Mohon tunggu...
Rizky Febriana
Rizky Febriana Mohon Tunggu... Konsultan - Analyst

Senang Mengamati BUMN/BUMD dan Pemerintahan

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Ribut-ribut Soal Subsidi

22 Januari 2020   12:15 Diperbarui: 23 Januari 2020   08:09 462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

24-27 Mei 2011, waktu masih kuliah di Jogja, selama 4 (empat) hari, salah satu teman yang menjadi asisten dosen di kampus mengajak saya jadi surveyor lapangan.

Saya bilang saya siap. Ya lumayan waktu itu ada honor "receh-receh" buat makan nasi kucing di angkringan. Tugas saya cukup sederhana, melakukan spot check program nasional pemerintah pusat, Program Keluarga Harapan ("PKH").

PKH adalah program perlindungan sosial yang memberikan bantuan uang tunai langsung kepada Rumah Tangga Sangat Miskin ("RTSM") dengan syarat (conditional cash transfer) dapat memenuhi kewajiban terkait pendidikan dan kesehatan.

Bantuan PKH itu diserahkan kepada kepada ibu atau perempuan dewasa (nenek, bibi atau kakak perempuan) yang disebut Pengurus Keluarga. Wanita menurut penelitian lebih mampu mengelola keuangan keluarga.

Penerima PKH juga punya semacam kewajiban (Key Performance Indicators). Waktu itu syaratnya seperti penerima PKH diwajibkan membawa anaknya yang Balita ke posyandu secara rutin setiap bulannya, jika ada Ibu Hamil atau nifas juga harus diperiksakan ke Puskesmas.

Penerima PKH yang memiliki anak hingga usia 7 sampai 15 tahun harus memenuhi absen minimal 85% di sekolahnya. Kalau ada kewajiban yang tidak dipenuhi, maka ada semacam punishment dengan pemotongan nilai rupiah yang diterima.

Sedetail itu program ini dirancang supaya bantuan sejalan dengan tujuan yaitu adanya peningkatan akses pendidikan dan kesehatan bagi keluarga RTSM. Dengan perbaikan pendidikan dan jaminan kesehatan, dalam jangka panjang diharapkan predikat miskin dapat dientaskan.

Waktu itu, kebetulan saya kebagian spot check program di wilayah Bantul, Yogyakarta. Menelusuri rumah RTSM penerima PKH adalah pengalaman baru apalagi sebagai mahasiswa yang terkadang hidupnya tinggal di "menara gading". 

Saya merasakan mereka yang menjadi miskin saja menderita apalagi menjadi sangat miskin, pasti lebih menderita.

Dinding rumah gedek, dari bambu. Rumah beralaskan tanah, tidak ada keramik. Tidak ada kulkas dan mesin cuci. Kalau mau nonton televisi sepertinya harus menumpang tetangga.

Tidak ada sesuatu yang mewah. Tidak ada sesuatu yang branded. Tidak ada update status, tidak ada instastory. Entah bagaimana cara orang miskin dan sangat miskin menghibur diri apalagi menghibur keluarganya? Benarkah bahagia itu sederhana bagi mereka? Entahlah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun