"Pindah ibukota bagaimana, maksudmu?"
"Iya, buru-buru"
Pak Mandra diam sejenak, lantas tertawa lantang "Hahaha! Maksudmu buru-buru seperti negara pindah ibukota begitu?"
"Iya, ah tadi aku hitung bapak berpikir itu 2 menit lho!" Lanjut Mahesa "Rekor baru"
"Iyo ya, biasanya aku lebih telat" Mereka tertawa diantara teriakan knalpot motor modif.
Mahesa salut pada Pak Mandra, tidak pandang usia tentang mengobrol dengan siapa dan dimana, Pak Mandra ini seperti Khidir dan Mahesa seperti Musa, Mahesa banyak tanya, padahal Khidir sudah ingatkan untuk tidak usah dipertanyakan, namun keduanya saling menjalani takdir.
"Jadi gimana?" Pak Mandra menyeruput kopi yang baru saja dipesannya.
"Nganu, aku bingung pak, ngawali nya gimana yo"
"Gausah formal sih, tapi yo kalo sampeyan mau ngomong yang terhormat yang terhormat dulu juga ndak apa apa"
Mahesa tertawa kecil "Aku mau tau pak, Oligarki itu apa ya?"
"Ha? Oli.. mesin?" Pak Mandra menyeritkan mata, tanda tak jelas.