Mohon tunggu...
nizami
nizami Mohon Tunggu... Penulis - Rakyat

Jangan jahat sama kucing kampung, mungkin malaikat lagi nyamar.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Warung Kopi dan Oligarki

1 November 2019   20:15 Diperbarui: 1 November 2019   20:48 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mahesa bukan seorang mahasiswa, namun sangat memantau perkembangan dunia, melalui telepon genggamnya atau terkadang koran-koran yang dijual Pak Mandra, sopir bis yang berakal aktivis, tentu saja terkadang Pak Mandra menjadi teman diskusi Mahesa, tidak di ruang rapat apalagi gedung, namun warung kopi.

"Pak, malam nanti kita ke warung kopi yuk, kita adakan sidang paripurna!"

"Opo to cah, emangnya sampeyan nggak bosen to, ngobrol karo aku terus?' Pak Mandra merapikan dagangannya.

"Enggak, Pak. Aku yang traktir kali ini, tenang aja, Bapak bisa ngopi sampai budek"

"hahaha, memangnya kopi itu kuminum lewat lubang hidung?"

Mahesa melintas sambil tersenyum kecil.

Malam sabtu itu, Mahesa sudah tiba lebih dulu, disambut gemerlap kecil cahaya mentari yang disampaikan bulan, bintang-bintang terlihat saling mengobrol membicangkan Mahesa, anak kecil yang sok tahu tentang rahasia dunia.

"kopi pahit adem nya satu, Mas" Sahut Mahesa, lalu mengeluarkan kertas contekan yang isinya problema negara.

"Terima kasih" Mahesa menerima kopinya sambil mengangguk kecil.

"Hei, cah cilik" Pak Mandra menepuk bahu Mahesa, "Jadi apa agenda rapat kita malam ini"

"Tenang dong, Pak. Pesan kopi saja dulu, kayak mau pindah ibukota aja" Canda Mahesa

"Pindah ibukota bagaimana, maksudmu?"

"Iya, buru-buru"

Pak Mandra diam sejenak, lantas tertawa lantang "Hahaha! Maksudmu buru-buru seperti negara pindah ibukota begitu?"

"Iya, ah tadi aku hitung bapak berpikir itu 2 menit lho!" Lanjut Mahesa "Rekor baru"

"Iyo ya, biasanya aku lebih telat" Mereka tertawa diantara teriakan knalpot motor modif.

Mahesa salut pada Pak Mandra, tidak pandang usia tentang mengobrol dengan siapa dan dimana, Pak Mandra ini seperti Khidir dan Mahesa seperti Musa, Mahesa banyak tanya, padahal Khidir sudah ingatkan untuk tidak usah dipertanyakan, namun keduanya saling menjalani takdir.

"Jadi gimana?" Pak Mandra menyeruput kopi yang baru saja dipesannya.

"Nganu, aku bingung pak, ngawali nya gimana yo"

"Gausah formal sih, tapi yo kalo sampeyan mau ngomong yang terhormat yang terhormat dulu juga ndak apa apa"

Mahesa tertawa kecil "Aku mau tau pak, Oligarki itu apa ya?"

"Ha? Oli.. mesin?" Pak Mandra menyeritkan mata, tanda tak jelas.

"Oligarki, Pak"

"Oh oligarki iku, ketika di suatu negara" Pak Mandra menghetikan kalimatnya "Aku kasih umpama aja ya"

"Boleh, Pak"

Pak mandra melihat sekitar, mencari makhluk yang bisa mewakili isi kepalanya. Lantas melihat kucing oren dan kucing putih yang sedang menikmati pecel ayam bekas pelanggan.

"Nah itu dia" Terlihat jari telunjuk Pak Mandra mengarah ke dua kucing itu.

"Gimana pak?"

"Lihat, kucing oren adalah spesies yang raja, ditakuti, brutal, tidak pandang bulu, dan siapa saja yang menghalanginya pasti bisa saja dia lobi hanya dengan kehebatan warnanya"

"Terus itu kucing putih gimana?"

"Nah disitulah terjadi oligarki antara kucing oren, kucing putih, pecel lele dan prosedur tangga rantai makanan"

Mahesa membenahi cara duduknya, mengarah ke kucing-kucing tadi.

"Kamu lihat, kucing putih tidak makan, bukan karena tidak bisa.."

"Karena dia takut?" Potong Mahesa

"Benar, karena sesuai peraturan undang-undang perkucingan, oren artinya supreme, kalau kucing putih mau melawan, bisa saja kucing oren memanggil aliansinya dan kucing malang itu mmerasakan akibatnya"

"Apa akibatnya?"

"Diamankan"

Mahesa tertawa terpingkal-pingkal hingga seisi warkop kebingungan.

"Maaf, maaf" Muka Mahesa memerah "Lalu, apa si kucing putih dapat pecel lele sisa pelanggan itu?"

"Tentu, tapi cuma nol koma sekian persen aja"

"Kok tidak adil? Kan dia mengikuti undang-undang perkucingan, dia juga menuruti kemauan kucing oren demi kemaslahatan semua golongan, apa kucing putih tidak membayar pajak?"

"Mungkin kucing putih bayar pajak, tapi inilah yang terjadi di dunia oligarki" Jawab Pak Mandra sambil membakar rokoknya, persis seperti Elvis Presley ketika memenangkan pertarungan panco.

"Menurut Pak Mandra, apakah Jokowi dua periode dan kabinet indonesia maju itu melakukan oligarki?"

"Tidak tahu"

"Terus sebagai rakyat, kita harus gimana, Pak?"

"Yo piye, semoga rakyat indonesia aman dan sejahtera"

Mereka menikmati kopi dan melanjutkan obrolan sederhana tentang kehidupan serta masa depan, suara motor telah dipadamkan waktu, ayam-ayam pun terdengar bernyanyi menandakan fajar sudah di perjalanan, mas-mas warung kopi pun membersihkan gelas-gelas yang berisi obrolan rakyat kecil.

Mereka pulang.

Tapi, apa mereka aman?

--

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun