Mohon tunggu...
Rizky Hadi
Rizky Hadi Mohon Tunggu... Lainnya - Anak manusia yang biasa saja.

Selalu senang menulis cerita.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Bintang Hilang Kebahagiaan

19 Januari 2021   09:10 Diperbarui: 19 Januari 2021   09:16 674
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

#CerpenLama #Unedited

Kenapa kau datang pada saat situasi seperti ini? Ayolah. Bertahanlah sedikit lagi, gumam Bintang dalam hatinya.

Bintang merasakan sakit pada lututnya. Cedera lama itu kambuh kembali. Merusak konsentrasi di saat-saat genting. Dia mencoba tak menggubris rasa sakit yang menjalar dengan tetap. memaksa untuk melanjutkan permainan.

***

Hari ini adalah hari yang menentukan untuk Bintang. Pasalnya dia berhasil mencapai babak final lomba tenis meja. Target juara pertama menjadi mutlak. Tak bisa ditawar lagi. Mimpinya untuk naik ke podium tertinggi sudah di depan mata.

Namun, sebuah kendala datang menghampiri Bintang. Motor hitam tua milik Agam, sahabatnya yang rencananya akan mengantar ke tempat pertandingan, tiba-tiba mogok di tengah jalan.

"Gimana? Bisa atau enggak?" tanya Bintang kepada Agam yang sibuk memperbaiki busi motor. Motor tua memang selalu bermasalah pada businya.

"Sedikit lagi. Tunggu sebentar," jawab Agam. Sementara Bintang terlihat tidak tenang dengan kondisinya saat ini. Dia beberapa kali mondar-mandir tak jelas sembari melihat jam yang melingkar di tangannya.

"Cepatlah, Gam. Jangan buang-buang waktu. 20 menit lagi aku harus sampai di tempat pertandingan. Kalau telat bisa didiskualifikasi." Raut muka Bintang semakin gelisah. Tak pernah sekali pun dia terlihat panik seperti sekarang.

"Sabar dulu. Sebentar lagi ini."

"Kalau begitu aku duluan. Aku akan cari angkutan umum."

Bintang bergegas pergi. Mencari angkutan umum yang lewat. Tetapi tangannya tiba-tiba ditahan oleh Agam. Dengan suara yang lemah, Agam berujar, "Tunggulah sebentar lagi. Aku diperintah orang tuamu untuk mengantarkanmu ke tempat pertandingan. Aku juga tak tega kalau kau pergi sendirian."

"Tapi aku bisa terlambat. Lagi pula kau bisa menyusul setelah kau selesai memperbaiki motor ini."

Dengan berat hati, Agam akhirnya merelakan Bintang pergi sendirian. Sebelum Bintang meneruskan langkah, Agam memberikan sebotol minuman seraya berucap, "Untuk penambah stamina."

***

Gelanggang olah raga sudah ramai dipadati penonton. Mereka berduyun-duyun datang untuk menonton partai yang akan menampilkan pertandingan yang seru dan menarik antara dua pemain terbaik yaitu Bintang dan Zidan.

Di tengah keramaian, Bintang datang dengan napas yang tersengal. Naik turun. Keringatnya sudah mengucur sebelum pertandingan dimulai. Tanpa menunggu lama lagi, Bintang langsung masuk ke ruang ganti dan bersiap.

Setelah melakukan persiapan, kedua pemain memasuki lapangan dibarengi sorak-sorai dari para penonton. Zidan yang notabene juara bertahan tampak percaya diri dengan bet yang dia pegang di tangan kanannya. Gurat mukanya penuh ambisi. Sedangkan Bintang tak kalah serius. Matanya menatap tajam tanda konsentrasi yang teramat. Bintang sejenak berhenti di tengah lapangan. Mengadahkan tangannya dan berdoa, "Ya Tuhan, di pertandingan ini aku hanya membawa doa dari kedua orang tuaku dan keyakinan dari dalam diri. Semoga semuanya berjalan dengan lancar."

Pengadil pertandingan memberikan briefing sejenak. Bintang dan Zidan hanya mengangguk-angguk mengikuti arahan.

Permainan dimulai. Servis pertama dari Bintang. Penerimaan bola yang kurang baik dari Zidan menyebabkan bola tanggung di atas net. Menjadi makanan empuk untuk Bintang. Tanpa ampun, Bintang langsung melepaskan pukulan yang keras disertai teriakan yang keras pula. Angka pertama untuk Bintang.

Plakk!!! Plakk !!! Plakk!!! Adu pukulan terjadi. Satu, dua, langsung smash. Kedua pemain sama-sama menampilkan permainan dan skill terbaik. Penonton semakin bergairah.

Pertandingan semakin sengit. Saling jual-beli masih terus berlangsung. Bintang unggul cukup jauh dari lawannya. Gemuruh suara penonton membuat atmosfer pertandingan semakin panas. Hingga di tengah-tengah pertandingan, Bintang meminta break kepada wasit karena ada masalah pada lututnya. Dia tiba-tiba merasakan nyeri. Nampaknya cedera tahun lalu kambuh kembali. Cedera yang memaksanya harus absen dari kejuaraan tahun lalu. Terlihat dari kejauhan penonton saling berbisik membicarakan kondisi Bintang.

Ternyata rasa nyeri di lutut Bintang tak lekas hilang. Dia beberapa kali meminta break kepada pemimpin pertandingan. Namun hal itu menimbulkan reaksi dari Zidan. Dia memprotes tindakan Bintang yang terus meminta break. Juara bertahan itu menuntut pertandingan terus dilanjutkan. Hal tersebut wajar dilakukan oleh Zidan karena dia dalam posisi mengejar ketertinggalan. Terjadi perdebatan di antara kedua pemain. Wasit pun memutuskan untuk melanjutkan pertandingan karena permintaan break dari Bintang sudah melampaui batas.

Keadaan yang kurang ideal dari Bintang berhasil dimanfaatkan dengan baik oleh Zidan hingga dia menyamakan kedudukan. Karena skor sama kuat, pertandingan harus berlanjut pada set terakhir. Bintang mengatur konsentrasinya kembali. Dia meyakinkan dirinya dan berujar, "Mimpiku tergantung aku sendiri. Aku akan melawan batas kemampuan untuk mewujudkannya."

Di set penentuan ini, Bintang kembali on fire. Segala serangan dan pukulannya gagal dibendung oleh Zidan. Namun di angka penentuan, dia kembali merasakan nyeri di lututnya. Bahkan ini lebih parah. Rasa sakitnya menjalar. Merusak konsentrasi yang baru dibangunnya.

"Kaki bertahanlah. Satu angka lagi kau akan membawaku ke podium tertinggi." Bintang terus memompa semangatnya. Dia memaksakan kondisi. Menahan rasa sakit untuk terus bermain.

Permainan berlanjut. Servis sempurna dari Bintang. Pengembalian bola yang bagus dari Zidan menyulitkan Bintang dan membuat bola menjadi tanggung. Kesempatan Zidan untuk memperpanjang permainan. Zidan bersiap untuk melancarkan pukulan. Dia mengokang tangannya dan melepaskan pukulan. Namun sayang, bolanya membentur net dan jatuh di bidang permainannya sendiri.

Bintang langsung menjatuhkan badannya dan berteriak tanda kemenangan. Mengepalkan tangannya ke atas. Raut muka bahagia tak bisa disembunyikan lagi. Air mata bahagia timbul dari balik matanya. Para penonton memberikan standing applause untuk Bintang. Mereka mengapresiasi kerja keras Bintang selama pertandingan. Sementara Zidan hanya tertunduk lesu. Dia membanting betnya tanda kekecewaan.

Dengan wajah semringah, Bintang naik ke atas podium. Dia membalut badannya dengan bendera merah putih. Satu mimpinya kini menjadi kenyataan. Dia menerima kalungan medali dan melambaikan tangannya ke arah penonton. Tanda terima kasih karena telah mendukungnya selama pertandingan berlangsung.

Suasana sakral terjadi ketika sang saka merah putih dikibarkan. Seluruh orang yang ada di gelanggang olah raga dengan bangga memberikan hormat. Kemudian dengan serentak menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Tanpa terasa air mata Bintang tumpah. Mengucur melewati tulang pipi. Sebuah momen yang tak bisa dia lupakan seumur hidupnya.

Setelah turun dari podium dan mendapatkan perawatan, Bintang teringat kepada Agam. Mencari-cari Agam di sekitar gelanggang. "Agam harus tahu kalau aku berhasil menjadi juara," katanya dengan suara lirih.

***

"Mengapa kau biarkan dia datang? Bisa kerja nggak?"

"Aku tadi sudah mengatur motor supaya mogok di jalan dan aku juga sudah berupaya memperlambat semuanya."

"Tapi kenapa dia masih datang juga?"

"Entah kenapa rencana cadangan gagal juga. Minuman yang berisi obat sakit perut juga tak bereaksi. Ini semua di luar kendaliku."

"Rencana cadangan seharusnya kaugunakan dalam situasi yang benar-benar kepepet. Bukan seperti itu juga caranya."

Bintang tak sengaja melewati ruang ganti Zidan dan mendengar percakapan antara Zidan dan Agam. Mengapa Agam ada di ruang ganti Zidan? Dari mana mereka berdua saling kenal? Apa maksud pembicaraan mereka? Pikiran Bintang dipenuhi oleh beragam pertanyaan.

Dengan memberanikan diri, Bintang masuk ke ruang ganti Zidan. Zidan dan Agam yang mengetahui kedatangan Bintang langsung terdiam sekaligus terkejut.

"Apa maksud percakapan kalian? Rencana itu kalian persiapkan untukku?" ucap Bintang dengan suara sedikit meninggi.

Pertanyaan Bintang tak digubris Zidan. Dia malah pergi tanpa rasa bersalah. Meninggalkan Bintang dan Agam yang saling bertatap muka.

"Maafkan aku. Aku tak bermaksud menggagalkan impianmu," sahut Agam dengan memelas.

"Semuanya telah terbongkar di depan mataku. Aku beruntung, minuman yang kau berikan tadi jatuh ketika aku hendak naik ke angkot. Kalau tidak, mungkin musnah sudah impianku. Aku enggak nyangka kalau sahabatku sendiri bisa melakukan semua ini. Kita ini sahabatan sejak kecil. Bahkan orang tuaku memercayaimu untuk mengantarku ke sini. Tapi kau merusak kepercayaan orang tuaku. Ingat baik-baik. Seorang sahabat tak akan mendorong sahabatnya sendiri untuk jatuh ke jurang," tandas Bintang yang berusaha menahan emosinya.

"Maafkan aku. Pembayaran uang kuliah sudah mendekati tenggat dan aku harus segera membayarnya." Agam terduduk sembari menyesali perbuatannya.

Bintang lantas pergi meninggalkan Agam. Semua penjelasan dari Agam seolah mental. Kejadian ini membuat kebahagiaan Bintang hilang. Kecewa. Dia tak menyangka kalau sahabatnya sendiri yang mencoba menggagalkan impiannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun