepang yang disusun oleh Sendebu diterbitkan oleh Balai Poestaka dengan judul Seinen no Uta (Lagu-Lagu Pemuda) berisi 11 not dan terjemahan dalam bahasa Indonesi. Kebanyakan lagu-lagu ini ditujukan untuk meningkatkan moral dan semangat orang Asia dengan irama kuat dan bersemangat.
- Radio: Radio yang dimanfaatkan sebagai alat propaganda ini memiliki peran yang beraneka ragam, yaitu sebagai sarana penyebaran seluruh teks pengumuman pemerintah, penyampaian berbagai jenis pengajaran politik, memberikan pendidikan sosial, juga memberitahukan peringatan serangan udara oleh sekutu.
D. Perbedaan dan Persamaan dari Penjajahan Belanda dan Jepang
Dari masa penjajahan Belanda hingga pendudukan Jepang, kebebasan pers selalu dibelenggu oleh peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah kolonial yang otoriter. Namun, pada masa pendudukan Jepang, pers di Indonesia jauh lebih dibelenggu akan kontrol pengawasan preventif dan represif yang lebih ketat terhadap Pers dibanding masa penjajahan Belanda.Â
Media sepenuhnya dikontrol dengan peraturan-peraturan dan sanksi yang memaksa dengan tujuan sepenuhnya menjadi alat pendukung propaganda Jepang. Namun, dilansir dari Ratna, D. (2016), terdapat keuntungan dari pengawasan ketat tersebut bagi perkembangan pers Indonesia yang bekerja di penerbitan Jepang, yaitu pengalaman yang diperoleh para karyawan pers semakin bertambah, penggunaan Bahasa Indonesia dalam media pers makin sering dan luas, serta ada pengajaran untuk rakyat supaya bisa berpikir kritis terhadap berita yang diberikan oleh sumber resmi dari Jepang.
DAFTAR PUSTAKA
Anom, E., & Waluyo, D. (2016). Model dan Sistem Mengontrol Media di Indonesia (dari Perspektif Sejarah). Masyarakat Telematika Dan Informasi: Jurnal Penelitian Teknologi Informasi dan Komunikasi, 2(1), 27-44. DOI: https://dx.doi.org/10.17933/mti.v2i1.15Â
Yuliati, D. (2018). Pers, Peraturan Negara, dan Nasionalisme Indonesia. Anuva: Jurnal Kajian Budaya, Perpustakaan, dan Informasi, 2(3), 253-272. DOI: https://doi.org/10.14710/anuva.2.3.253-272Â