"Dari kemarin kamu mnyuruh saya untuk kasih dia kaca, apa maksudnya? Saya nggak paham."
"Sudahlah, kasih dia kaca saja, orang nyisir dan nyindir itu sama-sama butuh kaca."
Beberapa hari kedepan adalah ulang tahun Nurul. Semua karyawan di undang di acara pesta ulang tahunnya, termasuk Herman. Hampir setiap karyawan membicarakan kado apa yang pantas untuk Nurul. Herman teringat akan kata-kata Asih yang menyuruhnya untuk memberikannya sebuah kaca.
Herman berkeliling mencari kaca yang sekiranya pantas dijadikan sebuah kado ulang tahun. Pedagang yang mendengar keinginan Herman itu tertawa terbahak-bahak. Baru kali pertama dia mengetahui sebuah kado ulang tahun adalah kaca. Herman pun menyadari bahwa kado yang diberikannya termasuk salah satu kado teraneh yang pernah diberikan. Namun, dia meyakini kadonya adalah kado yang terbaik.
Begitu meriahnya pesta ulang tahun yang diadakan Nurul. Hampir semua teman-teman Nurul datang ke pesta ulang tahunnya. Herman yang datang, sempat berkeliling ke rumah Nurul. Cukup banyak kaca yang terdapat dirumah Nurul, Herman pun sempat berpikir ulang untuk memberikan kado itu.
"Kamu salah, di rumahnya terdapat banyak sekali kaca."
"Lalu?"
"Ya sudah, saya tetap berikan kado yang berisi kaca itu kepada Nurul."
"Benarkah?"
Setelah pesta ulang tahun tersebut, Nurul mengalami perubahan sikap yang cukup membuat semua orang merasa heran. Nurul yang biasanya memulai pembicaraannya mengenai Herman, kini hanya terlihat diam seribu bahasa. Bahkan, terlihat tak berdaya dihadapan Herman.
Satu minggu ini, keadaan menjadi terbalik. Biasanya, Herman yang selalu menempati peringkat pertama, kini digeser oleh Nurul. Sikap pendiamnya akhir-akhir ini menjadi pembicaraan yang sangat hangat. Nurul pun juga tampak malu bila bertemu dengan Herman, dia selalu menundukkan kepalanya dan menegurnya dengan penuh keramahan dan kesopanan.