Mengenai mitos, Karen Armstrong juga berpendapat bahwa sebagaimana karya seni, sebuah mitos tidak akan ada artinya kecuali jika kita membuka diri kepadanya dengan sepenuh hati dan membiarkannya mengubah kita. Jika kita terus mengabaikannya, ia akan tetap gelap, tak tertembus, tak terpahami, bahkan tak masuk akal.
Sebagai penutup, saya ingin mengatakan bahwa dalam kehidupan Masyarakat Paleolitikum memiliki mitos dengan unsur arketipal; mereka menghadirkan wujud Penguasa Hewan sekaligus melaksanakan upacara inisiasi untuk membina para masyarakat lainnya menuju kesadaran baru, yakni kesadaran bahwa adanya entitas sakral yang maha baik, yang memberikan mereka binatang untuk diburu sehingga pasca-perburuan mereka akan mengadakan ritual untuk menghormati entitas tersebut sekaligus berkah buruan pada saat itu.Â
Dalam hal ini, ada pula Shaman yang kemudian memberikan saya persepsi baru bahwa pada masa ini, yang adialami (yang Ilahi) tidak terpisahkan dengan manusia oleh jurang apapun; bahwa saat seorang pandita, atau Shaman, mengenakan jubah kehormatan dari bulu binatang untuk memersonifikasi Sang Penguasa Hewan, dia menjadi perwujudan sementara dari kekuatan Ilahi. Dalam masyarakat ini pula lah ritual bukan merupakan produk agama, melainkan agama adalah produk dari ritual, yang dijalankan secara repetitif.
Sumber
Armstrong, Karen. 2011. Masa Depan Tuhan. Bandung: PT. Mizan Pustaka
Febriani, Rika. 2017. Sigmund Freud vs Karl Jung (Sebuah Pertikaian Intelektual antarmazhab Psikoanalisis). Yogyakarta: Sociality
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H