Mohon tunggu...
Rizky Hadi
Rizky Hadi Mohon Tunggu... Lainnya - Anak manusia yang biasa saja.

Selalu senang menulis cerita.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Diari Dude

2 Januari 2021   10:43 Diperbarui: 2 Januari 2021   10:49 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah lima tahun berkolaborasi dengan Fahed -- temannya, untuk mendirikan toko buku, Dude memutuskan resign dan berniat merintis usaha di bidang yang sama di kotanya sendiri. Satu alasan yang menguatkan keputusan Dude ialah dia melihat di tanah kelahirannya sangat jarang keberadaan toko buku. Padahal itu menjadi komponen penting untuk membuka jendela dunia.

Awalnya Fahed sempat mempertanyakan keputusan Dude yang cenderung terburu-buru. Fahed juga memberikan opsi kepada Dude untuk membuka cabang di kotanya, toh usaha Dude mendatang juga bergerak di bidang yang sama. Tetapi usulan Fahed ditolak oleh Dude. Pria berusia dua puluh tujuh tahun itu tidak ingin merepotkan temannya, lebih dari itu dia ingin menjadi pemilik tunggal usahanya nanti.

Walaupun berat hati, tetapi Fahed harus merelakan patner kerjanya berpindah tempat. Dude memang keras kepala soal pekerjaan, satu keputusan yang sudah dibuatnya tidak dapat dibendung oleh siapa pun. Fahed paham benar soal itu.

Di kontrakan yang tidak terlalu besar, Dude mengemasi barang-barangnya. Dia memasukkan pakaian di dalam koper, merapikan berkas-berkas penting yang akan turut dibawanya nanti. Beberapa berkas tersebut berisi konsep yang akan digunakan untuk toko bukunya nanti. Setelah semua beres, dia mengambil ponsel, memesan transportasi online yang rencananya akan mengantarkan ke stasiun.

Seusai lengang, ketika Dude hendak meninggalkan kamar, pandangannya tiba-tiba tertuju pada sebuah buku catatan berwarna hitam berukuran A6 yang luput di rak paling bawah. Dia mengambilnya, meniup debu yang menyelimuti buku itu. Di sampul buku bertuliskan 'Diari Dude'. Dia sejenak terpaku, tak lekas menutup pintu. Buku catatan yang ditemukan mengalihkan perhatiannya. Dia pandangi diari itu, mencoba mengingat kembali.

"Ini kan diari yang kutulis tujuh tahun lalu sewaktu masih kuliah," kata Dude pelan.

Dude menghela napas kemudian duduk di atas dipan, membuka kembali diarinya sembari menunggu jemputan. Lembar demi lembar di bolak-balik. Dia senyum-senyum sendiri membaca catatannya dulu. Dia melanjutkan ke halaman berikutnya, bola matanya terpusat pada catatan beberapa tahun lalu.

***

14 Februari 2013

Kalau ada yang bilang hari Valentine adalah hari kasih sayang, itu adalah omongan pembual yang tengah mabuk. Kalau ada yang bilang hari Valentine bisa merekatkan sebuah hubungan, itu adalah omongan pujangga yang haus akan cinta. Pembual dan pujangga memang tidak ada bedanya. 

Hubunganku dengan Saskia telah menginjak dua tahun. Aku sangat menyayanginya sejak kami menjadi rekan dalam sebuah tugas penelitian. Mata yang bulat bersinar, senyum manis, rambut lurus terurai. Itu semua dibingkai dalam persona cantik yang selalu dibawanya

Rencananya siang ini aku akan menyiapkan kejutan untuknya di salah satu restoran paling romantis di kota ini. Semuanya telah kususun dan kuatur serapi mungkin, sedetail mungkin, supaya Saskia tambah sayang kepadaku. Kata orang hari ini waktu yang paling tepat untuk merekatkan hubungan.

Satu jam sebelum kejutan dimulai, sewaktu aku bersiap untuk pergi menjemput di rumahnya, tiba-tiba Saskia mengetuk pintu kontrakanku. Dia datang dengan muka datar tetapi dalam tangkapanku dia tampaknya sedang bingung. Beberapa kali dia ingin membuka mulut tetapi seolah tertahan oleh sesuatu. Dia meremas jemarinya. Aku mencoba untuk mengajaknya duduk di beranda kontrakan, menyuruhnya untuk tenang.

Setelah beberapa saat, akhirnya Saskia berkata dengan rada terbata. Dan kata-kata ini membuatku menghardik hari yang katanya spesial. 

"Apa yang akan aku katakan mungkin akan membuatmu merasa sedih dan kecewa. Aku telah jatuh cinta kepada orang lain, aku tahu ini adalah kesalahan fatal dalam hubungan kita. Menurutku lebih baik aku berkata jujur padamu supaya tidak ada kesalahpahaman nanti. Aku yakin kamu akan mendapat wanita yang lebih baik dariku yang mampu membuatmu bahagia. Kamu berhak mendapatkan kebahagiaan itu tapi bukan diriku. Jadi lebih baik baik kita sudah hubungan ini."

Aku terdiam seketika. Belum sempat menanyakan kepada Saskia, dia sudah pergi meninggalkan kontrakan. Aku mencoba untuk mengejarnya tapi kakiku seolah tertanam di lantai. Aku terlampau kaget oleh keadaan yang mengejutkan ini. Dia telah meninggalkanku dengan seseorang hadir di waktu yang salah. Tusukan sembilu terasa begitu menyakitkan. Pikiranku masih terbayang-bayang akan dirimu. Aku terlalu berharap dengan orang lain sampai lupa bahwa yang menghancurkan harapanku itu adalah diriku sendiri. 

Malam ini ketika menulis catatan ini, aku juga mencaci hubunganku dengan Saskia selama dua tahun yang telah kulalui bersamanya. Jadi, topik kita yang mulai habis atau rasa kita yang mulai menipis?

***

"Apakah aku dulu sehancur dalam diari ini? Jika dipikir-pikir duniaku masih nyaman sejak kepergiannya," ucap Dude setelah sejenak diam.

Dude kini teringat kembali mantannya yang dulu pernah menemani berjuang di masa-masa kuliah. Walaupun harus berakhir karena tikungan yang mengagetkan, tetapi malah membuatnya belajar banyak. Hikmah yang didapat sangat terasa. Dia bisa fokus untuk merintis usaha, berkembang sesuai keinginannya, dan yang paling penting hatinya menjadi lebih kuat.

Sejak ditinggal pergi Saskia waktu itu, Dude memang sempat hancur. Tetapi hanya beberapa hari saja. Selepas itu, dia bagai kuda yang tak pernah berhenti berlari. Bersama Fahed, dia mencetuskan ide untuk membuka toko buku. Dia juga menjadi pelopor melawan pembajakan buku.

Hal menyakitkan malah dijadikan Dude sebagai pelecut untuk terus memacu hidupnya walau tanpa kehadiran salah satu wanita paling dicintai. Dia tahu bahwa hidup tidak melulu tentang bertukar rasa. Tanpa kehadiran pasangan di sisinya pun, dia tetap bisa berjuang di kakinya sendiri. Toh dunia akan selalu baik-baik saja walaupun hatinya sedang patah.

Dude membuka kembali diarinya. Membuka sembarang dan memusatkan kembali pandangannya ke buku catatan yang digenggamnya.

***

27 Desember 2013

Kata orang memang benar, waktu adalah obat paling mujarab untuk menyembuhkan rasa sakit. Kata orang memang tak pernah salah bahwa sakit hati akan sendirinya lebur jika dalam prosesnya diisi dengan suatu hal yang positif. 

Semenjak kejadian yang seolah membuat semestaku berhenti itu, aku berjanji akan segera move on darimu. Membuktikan bahwa aku bisa berdiri sendiri tanpa semangat yang biasa kamu torehkan di setiap pagi. Hari-hari kupakai untuk memperjuangkan masa depan, tak melulu terjun dalam kesedihan. Sedih boleh tetapi jangan sampai menyelaminya dan nyaman berada di dalamnya.

Aku menata hidupku kembali. Rencana-rencana yang sempat tertunda kutunaikan dengan baik. Aku memacu langkah lebih kencang lagi, menatap tujuan yang kelak akan hadir tepat di pelupuk mata. 

Aku mulai membangun usaha bersama temanku, mendirikan toko buku kecil-kecilan. Walau tak punya modal banyak, setidaknya aku berani untuk mencoba dan masuk dalam dunia baru. Memang berat perjuangan di awal. Susah untuk merubah mindset orang untuk membaca buku. Apalagi membeli buku yang original. Orang-orang cenderung membeli buku bajakan dengan dalih isi sama dan harga lebih murah. Sebetulnya tidak dibenarkan membeli barang yang tak memiliki pajak.

Orang-orang tidak tahu imbas membeli buku bajakan akan berakibat panjang. Banyak yang dirugikan jika semakin banyak orang yang melakukannya. Mulai dari penerbit, orang yang bekerja di bawah naungan penerbit, dan yang paling merasakan adalah penulis. Penulis pada akhirnya akan malas menulis jika aksi pembajakan terus-menerus berlangsung. Jika sudah seperti itu, negara ini akan kurang bahan bacaan. Dan bukankah buku merupakan jendela keilmuan? 

Mereka-mereka yang berjuang mati-matian bisa gulung tikar jika orang di balik pembajakan hak cipta terus merajalela. Sangat sulit menghentikan pembajakan bahkan pemerintah tak kuasa melakukannya. 

Usahaku bersama Fahed kini sedikit bisa menghasilkan. Untuk keperluan sewa kontrakan dan makan kami tak perlu meminta kepada orang tua lagi. Rasa sakit beberapa bulan lalu perlahan terpendam dengan sendirinya. Cinta memang begitu, terkadang memikat, lebih sering menjerat. Tetapi bukankah orang yang pernah merasakan jeratan cinta yang teramat, kedewasaannya akan bertambah satu tingkat? Aku percaya akan hal itu.

***

Dude menutup diarinya, menatap langit-langit kamar. Dia teringat masa-masa perjuangan bersama Fahed. Awalnya dia bingung mau memulai dari mana. Setelah bertanya kanan-kiri, dia menemukan titik terang. Mulailah dia bersama Fahed mengumpulkan modal dan bergerilya promosi dari satu tempat ke tempat lain, dari satu kampus ke kampus lain. Tujuannya satu: menambah populasi orang yang cinta akan buku.

Setelah berjalan beberapa bulan, usahanya bersama Fahed mulai menemui jalan. Banyak pelanggan berdatangan, penerbit-penerbit mulai memercayakan buku-buku mereka kepada Dude dan Fahed. Omzet mulai naik secara perlahan. Mereka berdua bahkan sudah bisa mempekerjakan orang. Kini Dude bisa bersyukur, akibat dari ditinggal kekasih, dia menjadi lebih produktif. Kedewasaannya bertumbuh seiring waktu.

"Ini semua hasil dari patah hati," ucap Dude sembari tersenyum puas.

Belum sempat senyumannya luntur, suara klakson terdengar. Transportasi online yang dipesan sudah datang. Segera dia memasukkan buku diari ke dalam tas dan akan menjadi temannya ketika di dalam kereta api nanti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun