Kesejahteraan/prosperity, yakni mewujudkan masyarakat kelautan dan perkanan yang sejahtera, maju, mandiri, serta berkepribadian dalam kebudayaan.
Pembangunan di sektor kelautan dan perikanan, tidak bisa dipandang hanya sebagai cara untuk menghilangkan kemiskinan dan pengangguran. Namun, lebih dari itu, sektor kelautan dan perikanan adalah basis perekonomian nasional, maka sudah sewajarnya jika sektor perikanan dan kelautan dikembangkan menjadi sektor unggulan dalam kancah perdagangan internasional[19].
Pembangunan kelautan dan perikanan oleh KKP selama ini dilaksanakan dalam rangka mewujudkan 3 (tiga) pilar pembangunan, yakni pro-poor(pengentasan kemiskinan), pro job (penyerapan tenaga kerja), pro growth(pertumbuhan). Pembangunan kelautan dan perinakan harusnya dapat menjadikan bangsa Indonesia menjadi yang lebih baik dariapa keadaan sekarang.
Menurut penulis, nelayan Indonesia belum sejahtera, dan kesulitan modal. Kegiatan di usaha di sektor perikanan umumnya masih menggunakan modal sendiri/keluarga, dan belum banyak modal dari bank, hal tersebut menjadi penyebab utama. Oleh karena itu, seharusnya Pemerintah melalui KKP memberikan bantuan permodalan, misalnya (1). KKP bekerja sama dengan koperasi nelayan yang ada di tempat pendaratan ikan; (2). Program kerja sama bantuan permodalan dalam bentuk penyediaan kapal yang baik; (3). Pemberian pemodalan untuk memberikan pelatihan kepada rumah tangga nelayan yang berkaitan dengan upaya untuk mengolah dan memasarkan produk perikanan.
Menteri Susi menegaskan bahwa sudah seharusnya laut Indonesia menjadi milik nelayan Indonesia sepenuhnya. Perpres baru tentang DNI, Daftar Negatif Investasi menjadi langkah yang baik untuk mengembalikan hak warga negara Indonesia atas kedauluatan laut dan ekonomi perikanan Indonesia[20].
- Penyebab Kemiskinan Nelayan
Menurut Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Pesisir[21], penyebab kemiskinan nelayan di Indonesia adalah:
Belum adanya kebijakan, strategi, dan implentasi program pembangunan kawasan pesisir dan masyarakat nelayan yang terpadu di antara para pemangku kepentingan pembangunan;
Adanya inkosistensi kuantitas produksi (hasil tangkapan), sehingga keberlanjutan aktivitas sosial ekonomi perikanan di desa-desa nelayan terganggu. Hal tersebut disebabkan oleh kondisi sumber daya perikanan telah mencapi kondisi over fishing, musim paceklik yang berkepanjangan, dan kenaikan harga bahan bakar minyak;
Masalah isolasi geografis desa nelayan, sehingga menyulitkan keluar-masuk arus barang, jasa, kapital, dan manusia, yang mengganggu mobilitas sosial ekonomi;
Adanya keterbatasan modal usaha atau modal investasi, sehingga menyulitkan nelayan meningkatkan kegiatan ekonomi perikananya;
Adanya relasi sosial ekonomi yang ekspolitatif dengan pemilik perahu, pedagang perantara (tengkulak), atau pengusaha perikanan dalam kehidupan nelayan;