Mohon tunggu...
Muhammad Rizky Fajar Utomo
Muhammad Rizky Fajar Utomo Mohon Tunggu... Lainnya - Personal Blogger

part-time dreamer, full-time achiever | demen cerita lewat tulisan | email: zawritethustra@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Mengapa Ada Musik Bisa Terdengar Mirip dengan Musik Lainnya?

5 Juni 2022   16:08 Diperbarui: 5 Juni 2022   18:31 813
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
The Pools of Cryptomnesia oleh Mitchell Pluto (Pinterest)

Banyak di antara kita pasti pernah mendengarkan musik yang semula tampak biasa saja dan normal-normal saja namun kemudian ada beberapa bagian yang terdengar mirip dengan lagu lain. 

Contohnya adalah lagu Green Day berjudul Warning (2000) yang mirip dengan lagu Picture Book (1969) yang dirilis oleh The Kinks. Kalau kita dengarkan pada bagian chord, Warning memiliki kesamaan dengan Picture Book-nya The Kinks.

Contoh lainnya dapat kita temukan pada kehebohan beberapa tahun silam mengenai kemiripan lagu Born This Way (2011) yang dirilis oleh Lady Gaga. Lagu ini sempat menimbulkan kehebohan bukan sekedar karena hits dan menjadi hype di kalangan para pendengar pada saat itu, namun karena adanya kemiripian dengan lagu Express Yourself (1989) yang dirilis oleh Madonna. 

Bahkan, kalau kalian masih ingat, Madonna sempat dikabarkan kesal dengan hal ini hingga menyebabkan seteru antara mereka berdua terbawa pada performa mereka di gigs atau konser mereka masing-masing.

Mungkin kalian bertanya-tanya; "apakah sudah pasti mereka dengan sengaja melakukan tindak plagiarisme?" Nah, jawabannya adalah belum tentu. Meski dalam beberapa kasus ada yang memang melakukan plagiarisme secara disengaja, namun kesamaan terhadap lagu lainnya yang kita dapati pada sebuah lagu, bisa juga merupakan hasil dari tindakan plagiarisme yang tidak disengaja, yang disebabkan oleh biasnya memori yang terdapat pada manusia.

Kriptomnesia: Plagiarisme Tidak Disengaja

Pada banyak kasus, musisi dengan lagu yang memiliki kemiripan dengan lagu lainnya yang telah lebih dulu rilis menyangkal bahwa dirinya melakukan tindakan plagiarisme. 

Musisi-musisi ini juga mengatakan bahwa proses kreasi yang dijalankan selama membuat karya, yang diduga hasil plagiarisme tersebut, telah dilakukan dengan kesadaran penuh dan orisinalitas ide-ide kreatif, namun mereka tidak menyangka akan ada bagian-bagian dalam karyanya tersebut yang mirip dengan karya musisi lain.

Justru inilah yang tidak mereka ketahui; alih-alih merasa sadar sepenuhnya selama proses penciptaan karya, mereka justru tidak tahu kalau ada alam bawah sadar mereka yang bekerja. 

Kerja alam bawah sadar inilah yang, selama proses berkarya, kemudian membuat mereka tanpa sadar memasukan atau membuat bagian-bagian lagu mereka terdengar sama dengan karya yang sudah ada sebelumnya ke dalam fokus mereka. Fenomena inilah yang dapat dikatakan sebagai Kriptomnesia.

Kriptomnesia terjadi ketika memori yang terlupakan kembali hadir tanpa disadari oleh seseorang yang dipicu oleh beragam hal yang dapat membangkitkan kembali suatu memori yang telah lama 'mengendap', dan biasanya, orang yang mengalami Kriptomnesia akan percaya bahwa ide yang muncul dan apa yang sedang dibuat atau dikerjakannya merupakan suatu hal yang baru dan yang pertama kalinya ada; hal yang orisinil datang dari dalam pikirannya.

Jadi, dapat dikatakan bahwa Kriptomnesia adalah salah satu kondisi bias memori ketika seseorang berada dalam penciptaan pemikiran, ide, nada, atau lelucon. Jadi mereka bukan secara sengaja melakukan plagiarisme, melainkan mengalami bias pengalaman memori seolah-olah hal tersebut sebuah inspirasi baru yang diciptakannya. Memori itu telah terekam beberapa waktu lalu, telupakan begitu saja, mengendap di bawah alam sadar, dan kemudian muncul kembali ke dalam pikiran mereka sebagai memori yang dianggap orisinil.

Kita lihat kasus konflik yang dialami antara Lady Gaga dengan Madona. Mengutip medcom.id, di tahun 2016 Lady Gaga sebagai pihak tertuduh plagiarisme mengatakan bahwa meskipun ia mendengarkan lagu-lagu Madonna namun ia tidak suka dianggap meniru bahkan disamakan dengan Madonna karena dirinya dan Madonna memang berbeda. Tak sampai di situ, Lady Gaga pun memberikan pernyataan sebagai bentuk pembelaan diri:

Aku bermain banyak instrumen. Aku menulis laguku sendiri. Aku menghabiskan waktu berjam-jam dalam sehari di studio. Aku seorang produser. Apa yang aku lakukan berbeda.

Dari pernyataan Lady Gaga ini, kita dapat berasumsi bahwa ia memang sempat mengalami Kriptomnesia; di mana Lady Gaga meyakini bahwa karyanya telah melewati proses kreatif yang orisinil namun tanpa di sadari selama proses itu berlangsung, ada kemungkinan memori Lady Gaga mengalami bias sehingga ia tanpa sengaja membuat bagian lagu yang mirip dengan karya Madonna. 

Hal ini dapat dikatakan juga sebagai bentuk manifestasi akan endapan memori Lady Gaga ketika mendengarkan lagu Madonna yang telah ia dengarkan sebelum-sebelumnya. Namun, ini hanya sebatas asumsi saja. Kita masih memerlukan bentuk klarifikasi dan/atau  bentuk validitas lainnya bahwa Lady Gaga memang mengalami Kriptomnesia selama membuat Born This Way.

Fenomena Kriptomnesia juga dapat kita temukan pada kasus George Harrison, mantan personil band The Beatles. Lain halnya dengan Lady Gaga yang sampai saat ini dirasa perlu pembuktian apakah ia mengalami Kriptomnesia, George Harrison mengatakan bahwa ia mengalami Kriptomnesia. Hal ini ia sampaikan di persidangan atas kasus tuduhan plagiarisme yang dialaminya pada karyanya, yaitu My Sweet Lord (ada perdebatan sampai saat ini mengenai hal ini apakah hanya alibi semata atau pengakuan yang sesungguhnya).

Pihak Harrison kemudian melanjutkan bahwa sumber bentuk Kriptomnesia yang dialami Harrison pada karyanya itu berasal saat ia mendengar lagu The Chiffons yang berjudul He's So Fine, yang hits dan menjadi bestseller pada tahun 1963, ketika Harrison masih remaja dan mendengarnya melalui radio.

Meskipun pihak Harrison telah memberikan pernyataan bahwa plagiarisme yang dilakukan Harrison tidaklah disengaja, namun ia harus menerima kenyataan bahwa dirinya kalah dalam proses pengadilan serta harus mematuhi keputusan pengadilan yang memvonis kasus ini sebagai suatu pelanggaran hak cipta dan mengharuskan George Harrison membayar ganti rugi kepada Bright Tunes Music (perusahaan pemegang hak cipta He's So Fine).

Lalu muncul pertanyaan baru: "apakah baik Lady Gaga maupun George Harrison tidak kreatif?" Justru, para pemikir kreatif sekalipun tidak akan kebal terhadap Kriptomnesia. Hal ini dapat kita lihat pada kasus Kriptomnesia yang juga terjadi di dunia kepenulisan. Bahkan fenomena ini terjadi tidak hanya pada penulis biasa (penulis  pada umumnya), melainkan juga pada para penulis yang dikenal sebagai pemikir besar hingga saat ini.

Kriptomnesia di Dunia Kepenulisan

Mengenai fenomena Kriptomnesia di dunia kepenulisan, Freud dan Nietzsche adalah dua pemikir yang mengalami hal ini dalam tulisan-tulisannya dan mengakuinya. Fenomena yang terjadi pada kedua pemikir besar ini  dapat kita baca pada tulisan-tulisan yang telah ditulis oleh F. Kraupl Taylor (mengenai Freud) dan Carl Gustav Jung (mengenai Nietzsche).

Pada jurnal penelitian yang ditulis oleh F. Kraupl Taylor, yang berjudul Cryptomnesia and Plagiarism (1965), ia menulis bahwa suatu waktu Freud berkata kepada Fliess, temannya yang merupakan seorang dokter Berlin, bahwa setiap orang pada mulanya adalah seorang biseksual. Fliess kemudian mengingatkan Freud bahwa ia sudah pernah mengatakan hal itu kepadanya dua tahun lalu, tetapi saat itu Freud langsung menyangkalnya. 

Beberapa minggu kemudian, tepat setelah Fliess mengatakan bahwa penemuan Freud telah ia beritahukan kepadanya dua tahun lalu, memori akan hal itu pun muncul. Freud merasa bersalah bahwa ia telah secara tidak sengaja mereplikasi ide orang lain dan mengakuinya sebagai ide orisinil miliknya. Hal ini pun dituangkan Freud dalam bukunya yang berjudul Psychopathology of Everyday Life:

"... sangatlah menyakitkan (baca: memalukan) untuk mengakui orisinalitas seseorang dengan cara seperti ini"

Lain dengan Freud, Nietzsche mengalami Kriptomnesia dalam karya termahsyurnya yaitu Thus Spoke Zarathustra. Dalam buku Man and His Symbols (1964), Jung mengatakan bahwa  pada bagian Of Great Events Nietzsche mereproduksi, hampir kata demi kata, sebuah kisah hantu Swabia yang dipopulerkan oleh seorang dokter dan penyair, Kerner. 

Kisah ini mengenai insiden yang dilaporkan dalam rekaman kapal (ship's log) tahun 1686; sebuah insiden yang kemudian dituangkan ke dalam buku kisah-kisah petualangan

Ketika membaca Of Great Events, Jung merasa ada perbedaan gaya dari gaya tulisan Nietzsche yang biasanya. Jung juga merasa familiar dan seketika menyadari bahwa bagian itu mirip dengan kisah hantu Swabia-nya Kerner dalam buku cerita petualangan-petualangan yang ia baca di perpustakaan kakeknya. 

Buku cerita yang dibaca Jung ini dipublikasikan pada tahun 1835, tepat setengah abad sebelum Nietzsche menulis Zharatustra. Jung yakin bahwa Nietzsche juga menemukan dan membaca buku cerita tersebut meskipun tidak menyebutkannya (baca: merujuk) dalam Thus Spoke Zarathustra.

Untuk memastikan apakah Nietzsche benar-benar menemukan dan membaca buku yang sama, Jung menanyakan hal ini melalui surat kepada Elizabeth Forster-Nietzsche, adik Nietzsche yang saat itu masih hidup. Elizabeth membenarkan hal ini, ia mengatakan bahwa dirinya dan Nietzsche sempat membaca buku itu bersama-sama saat Nietzsche berusia 11 tahun di perpustakaan kakek mereka. 

Memang tak dapat dibayangkan seorang Nietzsche melakukan tindakan plagiarisme terhadap karya Kerner. Namun, menurut Jung plagiarisme yang dilakukan oleh Nietzsche ini dapat terjadi karena didasari pada Kriptomnesia yang dialaminya.

Taylor mengatakan, masih dalam jurnalnya Cryptomnesia and Plagiarism (1956), Jung percaya bahwa dua puluh tahun kemudian sejak Nietzsche membaca kisah hantu Swabia, memori atas pembacaan buku tersebut 'menyelinap' ke dalam fokus Nietzsche, ke dalam pikiran sadarnya. 

Sehingga ketika menulis kisah perjalanan Zarathustra ke neraka, memori logis Nietzsche tentang kisah hantu Swabia secara Kriptomnesis (cryptomnesically) aktif, dan menyebabkan Nietzsche mereproduksi kisah tersebut secara tidak sengaja, dengan sedikit berbeda; dan tentunya sebagaimana orang lain yang mengalami Kriptomnesia, memori tentang kisah hantu Swabia yang pernah dibacanya dan direproduksinya pada bagian Of Great Events-nya Thus Spoke Zarathustra tidak disadari Nietzsche sebagai sebuah memori.

Nah, itu dia beberapa fenomena Kriptomnesia yang sempat terjadi pada figur-figur besar dan berpengaruh di dunia. Satu hal yang dapat kita lihat mengenai Kriptomnesia dan plagiarisme melalui kasus-kasus di atas adalah bahwa Kriptomnesia tidak ada hubungannya dengan tingkat kreativitas manusia. Tidak relevan rasanya jika mengatakan bahwa Kriptomnesia merupakan gangguan memori yang dialami orang-orang yang tidak kreatif, karena justru Kriptomnesia muncul pada saat tekanan kognitif seseorang dalam suatu proses kreasi sedang tinggi-tingginya.

SUMBER

C. Nael Macrae, Galen V. Bodenhausen, Guglielmo Calvini. United Kingdom: University of Bristol, 1999. Journal Social Cognition Vol. 17, No. 3: Context of Cryptomnesia (May The Source Be With You).

F. Kraupl Taylor, 1965, British Journal of Psychiatry: Cryptomnesia and Plagiarism. Diakses melalui http://bjp.rcpsych.org/content/111/480/1111#BIBL pada 3 Juni 2022 pukul 22.00 WIB

Karl Gustav Jung, 1964, Man and His Symbols, New York: Anchor Press

Sigmund Freud, 1914, The Psychopathology of Everyday Life, London: T. Fisher Unwin Limited

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun