Mohon tunggu...
Rizky MustikaAmelia
Rizky MustikaAmelia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi di STAI SADRA Jakarta Selatan

Halo! Saya Rizky Mustika Amelia, dengan sapaan akrab Amel. Saya sangat ingin mendalami dunia menulis, menjadi seorang penulis adalah impian terbesar saya, saya juga tertarik pada dunia literasi, pendidikan, dan isu-isu sosial. Melalui tulisan di Kompasiana, saya ingin berbagi pandangan, pengalaman, dan inspirasi yang bisa bermanfaat bagi pembaca. Saya percaya bahwa menulis adalah cara untuk memperkaya wawasan dan mempererat hubungan antarmanusia. Ayo berdiskusi dan saling berbagi cerita! <3

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

18 Tahun Bersama Seorang Wartawan Tangguh (Ayah), Kisah Perjalanan Literasi Puteri Seorang Jurnalis

26 Oktober 2024   21:05 Diperbarui: 26 Oktober 2024   21:05 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kini, setiap kali saya menulis, baik itu puisi, cerpen, atau artikel, saya selalu teringat pada pria yang setiap pagi setia dengan kopi dan notes-nya. Yang mengajarkan bahwa menulis bukan sekadar merangkai kata, tapi menyuarakan perubahan.

Epilog: Merajut Masa Depan dengan Kata-kata

Delapan belas tahun bukanlah waktu yang singkat, tapi terasa begitu cepat berlalu dalam pembelajaran yang tak pernah berhenti. Dari seorang gadis kecil yang hanya bisa mengagumi ayahnya menulis berita, kini saya telah menemukan suara saya sendiri dalam dunia literasi. Setiap penghargaan yang saya raih, setiap karya yang saya hasilkan, adalah bentuk terima kasih pada sang guru pertama dalam dunia kata-kata. Meski jalan yang saya pilih berbeda – ayah dengan jurnalistiknya dan saya dengan karya-karya kreatif – tapi fondasi yang dia tanamkan tetap sama: kejujuran, keberanian, dan cinta pada kebenaran.

Untuk ayahku tercinta, sang penutur cerita yang mengajarkanku bahwa kata-kata bisa mengubah dunia.

Ketika Pena Ayah Berhenti Menulis: Sebuah Surat untuk Wartawan Tangguhku

Ditulis di meja kerja ayah, tempat di mana ribuan berita pernah lahir dari jemarinya

Kini, ketika saya memandang rak buku di kamar yang dipenuhi piala dan piagam penghargaan, saya tahu bahwa ini bukan akhir dari perjalanan. Ini adalah awal dari sebuah warisan yang akan terus berkembang. Karena seperti kata ayah, "Menulis bukan sekadar merangkai kata, tapi merajut masa depan dengan tinta kebenaran dan keindahan."

Saya, Ayah dan Sampul Buku Karya saya. Dok Pribadi
Saya, Ayah dan Sampul Buku Karya saya. Dok Pribadi

Ayah tersayang,

Hari ini aku duduk di kursi kesayanganmu, memandangi meja kerja yang kini terasa begitu sunyi. Cangkir kopimu masih di sana, dengan bekas bibirmu yang tak akan pernah hilang di tepiannya. Mesin ketik tuamu masih setia menunggu, seolah berharap jemarimu akan kembali menari di atasnya. Ada debu tipis yang mulai menyelimuti, tapi aku tak berani membersihkannya – takut menghapus jejak terakhirmu di sana.

Masih kuingat jelas malam itu, deadline terakhirmu...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun