Mungkin sikap "bodo amat" terkesan buruk dalam stigma manusia. Namun, sikap "bodo amat" ternyata cukup efektif menjadi kunci mencegah penipuan digital di era kemajuan teknologi dan informasi saat ini. Ada sisi positifnya, mampukah kita bersikap bodo amat sebagai cara waspada penipuan digital ?
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), 67,88% penduduk Indonesia yang berusia 5 tahun ke atas telah memiliki ponsel atau handphone pada 2022.
Angka ini menjadi rekor tertinggi dalam satu dasawarsa terakhir.Â
Pasalnya, persentase itu meningkat bila dibandingkan tahun 2021 yakni 65,87%.
Fakta lain menyebut, berdasarkan data Newzoo, China menjadi negara dengan pengguna ponsel pintar (smartphone) terbanyak di dunia pada 2022.
Jumlah pengguna smartphone di China yang mencapai 910,14 juta orang.
Disusul India dengan jumlah pengguna smartphone sebanyak 647,53 juta orang pada urutan kedua.
Amerika Serikat berada pada posisi ketiga dengan 249,29 juta pengguna smartphone.
Sementara itu, Indonesia berada di urutan keempat dengan jumlah pengguna smartphone sebanyak 192,15 juta orang.
We Are Social melansir jumlah pengguna internet di Indonesia pada Januari 2023 mencapai 212,9 juta orang atau dengan kata lain penetrasi internet sebesar 77 persen.
Indonesia adalah rumah bagi 167,0 juta pengguna media sosial pada Januari 2023 atau setara 60,4 persen dari total populasi.
Tak hanya itu, ada 353,8 juta sambungan seluler aktif di Indonesia pada awal tahun 2023, setara dengan 128 persen dari total populasi.
Kita Semua Target Kejahatan Siber
Melihat data di atas, tentu ini "sangat menggiurkan" bagi para pelaku kejahatan siber.
Terlebih, pengguna smartphone tak memandang usia, jenis kelamin, profesi dan wilayah.
Sepanjang menggunakan gawai dan terkoneksi ke internet, siapapun dia menjadi "target kejahatan siber".
Bukan hanya saya dan kamu, kita semua adalah "papan target".
Sebagai contoh dalam kehidupan sehari-hari, selalu ada Short Message Service (SMS) spam yang masuk ke gawai saya saban hari.
Mulai dari undian berhadiah atau give away, judi online, permintaan perbaikan data perbankan, permintaan OTP mengatasnamakan "marketplace tertentu", pinjaman online dan lainnya.
SMS itu berasal dari nomor-nomor baru yang tak jelas asal-usulnya.
Tak hanya SMS, terkadang pesan-pesan itu juga ada pada aplikasi media sosial melalui direct message (DM) atau pesan langsung WhatsApp, Instagram, Tiktok dan Facebook.
Di email juga tak luput dari spam-spam. Modusnya seperti lowongan kerja, pendidikan dan pelatihan (diklat) instansi/perusahaan, perjanjian kerjasama dan lain sebagainya.
Semua menjurus ke instruksi yang sama yakni pengguna smartphone diarahkan untuk mengakses tautan/link atau mengunduh file aplikasi ilegal.
Risih, ya sudah pasti. Kesel ? Ya, sama dengan yang dirasakan oleh teman-teman Kompasianers.
Alih-alih mengetahui lebih lanjut, saya bersikap "bodo amat" lantas segera menghapus spam-spam tersebut.
Bahkan, saya tak segan-segan untuk langsung memblokir nomor-nomor tak jelas tersebut agar tak berulang mengirim spam ke gawai saya.
Mengapa langsung dihapus ? Alasannya untuk mengantisipasi akses klik link secara tidak sengaja ketika ada masalah yang terjadi dengan perangkat gawai.
Masalah error system dan sensitivitas layar misalnya, terkadang ini mengakibatkan sistem operasi smartphone membuka aplikasi-aplikasi sendiri, padahal kita tidak menyentuh layar.
Alangkah apesnya, jika yang diakses saat error adalah link-link spam yang menjadi sarana memuluskan aksi phising.
Kita tentu tidak ingin akses perbankan digital kita berada di "genggaman para pelaku kejahatan siber".
Jika sudah berada di "ujung-ujung jari mereka", maka saldo-saldo uang itu langsung dikuras habis.
So, jangan biarkan spam-spam tersebut "nginap" dalam waktu yang lama di gawai, akun media sosial dan email.
Segera bumihanguskan jika menerima pesan-pesan spam tersebut, Kompasianers.
Untuk cara mengamankan akun bank digital kita dari Cyber Crime bisa dibaca disini :Â Cara Amankan Akun Bank Digital dari Cyber Crime
Apa itu Phishing ?
Dinukil dari situs resmi DJKN, istilah resmi phising adalah phishing, yang berasal dari bahasa Inggris fishing yakni memancing.
Phising adalah upaya untuk mendapatkan informasi data seseorang dengan teknik pengelabuan.
Adapun, data yang menjadi sasaran phising adalah data pribadi (nama, usia, alamat), data akun (username dan password), dan data finansial (informasi kartu kredit, rekening).
Phising bertujuan memancing orang untuk memberikan informasi pribadi secara sukarela tanpa disadari.Â
Selanjutnya, informasi yang dibagikan itu akan digunakan untuk tujuan kejahatan siber.
Biasanya, pelaku phising menampakkan diri sebagai pihak atau institusi yang berwenang.
Untuk meyakinkan, pelaku phising menggunakan website atau email palsu untuk meyakinkan target lantas mengelabuinya.
Informasi data phising yang diperoleh bisa langsung dimanfaatkan untuk menipu korban.Â
Selain itu, data phising bisa juga dijual ke pihak lain untuk melakukan tindakan tidak bertanggung jawab seperti penyalahgunaan akun.
Ada empat jenis phishing diantaranya Email Phising (menggunakan email yang dikirim secara massal dan acak), Spear Phishing (menggunakan email namun target terarah), Whaling (sasaran individu dan orang-orang yang memiliki kewenangan besar serta posisi tinggi strategis) dan Web Phishing (menggunakan website palsu yang mirip dengan website asli).
Dalam perkembangannya, tren email phising beralih ke berkas ekstensi .apk atau aplikasi.
Pelaku phising mengirimkan dalam bentuk undangan pernikahan, undangan rapat, undangan lainnya, tagihan listrik, tagihan internet,  rekaman suara atau voice note, video dan lainnya.
Nama file biasanya diganti dengan pdf, mp3, mp4 atau lainnya, padahal sebenarnya adalah apk.
Bodo Amat Adalah Kunci Waspada Penipuan Digital Phishing
Dalam bahasa gaul, bodo amat merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan sikap tidak perduli terhadap sesuatu.
Percayalah, sikap bodo amat sangat berguna untuk meminimalisir penipuan digital modus phising.
Kenapa bodo amat adalah kunci pertama ?Â
Sebab menurut saya, perilaku seseorang di dunia digital adalah segalanya.
Kejahatan siber phising akan berhasil jika ada reaksi terhadap aksi yang digencarkan oleh "para pelaku".
Jika target tidak bereaksi, maka kejahatan siber phising tidak akan berhasil.
Bodo amat menghilangkan rasa keingintahuan atau kepo mendalam terhadap pesan-pesan spam dari nomor tidak jelas yang masuk ke gawai kita.
Ketika rasa keingintahuan itu hilang, maka tentu saja kita tidak akan mengambil aksi terhadap tautan atau link yang dikirim tersebut.
Bodo amat membuat kita tidak tergiur iming-iming undian berhadiah atau give away palsu.
Bodo amat membuat kita bisa mengendalikan diri untuk akses klik link-link phising.
Bodo amat menghindarkan diri kita menjadi korban kejahatan siber.
Dalam kehidupan, sikap bodo amat diperlukan untuk menghindari jebakan masalah atau stres.
Jadi, sikap bodo amat tak selalu merupakan sikap yang negatif.
Ternyata, sikap bodo amat juga bisa membuat hidup menjadi lebih tenang, nyaman dan aman di dunia digital.
Sebenarnya, ada satu perilaku selain bodo amat yang juga menjadi kunci waspada penipuan digital, yakni ketelitian.
Siap bersikap bodo amat di era gempuran modus-modus kejahatan siber, Kompasianers ?
Terimakasih sudah mampir, jangan segan-segan memberikan masukan di kolom komentar.
Salam silaturahim dan sehat selalu untuk Kompasianers dimanapun berada.
(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H