"Jangan berbohong, Liliana. Aku punya saksi yang melihatmu meninggalkan ruang kerjaku sebelum surat ini ditemukan."
Ruangan itu hening sejenak. Wajah Liliana memucat, tetapi ia segera memasang ekspresi marah.
"Kau menuduhku tanpa bukti yang jelas!" serunya.
"Cukup jelas bagiku," jawab Kenandra.
"Aku tidak akan membiarkanmu terus menerus menyakiti Ariana, atau siapa pun di keluarga ini, dengan fitnah dan intrikmu."
Ibu mereka, yang sejak tadi diam, akhirnya angkat bicara.
"Liliana, apa yang dikatakan Ken benar? Apa kau benar-benar melakukan ini?"
Liliana menggertakkan giginya, menolak untuk menjawab. Tetapi sikapnya sudah cukup menjadi bukti bagi semua orang di ruangan itu.
"Aku hanya ingin perhatianmu, Kak Ken," gumam Liliana akhirnya, suaranya penuh emosi.
"Kau selalu peduli pada Ariana, sementara aku tidak pernah dianggap. Apa aku tidak berhak untuk merasa cemburu?"
Semua orang terdiam, termasuk Kenandra. Tetapi alih-alih merasa simpati, ia hanya merasakan kekecewaan yang mendalam.