Masyarakat Dayak Hibun memiliki kearifan lokal terkait Hutan Adat Teringkang yang mencakup sejumlah larangan, seperti larangan menebang pohon, membuka hutan untuk bertani, membakar terasi dan ikan, serta membunuh atau mengambil satwa. Selain itu, terdapat larangan buang air kecil dan besar di hutan, kepercayaan terhadap makhluk halus (orang bunyik), ritual khusus untuk memasuki Hutan Teringkang, dan pentingnya menjaga tutur kata (Prameswari dkk., 2020). Semua aturan ini dianggap sakral oleh masyarakat Dayak Hibun dan mereka meyakini bahwa hal-hal ini wajib dipatuhi untuk menjaga kelestarian hutan tersebut.
Suku Mentawai
Hidup suku Mentawai sangat terhubung dengan hutan (Santosa, 2019). Kepercayaan yang dianut oleh suku Mentawai untuk melestarikan hutan disebut Sabulungan. "Sa" berarti seikat, sementara "bulung" berarti daun (Aldiansyah, 2021). Sabulungan mengajarkan pentingnya keseimbangan antara alam dan manusia, serta menjaga alam, tumbuhan, air, dan hewan yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa suku Mentawai, dengan budaya yang masih kuat, meyakini bahwa hutan adalah rumah bagi para dewa yang harus dihormati. Jika tidak dihormati, maka akan mendatangkan malapetaka bagi suku Mentawai.
Aturan-aturan dalam masyarakat adat Mentawai membentuk kearifan lokal, seperti paruruk (musyawarah atau tukar pikiran), tulou (penerapan sanksi atau denda adat), dan punen (perayaan atau pesta), serta kegiatan lainnya seperti tulak toga, panaki, dan sebagainya yang berfungsi mengatur hubungan antara manusia dan dapat digunakan untuk menjaga sumber daya hutan serta lingkungan (Yuniarto, 2023).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Deforestasi di Indonesia merupakan masalah serius yang disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk ekspansi sektor pertanian, perkebunan, pembalakan liar, dan kebakaran hutan. Proses konversi lahan ini mengakibatkan kerusakan pada ekosistem hutan, mengancam keberagaman hayati, dan merusak keseimbangan lingkungan. Selain itu, kerusakan hutan juga berpengaruh besar bagi kehidupan manusia, seperti perubahan iklim, banjir, dan kerugian ekonomi. Meskipun deforestasi terjadi pada tingkat yang cepat, beberapa masyarakat adat di Indonesia, seperti suku Baduy, Togutil, Pipitak, Anak Dalam, Dayak, dan Mentawai, menunjukkan bahwa budaya lokal yang harmonis dengan alam dan penghormatan terhadap hutan dapat memainkan peran penting dalam pelestarian lingkungan dan mitigasi deforestasi. Namun, penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu belum sepenuhnya mengeksplorasi peran kebijakan pemerintah dan teknologi dalam mengatasi masalah deforestasi.
Saran
Saran untuk penelitian selanjutnya adalah sebaiknya dapat memperluas cakupan untuk menganalisis kebijakan pemerintah dalam pengelolaan hutan, serta bagaimana teknologi dapat berperan dalam memperbaiki manajemen hutan dan mitigasi terjadinya deforestasi di Indonesia. Selain itu, dapat memperluas pembahasan terkait penelitian tentang peran masyarakat adat dari suku-suku lain dalam mitigasi deforestasi dan pelestarian hutan. Dengan meneliti bagaimana peran budaya dan sistem sosial dari berbagai suku di Indonesia dapat diintegrasikan dalam kebijakan pembangunan dan upaya mitigasi deforestasi yang berkelanjutan. Penelitian lebih lanjut juga perlu mempertimbangkan dampak ekonomi yang lebih luas dari deforestasi dan upaya pelestarian terhadap perekonomian lokal dan nasional.
DAFTAR RUJUKAN
Aldiansyah, S. (2021). Mitigasi bencana melalui kearifan lokal. Jurnal Masyarakat & Budaya, 21(18), 9--12. https://pmb.brin.go.id/mitigasi-bencana-melalui-kearifan-lokal/