Mohon tunggu...
Rizky Karo Karo
Rizky Karo Karo Mohon Tunggu... Dosen - Profil Singkat

Saya seorang pembelajar. Seorang Muda di Fakultas Hukum di Yogyakarta, enerjik, kalem namun easygoing, sedang belajar untuk menjadi advokat yang dapat membela orang miskin, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran/keadilan.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Beberapa Pertimbangan dalam Putusan Hakim yang Menggunakan Hukum Progresif

13 Oktober 2020   12:20 Diperbarui: 13 Oktober 2020   13:01 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1. Penetapan No. 1/Pdt.P/2019/PN Bli.

Menimbang, bahwa Teori hukum progresif merupakan gagasan Satjipto Rahardjo mengandung arti, makna dan konsep, progresif berasal dari kata "progress'" yang berarti "kemajuan". 

Hukum hendaknya mampu mengikuti perkembangan jaman, mampu menjawab perubahan jaman dengan segala dasar di dalamnya, serta mampu melayani masyarakat dengan menyandarkan pada aspek moralitas dan sumber daya manusia penegak hukum itu sendiri, menurut Satjipto Rahardjo pemikiran hukum perlu kembali pada filosofi dasarnya, yaitu hukum untuk manusia. 

Dengan filosofi tersebut, maka manusia menjadi penentu dan titik orientasi hukum. Hukum bertugas melayani manusia bukan sebaliknya, oleh karena itu hukum itu bukan merupakan institusi yang lepas dari kepentingan manusia. Mutu hukum ditentukan oleh kemampuannya untuk mengabdi pada kesejahteraan manusia ;

Menimbang, bahwa esensi teori hukum progresif mengandung suatu kualitas kesempurnaannya dapat diverifikasikan ke dalam faktor-faktor keadilan, kesejahteraan, kepedulian kepada rakyat dan lain-lain. 

Inilah hakikat "hukum yang selalu dalam proses menjadi" (law as a process, law in the making) hukum tidak ada untuk hukum itu sendiri tetapi untuk manusia, Hukum progresif secara konseptual berisikan bahwa hukum tidak ada untuk kepentingannya sendiri, melainkan untuk suatu tujuan yang berada di luar dirinya sendiri, oleh karenanya hukum progresif meninggalkan tradisi analitikal yurisprudence atau rechts dogmatik yang hanya berorientasi pada peraturan yang tersusun secara sistematis dan logis, tanpa memperdulikan dunia di luarnya seperti keberadaan manusia, masyarakat, kesejahteraan, keadilan dan lain-lain.

Hukum progresif ingin secara sadar menempatkan kehadirannya dalam hubungan erat pada kebutuhan manusia dan masyarakat konsep ini adalah sejalan dengan pemikiran Phillipe Nonet dan Phillipe Selznick dalam buku yang berjudul Hukum Responsif Pilihan di Masa Transisi pada halaman 23, bahwa hukum progresif memiliki tipe responsif, bahwa hukum akan selalu dikaitkan pada tujuan di luar narasi tekstual hukum itu sendiri. 

Konsepsi hukum progresif yang melandasi teori hukum progresif tersebut dengan tujuan sosialnya maka memiliki misi kesamaan dengan Sociological Jurisprudince dari Roscoe Pound yang mengarahkan pula pada tujuan sosial yang ingin dicapainya;

Menimbang, bahwa dengan berdasarkan pada karakteristik penemuan hukum yang bersifat Progresif maka Hakim berpendapat metode penemuan hukum yang sesuai dengan karakteristik penemuan hukum yang progresif yaitu dengan metode penemuan hukum yang bersifat visioner dengan melihat permasalahan hukum tersebut untuk kepentingan jangka panjang ke depan dengan melihat case by case, yang dapat membawa kesejahteraan serta keluar dari ketidakstabilan sosial sebagaimana tujuan hukum menurut Gustav Radbruch adalah kepastian, keadilan dan kemanfaatan sebagaimana dikenal dengan teori cita hukumnya.

2.  Putusan No. 1624 K/Pid/2014:

Menurut Proresor Satjipto Rahardjo " . . . hukum progresif dimulai dan dipicu oleh keprihatinan terhadap keterpurukan hukum Indonesia yang luas. Dirisaukan kualitas SDM, korupsi di pengadilan, kejaksaan, kurangnya kemauan politik, ketidakcocokan kultural, menurunnya kepercayaan masyarakat dan Iain-lain. Gerakan hukum progresif juga mematok tujuan yang Iebih luas, yaitu kesejahteraan dan kebahagiaan manusia. Juga rekonstruksi konsep dasar, seperti 'hukum untuk kemanusiaan' dan 'keadilan di atas peraturan.' " (Satjipto Rahardjo, Hukum Progresif Sebuah Sintesa Hukum Indonesia, cetakan ke-1 Genta Publishing, Yogyakarta, 2009, halaman 22)

3. Putusan No. 90 K/MIL/2012

Satjipto Rahardjo dalam penegakan hukum progresif "Hukum bukanlah suatu skema yang final (finite scema), namun terus bergerak, berubah, mengikuti dinamika kehidupan manusia. Karena itu, hukum harus terus dibedah dan digali melalui upaya-upaya progresif untuk menggapai terang cahaya kebenaran dalam menggapai keadilan 

4.  Putusan No: 406/PDT/2018/PT. MKS

dalam perkembangan hukum di Indonesia, muncul yang dinamakan HUKUM PROGRESIF. Hukum Progresif merupakan pemikiran hukum Indonesia modern yang digagas oleh Satjipto Rahardjo, yang dilandasi asumsi dasar bahwa hukum adalah untuk manusia. 

Menurut Satjipto Rahardjo hukum progresif adalah serangkaian tindakan yang radikal, dengan mengubah sistem hukum (termasuk merubah peraturan-peraturan hukum bila perlu) agar hukum lebih berguna, terutama dalam mengangkat harga diri serta menjamin kebahagiaan dan kesejahteraan manusia. 

Secara lebih sederhana hukum progresif adalah hukum yang melakukan pembebasan, baik dalam cara berpikir maupun bertindak dalam hukum, sehingga mampu membiarkan hukum itu mengalir saja untuk menciptakan keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum serta kesejahteraan manusia. Dapat disimpulkan kriteria Hukum Progresif adalah Mempunyai tujuan besar berupa kesejahteraan dan kebahagiaan manusia

5.  Putusan No: 207/B/2019/PT.TUN.SBY

Menimbang, bahwa Majelis Hakim Banding menyadari dimana Hukum Formal telah mengatur secara rijid, penjabaran ketentuan pasal 55 Undang -- undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, namun demikian kiranya perlu menyitir pendapat Satjipto Rahardjo dalam bukunya Penegakan Hukum Progresif halaman 167 " Mahkamah Agung yang Progresif " dan pada halaman 169 " untuk itu perlu ada keberanian melakukan rule breaking dan keluar dari rutinitas Penerapan Hukum, Out Of The Box Lawyering, penegakan hukum tidak berhenti pada menjalankan hukum secara apa adanya, within the call of law, melainkan menjadi tindakan kreatif, beyond the call of law;

6.  Putusan NO. 2385 K/Pdt/2011, Hakim Ketua: Prof. Dr. Valerine J.L. Kriekhoff, S.H., MA.

Pendekatan progresif membenarkan adanya dissenting opinion karena hal itu dianggap sebagai bagian dari pendidikan hukum terhadap masyarakat; Masyarakat akan memiliki wacana dari freedom of opinion untuk melakukan penilaian terhadap putusan Hakim itu. Apalagi putusan Hakim itu merupakan kasus-kasus yang menarik perhatian masyarakat; Memang harus disadari bahwa pendapat Hakim yang berbeda tidak menentukan benar tidaknya pendapat tersebut, tetapi obyektivitas pendapat tersebut diserahkan kepada publik, baik kalangan akademisi, praktisi maupun justitiabele;

Seorang Hakim bukan hanya teknisi undang-undang, tetapi juga makhluk sosial, karena itu, pekerjaan Hakim sungguh mulia, karena ia bukan hanya memeras otak, tetapi juga nuraninya. Hakim yang berpikiran progresif, menjadikan dirinya bagian masyarakat, akan selalu menanyakan, "Apakah peran yang bisa saya berikan kepada masyarakat khususnya pencari keadilan?" Apa yang diinginkan para pencari keadilan? Dengan demikian ia akan menolak bila dikatakan pekerjaannya itu hanya mengeja undangundang Hakim progresif akan selalu meletakkan telinga pada jeritan para pencari keadilan;

Ide dissenting opinion sebenarnya merupakan suatu wacana baru yang dapat diterima dalam Sistem Hukum Indonesia, karena hal ini dapat dijadikan suatu parameter alternatif untuk menentukan apakah suatu putusan itu memenuhi rasa keadilan masyarakat dan menjunjung prinsip kepastian hukum;

Menurut Toton Suprapto (Mantan Sek-Jen MA/ Ketua Muda Bidang (Hukum) Agama/ Hakim Agung/ Ketua Umum IKAHI periode 2001- 2004 dalam Musyawarah Nasional (MUNAS) XIII IKAHI, Maret 2001 di Bandung, menerangkan bahwa: "Sebagai bagian dari pengawasan terhadap Hakim-Hakim, keinginan masyarakat agar dissenting opinion diterapkan dalam putusan Hakim adalah juga merupakan kehendak para Hakim, karena dengan dissenting opinion itu perbedaan pendapat dari para Hakim akan terlihat, sekarang ini perbedaan pendapat para Hakim dalam putusan itu tidak terlihat, padahal dalam musyawarah Majelis Hakim selalu ada perbedaan pendapat, kalau perbedaan pendapat itu bisa dituliskan memang bisa menjadi bagian dari pertanggungjawaban kepada masyarakat. Kalau Hakim bisa melakukan ini memang lebih fair";

7. Putusan No. 138/PID.SUS/2019/PT PTK

Majelis Hakim Pengadilan Tingkat Banding juga akan mempertimbangkan adanya konsep hukum progresif. Konsep hukum progresif menekankan atau mendasarkan pada prinsip bahwa hukum adalah untuk manusia dan bukan sebaliknya. Progresifisme hukum mengajarkan hukum yang pro rakyat dan hukum yang berkeadilan dengan penekanan pada nilai-nilai kemanusiaan

Menimbang, bahwa berdasarkan pada asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang terdapat dalam Pasal 2 ayat (2) Undang -Undang Kekuasaan Kehakiman Nomor 48 Tahun 2009 dan dikaitkan pula pada prinsip dan konsep hukum progresif tersebut diatas, maka penerapan penjatuhan pidana bersyarat (voorwaardelijk straf) berdasarkan Pasal 14 a KUHP terhadap Terdakwa dipandang sudah benar dan tepat. 

Lagi pula hukuman/pidana penjara selama 10 (sepuluh) bulan dengan masa percobaan selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan jelas- jelas mensyaratkan Terdakwa agar dalam berprilaku hidup sehari - hari dalam masa percobaan tersebut, tidak berhubungan atau melakukan kejahatan apapun itu jenisnya termasuk pelanggaran hukum yang ringan sekalipun. 

Apabila dalam masa percobaan Terdakwa diketahui melanggar syarat - syarat tersebut, maka dengan sendirinya mutatis mutandis hukuman pidana penjara selama 10 (sepuluh) bulan tersebut harus dijalaninya, selain ancaman hukuman untuk pelanggaran/ kejahatan baru yang terjadi dikemudian hari yang dilakukan oleh Terdakwa;

Menimbang, bahwa berdasarkan pada pertimbangan - pertimbangan yang bersifat kemanusiaan pada diri Terdakwa, orang tua Terdakwa dan santunan dari Terdakwa, asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yaitu nilai - nilai kemanusian yang adil dan beradab dalam Pancasila yang terdapat dalam Pasal 2 ayat (2) Undang - Undang Kekuasaan Kehakiman Nomor 45 tahun 2009 serta konsep hukum progresif, maka Majelis Hakim Pengadilan Tingkat Banding sependapat dengan putusan dari Majelis Hakim Pengadilan Tingkat Pertama dan alasan - alasan banding Jaksa Penuntut Umum tidak dapat dibenarkan;

8. Putusan No. 2566 K/Pdt/2016

Hukum progresif tidak memahami hukum sebagai institusi yang mutlak secara final, melainkan sangat ditentukan oleh kemampuannya untuk mengabdi kepada manusia. Dalam konteks pemikiran yang demikian itu hukum selalu berada dalam proses untuk terus menjadi. Hukum adalah institusi yang secara terusmenerus membangun dan mengubah dirinya menuju kepada tingkat kesempurnaan yang lebih baik. Kualitas kesempurnaan disini bisa diverifikasi ke dalam faktorfaktor keadilan, kesejahteraan, kepedulian kepada rakyat dan lainlain. Inilah hakikat "hukum yang selalu dalam proses menjadi (law as a process, law in the making)"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun