Mohon tunggu...
Rizqa Alfiani
Rizqa Alfiani Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Inspirasi Ngaji di Suatu Pagi

13 November 2018   12:30 Diperbarui: 13 November 2018   12:38 729
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Serempak seisi kelas menjawab, "Walaikum salam."

"Anak-anak, saya akan mengumumkan sesuatu, bulan depan, tepatnya tangga 27 ada lomba baca kitab. Bagi anak anak yang berminat bisa hubungi saya di kantor. Oh ya..  Afif kamu ikut saya ke kantor"

"iya Bu."

Setelah bu Maimun keluar bergantilah topik mereka menjadi lomba yang diumumkan bu Maimun "Pasti kamu Fif yang terpilih lomba itu!"  kata Meli.

"Iyalah, dia kan udah sering juara lomba." Afif alumni Mts di pondok ini yang sudah mengupas bersih kajian di dalam kitab itu. Dia pun tidak menjawab dan segera keluar untuk memenuhi panggilan bu Maimun.

***

Diniyah tempat menggali ilmu agama dengan kajian kitabnya, sekolah kedua yang para santri jalani, Aisyah anak yang baru mencium aroma pesanten dan masih asing dengan kata nahwu dan sorrof. Pikirannya selalu terbebani dengan kata mustahil, hatinya selalu berkata itu sulit untuk dia lakukan "Terlambat, mereka sudah bisa berlari sedang aku?" itu yang selalu terlintas dalam pikirannya saat bayang-bayang Kairo kembali menghantuinya.

***

Ruang pojok menjadi kelas diniyah Aisyah, dibimbing  oleh seorang ustad yang konon  terkenal dengan kecerdasannya. Baju putih juga menjadi ciri khasnya, seperti Kyai yang biasa mereka temui saat pelajaran aswaja pada hari Jumat. "Assalamu alaikum" serentak semua menjawab "waalaikum salam" awalnya Aisyah terheran dengan bergantinya kalimat " bagaimana kabarnya?" yang berubah menjadi "ila hadrati nabiyyil mustofa sayyina muhammadin wa Ala alihi sayyidina muhammad wa ila sheikh muahammad yahya al-imrithi wa nafa`a bi ulumihim.  Al-fatihah"  lantas semua membaca Al-fatihah bersama. Kitab imrithi kuning yang mereka sebut kitab gundulan, menjadi makanan sehari-hari para santri di sini. Air mata Aisyah menggenang di pelupuk matanya "bagaimana cara membacanya?" dia membolak-balik kitab itu, kitab berwarna kuning dan sangat tipis berciri khas sampul terpisah dari isinya.

Aisyah merasa dirinya seperti anak SD yang baru belajar abjad, semua harus dimulai dari nol. Tanpa satu  pun hal yang dia ketahui. Ustad mulai menerangkan apa itu kalimat, kalam, qoul dan teman temannya. Setiap harinya harus ada setoran hafalan imrithi. kalau tidak, berdiri di depan kelas sampai jam pelajaran habis konsekuensinya. Hampir setiap hari ada yang di dihukum, termasuk Aisyah. Daya hafalnya yang terbilang cukup lemah membuatnys setiap hari harus menjalani hukuman. Ustadz juga sering melontarkan pertanyaan tiba tiba. Nanda, nanak yang pemalu, dia tak pernah mengacungkan tangannya. Aisyah  sesekali perhatikan Nanda yang sering tidur di kelas entah itu kelas formal ataupun diniyah. Anehnya dia bisa menjawab semua pertanyaan  yang di tujukan kepadanya.  "Kalo Kamu mah, tidur pun bisa Nan!" kata Meli saat Nanda mengatakan bahwa dirinya sering tidur di kelas. "itu Cuma kebetulan Mel," ucapnya mengingkari.

Aisyah tak memungkiri bahwa dirinya hanya manusia biasa, yang kadang terbesit di hatinya rasa iri terhadap Nanda yang selalu beruntung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun