Melangkah dari kisah yang pahit, membuatku memang buta arah. Tak pasti tujuan kemana langkah yang harus diambil. Gagal terus dalam memanjat tangga. Hari yang sama datang, dia datang dengan tangan untuk meraihku dari dalam dunia kelam lalu. Aku merasa bahagia karena aku sudah ada yang bantu untuk menggapai tujuan utama.
Setiap hari hanya pikiranku untuk dia, untuk hidupnya, kukorbankan banyak hal, segala mimpi lamaku berkendara lebih jauh aku lupakan, menjauh dari keramaian lama, menjauh dari kesibukan lalu, menjauh dari maut yang ada didepanku, menjauh dari hirak hiruk hirik para penggombal handal.
Kutahan semua pedihnya irisan pisau lama dan baru, ku bertahan dari setiap luka, ku bertahan dari pahit pil ekstasi itu, kutahan semua rasa telernya duniawi, kutahan pula setiap batu bara yang menimpaku, semuanya beban itu aku tahan hanya untuk sesuap kebahagiaan yang akan aku raih bersama dia.
Tak peduli para adinda dan kanda berkata "Sudah cukup, kau terlalu tersiksa". Bagiku itu hanya sesuap kata manis agar aku bisa kembali kedunia kelam lalu. Aku merasa kelam dan tak pernah berhasil dari keluar dari cerita lama, namun DIA berhasil membawaku jauh dari jahat dunia hitam itu.
Rasa itu tumbuh sejak lama, sejak aku tahu dia masih berganding tangan dengan para pengawal lamanya, masih pula aku bersabar aku bisa menggenggam tangan dia. Hangatnya itu membuatku nyaman, membuatku tahu harus jalan kemana, tahu harus melakukan apa. Selama ini aku hanya ada di Kutub Utara, Dinginya tak karuan, membuatku sakit sekali.Â
Hari demi hari, memang ada anak panah yang membuatku gundah gulantah, risau gerasau. Tapi aku tahu itu hanya batu kecil yang mencoba membuat telapak kakiku sakit. Tapi, masih saja kata-kata "Sudah, cukup, sudah selesai" setiap hari berbisik. Sahaja aku tak perdulikan lagi. Karena aku ingin bersama dia. Bukan karena kata Cinta dan Sayang lagi. Mungkin sudah segalanya. Terlalu berlebihan memang. Sudah dicabut pula oleh ALLAH SWT.
"AAARRRRRRRRRGGGGGGHHHHHHHH," tanyaku kenapa pula engkau ambil. Aku sudah berbuat apa sampai aku harus jatuh dan merasakan sakit dan Terluka Dalam Cerita Yang Sama. KENAPA TANYAKU? ALLAH KENAPA ENGKAU JAUHKAN AKU... CUA..
Malam itu hanya tangan yang sudah bergetar, mata yang sudah sembam kesakitan, hati yang sudah sakit, Kakiku yang sudah mati rasa, mataku yang sudah gelap penglihatannya, tubuhku yang dingin seperti mayat, kepalaku yang kosong seperti orang sakau.
Aku sudah lelah sekali, kenapa tangan dia yang hangat yang menggapaiku, membawaku, justru menjatuhkan aku lagi. Rapuh? Iya benar! Aku Rapuhh, hanya satu hembusan aku TEWAS. Kenapa engkau sakitiku terus terus menerus, AKU SALAH APAA??
Selaluku bertanya, aku salah apa? Apa yang telah kulakukan sampai aku merasakan sakit lagi. IM SCAREEEEE!!! Aku takut kembali ditarik orang iblis itu lagi, aku takut kembali kedunia gelap. Aku ketakutan dari dalam pikiranku, dari luar pikiranku, aku sudah pasrah saja. Aku sudah lelah saja. Aku maknakan ini bukan kata "PERPISAHAN DAN SELAMAT TINGGAL", lebih tepatnya mati saja engkau Laki-laki GAGAL.
"AAAAAAAAAAAAAAAARRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGHHHHHHHHHHHH," JERITKU YANG SUDAH INGIN MELEDAK BAGAIKAN GERANAT.
Setiap malam, aku tak pernah bisa lelap lagi, aku hanya berada di depan karpet berkubah Ka'bah. Sudahkah yang kulakukan ini benar? Mengapa aku selalu disakiti, mengapa aku selalu disiksa, padahal aku sudah berjanji tak menyiksa lagi. Aku tak ingin tanganku berdarah, aku tak ingin leher yang memar, aku tak ingin kaki lumpuh, aku tak ingin mata yang buta arah. Aku tidak mau merasakan hal yang sama seperti lalu.
Sudahkah ini benar? Sudahkan aku dijalan yang lurus saat ini? Apakah tegukan air murni itu sejukkan hati?
Mengapa aku sangat gagap ketika jabarah tangan lain berusaha menggapaiku? kenapa aku sangat takut? kenapa pula aku sedih kembali? apakah aku pantas lagi kembali kesana? mungkinkan itu perintah?
Padahal aku sudah sadar matahari terbit dihatiku, tapi kenapa saja aku masih sangat ketakutan? mengapa Luka Baru ini sangat sakit? apa kurang usahaku dalam memanjat tangga berduri ini? apa aku tak punya Buraq bersayap? apakah aku kurang sehat untuk dia? Kenapa ibu dan ayah tak pernah menghentikan langkahku lagi? mengapa semua yang aku hadapi bagaikan seolah-olah aku hanya tawanan di rutan neraka sana?
Sudah aku sehat!
Siapa pula yang ingin demikian? Kenapa masih ku sebutkan serukan tanda tanya dari semua keluh kesah ini? GERAAAAMMMM AKU. Aku buta langkah lagi, aku masih saja bersemayam dalam liang kubur. Kenapa tak ada yang melihatku lagi? kenapa aku masih tak sadarkan diri?
Sudahkah cukup sampai disini saja? sudahkan berhenti saja? Meski itu harus membunuhku, mesti kemana lagi langkah ini. Koridor yang dulunya terang, kenapa sudah gelap sekali, kenapa semua lampu itu mati?
Takut sekali aku. Mengapa Dia begitu jahat kepadaku, kenapa aku selalu ditinggalkan hanya sekedar kata Hai, hallo, apa kabar, dan bagaimana kamu>>
aku bingung kurang apa usahaku agar engkau melihatku, mengapa harus aku yang kau raih saat itu, kenapa bukan orang lain saja. Aku memang tidak pantas, apakah aku orang yang selalu gagal dimata dia.
Sudah cukupkan aku bahagia, kenapa selalu aku saja yang selalu gagap dalam kendaraan itu. Mengapa pula engkau berika hangatnya hari itu. Aku tidak ingin demikian, tapi aku mau. Ini sudah bagaikan lingkaran setan bagiku. Aku rela tinggalkan semua, hanya untuk bisa bahagia denganmu.
Salahkah aku, salahkah langkahku, aku sudah lelah. Tak tahu harus bercerita dengan siapa lagi. Air mata ini sudah habis, tapi entah kenapa darah pula yang keluar setetes. Kenapa perih sekali. Kenapa setiap aku yang perbaiki dia rusak. Aku sudah paku semua. Gelas ini masih penuh anggur itu, kenapa pula kau hempas. Kurangkah mawar yang kuberikan? kurangkah lembar hijau yang kuberikan, apakah harus keberikan semuanya kepadamu?
Hatiku, jantungku, otakku, ususku, ginjalku, empeduku, apakah aku harus mengiris tanganku agar bercucuran darah agar bisa kutampung dalam gelas agar kau nikmati?
Semuanya hanya fiktif, begitulah kata para pendosa yang kukenal. Mereka sampaikan itu hanya menyiksamu lebih jauh. Aku sudah menjerit terlalu keras untukmu. Aku panggil namamu dalam doaku setiap saat, tapi tak pernahkah kau sadar, aku sudah relakan semua harga diriku untuk mu, aku lupakan semua tentang gelas hancur lalu, aku coba mencari lagi gelas baru.
Kau ajarkan aku lagi melangkah lebih jauh, tapi dorong aku hingga terjatuh bagaikan sampah yang tak berguna lagi. Aku merasa hilang lagi.Â
Terima kasih sudah menyiksaku dan jatuhkan aku dalam kelamnya dunia lamaku.
*****
Dari malam itu aku hanya berdoa saja, semoga apa yang menimpaku juga menimpanya, cuma para Tabib berkata itu tidak baik untukmu pula. Doaku jelek.
Berarti kamu harus merubahnya, "Dekatkan saja aku dengan pahitnya duniawi ini, jauhkan aku dari nikmatnya duniawi pula, biarkan aku merasa paling sakit, jadikan aku orang yang paling bersalah didunia dia, agar semua orang membenciku, mengucilkanku, nampak aku segala kebaikannya, perlihatkan kepadanya tentang semua keburukanku selama aku berjalan sendiri. Maka, bahagiakan dia, buatlah aku menjadi manusia paling menderita didunia ini, bahkan jadikan aku paling menderita ketika dia sudah tak bisa digapai lagi, jangan buat aku kembali dengannya agar aku segera mati, jadikan aku menjadi manusia paling buruk dimata semua kerabatnya, jadikan pula aku sebagai orang yang selalu gagal dimatanya dan kerabatnya, jadikan pula aku manusia yang sangat buruk rupa dimatanya. Aku hanya bisa berdoa demikian, hanya saja aku minta kepadamu ALLAH, berikanlah aku sedikit air agar aku kuat menahan rasa sakit yang aku terima selama ini dan seterusnya. Kepadamu aku hanya bisa bercerita, bahkan dari tulisanku aku jua berdoa kepadamu, aku juga meminta kepadamu, kuatkan saja kakiku, agar aku tidak terseret lagi ke lubang yang sama lagi, Hidupkanlah sedikit nyawaku agar aku bisa bernafas lagi, hanya itu saja, terima kasih kepadamu aku ucapkan, aku sudah rela walaupun masih belum percaya atas segalanya yang sudah aku lakukan untuk dia dan langkahnya meraih kecupan manis orang lain, semoga engkau menjabah sedikit doa kecilku, terima kasih sekali," begitulah doaku yang kusampaikan kepada para Tabib. Sudahkah itu benar?
Kata para Tabib itu sudah lebih baik. Aku masih menangis, darah yang keluar. Sudahkan aku tulus, Tabib tak sanggup menjawabnya. Mereka ucapkan kau harus mampu saja, Kami selalu ada untukmu. Kami selalu siap menopah keluar dari Dunia Kelammu, kami sudah relakan untukmu.
Para Tabib juga bilang, kamu adalah manusia yang harusnya lebih baik lagi. Aku menjawab terima kasih. Daylight masih saja menjadi teman pengacau pikiran ini. Tabib tak bisa hentikan. Bagikan Cua untukku lagi.
*****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2HAku sudah lelah, aku ingin lelap dalam dunia gulita, seorang diri, dan akan terus menyendiri hingga ada sedikit celah yang membuat aku silau. Aku sangat menunggu momen dimana aku bisa keluar dari pahit ekstasi ini.