Mohon tunggu...
Ahmad Rizqi
Ahmad Rizqi Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis / Editor

Pemimpi, Pekerja Seni dan Inovasi Teknologi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Akhir Perjalanan

16 Januari 2020   08:44 Diperbarui: 16 Januari 2020   08:47 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Panas menyengat membakar ubun-ubun. Setengah kuseret kakiku menapaki pasir demi pasir. Terkadang sepatuku terbenam di kedalaman pasir. Keringat membanjiri sekujur tubuhku. 

Kulepaskan pandang ke kejauhan. Di kananku laut biru dengan ombaknya yang bergelombang memainkan irama tersendiri. Pantai yang seolah tiada ujung seakan menambah berat beban di kakiku.

"Masih jauh. Aku harus kuat," batinku bicara.
"Gun, istirahat dulu, dong!"

Itu pasti suara Santi. Kupalingkan kepalaku ke belakang. Kasihan sekali melihatnya berjalan setengah diseret Anto karena kecapean. Untung Anto cukup kuat, jadi bertambahnya beban dari tubuhSanti tidak terlalu mengganggu langkahnya. Enaknya seperjalanan dengan pacar, pikirku.

"Nanti, di balik batu karang sana," Gun menunjuk batu karang yang terletak lebih dari 100 meter di hadapanku.

Kupercepat langkahku , mencoba menyusulGun yang hampir sampai.

"Kapan kamu akan meninggalkan kegiatan menyiksa seperti itu?" masih kuingat teguran Mama ketika aku pamit kepadanya.

Menyiksa, kata Mama? Padahal suasana rumah lebih menyiksa batinku. Sambil menikmati usapan lembut angin pantai di tubuhku, kubiarkan lamunanku melayang ke rumah. Dua hari sebelum keikutsertaanku dalam penyusuran pantai Cipatujah -- Pangandaran ini, rumah kembali seperti kapal pecah. Bukan hanya barang-barang yang berantakan tetapi juga keheningan yangterkoyak oleh seribu makian yang keluar dari mulut kedua orangtuaku.

"Masih kuat kan, De?" Gun membuyarkan lamunanku. Aku terkesiap memandang sepasang mata elang yang menatap tajam ke arahku. Sama sekali aku tidak menyadari kehadirannya.

"Iya," jawabku pendek. Aku bangkit dari berbaringku, kemudian duduk sambil mendekaplutut. Tidak enak rasanya berbaring sambil dipandangi oleh seorang lelaki.

"Kakimu jangan ditekuk. Luruskan!" Gun menarik kakiku halus. Sentuhannya agak mengacaukan perasaanku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun