Mohon tunggu...
Muhammad Rizky Fajar Utomo
Muhammad Rizky Fajar Utomo Mohon Tunggu... Lainnya - Personal Blogger

part-time dreamer, full-time achiever | demen cerita lewat tulisan | email: zawritethustra@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

#kubukabukuku Timang-timang Guru: Kisah Usaha Guru Melawan Hegemoni Negara

12 Juni 2022   09:19 Diperbarui: 12 Juni 2022   09:31 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumentasi Pribadi

Hal ini dikarenakan pemberian cap Orde Baru terhadap Karl Marx sebagai 'biang kerok' ketidakharmonisan negara; sebagai ancaman besar negara yang harus dimusnahkan segala bentuk pengaruh dan bentuk dukungannya, inilah yang nampaknya melekat pada pemikiran Pak Ahmad mengenai Karl Marx dan Marxisme.

Pola pikir kritis Fatih mempertanyakan pernyataan Pak Ahmad pada pertemuan sebelumnya mengenai cap Marx dan Marxisme sebagai paham sesat. 

Alih-alih menjawab pertanyaan Fatih, yang dilakukan oleh Pak Ahmad justru menyuruh Fatih untuk melupakannya dengan alasan materi yang disampaikan sudah berlalu. 

Tak hanya sampai di situ, Pak Ahmad juga merespon hak kebebasan akademik Fatih dengan semacam absolutisme bahwa apa yang dijelaskan oleh Pak Ahmad tidak seharusnya dipertanyakan lagi karena ia telah hidup lebih lama dibanding Fatih.

Cara mengajar seperti inilah sejujurnya akan memotong daya kritis para pelajar dan bertentangan dengan kebebasan akademik, di mana arus diskusi tanya-jawab diperbolehkan dan tidak memiliki sekat apapun karena penentu kualitas intelektualitas dalam sebuah ruang akademik bukanlah usia; melainkan wawasan dan pemikiran seseorang.

Stagnansi Kesejahteraan Guru

Selain soal masih melekatnya gaya feodalistik di mana murid berada pada tataran subordinat sedangkan guru berada di atasnya, dan oleh karenanya ia mutlak, ada hal yang mengganggu Irzandy dalam novelnya; kesejahteraan guru. Kesejahteraan guru sudah lama menjadi problematika yang dialami oleh banyak guru-guru non-PNS di Indonesia. Banyak guru yang mengharuskan dirinya melakukan kerja sambilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya.

Hal ini Irzandy gambarkan dengan membumi melalui perjuangan Mas Saldi dan Pak Joki yang setelah lama mengajar namun kesejahteraannya tidak mengalami peningkatan. 

Stagnansi kesejahteraan yang dialami oleh kedua tokoh ini ternyata berkaitan dengan performa mengajar mereka; mulai dari kurang optimalnya guru saat mengajar karena tuntutan yang ada tidak sejalan dengan pemenuhan kebutuhan guru hingga mengalami cultural lag dalam hal komputerisasi. 

Cultural lag sendiri adalah suatu kondisi di mana suatu bagian masyarakat tidak bisa mengikuti perkembangan yang ada; perkembangan maju lebih cepat dibanding dengan pengetahuan akan perkembangan yang mengikutinya.

Sebagai bagian dari guru muda honorer, terhadap isu ini Fatih sangat geram karena menurutnya, negara hanya bisa menuntut guru untuk selalu memberikan yang terbaik serta meningkatkan kualtiasnya, namun kurang bekerja keras dalam pemenuhan kesejahteraan guru. Meski pemerintah di dunianya Fatih, mulai dari pemerintah daerah hingga pemerintah pusat, nampak menutup mata terhadap isu krusial ini, namun Fatih memiliki keyakinan bahwa pemerintahnya suatu saat nanti dapat meningkatkan kesejahteraan guru karena baginya; 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun