Adinda Putri Fauziah &Â
Rizky AkbarÂ
Masyarakat (society) mencakup interaksi sosial, perubahan sosial, dan rasa kebersamaan atau ikatan sosial (solidaritas). Indonesia merupakan negara besar dengan masyarakatnya yang majemuk dan adanya keanekaragaman suku, budaya, bahasa, ras, serta agama. Dalam kehidupan sehari-hari kita dapat melihat orang-orang berbeda yang hidup bersama membentuk sebuah ikatan, salah satunya adalah agama. Dalam hal solidaritas sosial, agama islam khususnya praktik keagamaan mempunyai ruang di dalamnya. Berikut penjelasan mengenai peran agama Islam dalam membangun solidaritas sosial. Pengertian/Makna Agama dan Agama Islam
Deskripsi ontologis tentang sesuatu dapat dipahami atau dimengerti (diketahui) terutama melalui rumusan definisi (ta'rif)-nya. Oleh karena itu dalam rangka memberikan deskripsi makna atau pengertian agama maka perumusan definisi (ta'rif) agama menjadi sangat penting.
Dalam usaha merumuskan pengertian agama, ada dua macam pendekatan yang bisa ditempuh yakni kebahasaan (etimologis) dan istilah (terminologis). Pengertian agama secara etimologis/kebahasaan mengambil pengertian dari para ahli bahwa kata agama berasal dari bahasa sansekerta dan tersusun dari dua kata yakni "a" Â berarti tidak dan " gama " artinya kacau, sehingga kata agama bisa diartikan tidak kacau atau agama itu menjadikan kehidupan manusia lebih teratur dan terarah. Masih menyangkut kata agama.Â
Pendapat lain menyebutkan bahwa kata agama berasal dari akar kata " gam " yang terdapat awalan dan akhiran " a " yang berarti jalan. Maksudnya adalah, jalan hidup yang di tetapkan oleh Tuhan, dimana jalan itu harus ditaati oleh manusia guna mewujudkan tujuan yang diingkan oleh agama itu. Sedangkan agama secara terminologis, adalah kepercayaan kepada kesaktian ruh nenek moyang, dewa, dan Tuhan serta dengan kebaktian dan kewajiban -- kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu.
Menurut Hendro Puspito, agama adalah suatu jenis sistem sosial yang dibuat oleh penganut-penganutnya yang berproses pada kekuatan-kekuatan non empiris yang dipercayainya dan didayagunakan untuk mencapai keselamatan bagi mereka dan masyarakat pada umumnya (Hendropuspito 1998:34). Agama merupakan sebuah kebutuhan fitrah manusia, fitrah keagamaan yang ada dalam diri manusia. Naluri beragama merupakan fitrah sejak lahir di samping naluri-naluri lainnya, seperti: untuk mempertahankan diri dan mengembangkan keturunan, maka agama merupakan naluri (fitrah) manusia yang dibawa sejak lahir (Syukur 2000:19)
Agama Islam adalah agama terakhir, agama keseimbangan dunia akhirat, agama yang tidak mempertentangkan iman dan ilmu, bahkan menurut sunnah Rasulullah, agama yang mewajibkan manusia baik pria maupun wanita (Daud 1998:46). Allah SWT telah mewahyukan agama ini dalam nilai kesempurnaan yang tinggi, kesempurnaan yang mana meliputi segi-segi fundamental tentang duniawi dan ukhrowi guna menghantarkan manusia kepada kebahagiaan lahir dan batin serta dunia dan akhirat.
Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW supaya beliau dapat menyerukan kepada seluruh manusia agar manusia dapat mempercayai wahyu itu dan mengamalkan segala ajaran dan peraturan-peraturannya. Inti dari ajaran Islam sendiri adalah keyakinan terhadap adanya Dzat yang maha segalanya, Allah Azza wa Jalla. Al-Quran sebagai dasar utama Islam menunjukkan bahwa Islam tidak dapat menemukan jalannya ke dalam lubuk hati dan pikiran tanpa penerimaan dua lubuk utama, yaitu iman dan syariah. Dan yang pertama-tama diwajibkan oleh Islam adalah kepercayaan yang mendalam kepada Allah tanpa keraguan maupun kesangsian (Ibid :100)
Makna Solidaritas Sosial
Solidaritas adalah bentuk perasaan, ungkapan, dukungan, maupun tanggung jawab yang dimiliki oleh sekelompok orang yang terbentuk atas dasar kepentingan bersama. Solidaritas juga merupakan hubungan antar individu dalam suatu kelompok yang didasarkan pada adanya rasa saling percaya, kesetiakawanan dan rasa sepenanggungan karena adanya perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama.
Istilah solidaritas sosial berasal dari dua suku kata, pertama adalah kata "Solidaritas", dan kedua adalah "Sosial". Dalam KBBI dijelaskan bahwa solidaritas diambil dari kata solider yang berarti ungkapan, perasaan yang keluar dari dalam seseorang atau memperliatkan perasaan bersatu, sementara "Sosial" sekumpulan baik itu berupa interaksi, tatanan kemasyarakatan. Sehingga jika dua suku kata tersebut dirangkai akan menghasilkan satuan makna; "Perasaan atau ungkapan dalam sebuah kelompok yang dibentuk oleh kepentingan bersama" (Scott, 2012).
Solidaritas sosial merupakan konsep Emile Durkheim dalam mengembangkan teori Sosiologi. Menurut Emile Durkheim, solidaritas sosial adalah kesetiakawanan yang menunjuk pada satu keadaan hubungan antara individu dan atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. (Jones, Bradbury, & Le Boutillier, 2009). Berdasarkan teori solidaritas Emile Durkheim peneliti menggunakan tiga indikator: (1) Saling tolong-menolong; (2) Perasaan persaudaraan; (3) Sharing / Caring (berbagi dan peduli) (Habibie, 2015).
Nilai-Nilai Agama Islam dalam Berbagai Aspek Kehidupan Sosial
Nilai merupakan sesuatu yang diinginkan sehingga melahirkan tindakan pada diri seseorang. Dengan kata lain, nilai sesungguhnya hanya dapat lahir kalau diwujudkan dalam praktik tindakan.Dalam realitasnya nilai memiliki pengaruh dalam mengatur pola tingkah laku, pola berpikir dan pola bersikap.
Agama berpengaruh sebagai motivasi dalam mendorong individu untuk melakukan suatu aktivitas, karena perbuatan yang dilakukan dengan latar belakang keyakinan agama dinilai mempunyai unsur kesucian, serta ketaatan. Keterkaitan ini akan memberi pengaruh diri seseorang untuk berbuat sesuatu. Sedangkan agama sebagai nilai etik karena dalam melakukan sesuatu tindakan seseorang akan terikat kepada ketentuan antara mana yang boleh dan mana yang tidak boleh menurut ajaran agama yang dianutnya. Penanaman nilai-nilai keagamaan dapat dilihat dalam berbagai aspek kehidupan diantaranya:
Pendidikan
Penanaman nilai-nilai keagamaan dalam pendidikan dilakukan melalui metode Pendidikan Islami sebagai berikut:
Metode Keteladanan (Uswah Hasanah). Metode ini merpakan metode yang paling unggul. Melalui metode ini para orang tua, pendidik memberi contoh atau teladan terhadap anak atau peserta didiknya bagaimana cara berbicara, berbuat, bersikap, mengerjakan sesuatu atau cara beribadah dan sebagainya.
Metode Pembiasaan. Pembiasaan merupakan proses penanaman kebiasaan. Untuk melaksanakan tugas atau kewajiban secara benar dan rutin terhadap anak atau peserta didik diperlukan pembiasaan. Misalnya agar anak atau peserta didik dapat melaksanakan shalat secara benar dan rutin maka mereka perlu dibiasakan shalat sejak masih kecil, dari waktu ke waktu.
Metode Nasihat. Metode inilah yang sering digunakan oleh para orangtua, pendidik, dan da'i terhadap anak atau peserta didik dalam proses pendidikannya. Di dalam jiwa terdapat pembawaan untuk terpengaruh oleh kata-kata yang di dengar. Pembawaan itu biasanya tidak tetap, dan oleh karena itu kata-kata harus diulang-ulang.
Metode memberi perhatian Metode ini biasanya berupa pujian dan penghargaan. Maksud dari pendidikan perhatian adalah senantiasa mencurahkan perhatian penuh dan mengikuti perkembangan anak dan mengawasinya dalam membentuk akidah, akhlak, mental, sosial dan juga terus mengecek keadaannya dalam pendidikan fisik dan intelektualnya.
Metode Hukuman Metode ini berhubungan dengan pujian dan penghargaan. Imbalan atau tanggapan terhadap orang lain itu terdiri dari dua, yaitu penghargaan (reward atau targhib) dan hukuman (punishment/tarhib).
Keluarga
Penanaman nilai-nilai pendidikan agama dalam keluaga tidak cukup hanya berupa pengajaran kepada anak tentang segi-segi ritual dan formal agama. Pendidikan agama dalam keluarga tidak dapat sepenuhnya dilakukan oleh guru ngaji atau guru agama di sekolah. Pendidikan tersebut melibatkan peran orang tua dan seluruh anggota keluarga dalam usaha menciptakan suasana keagamaan yang baik dan benar dalam keluarga, pengertian itu perlu disempurnakan.
Aspek-aspek nilai pendidikan agama dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian sebagai berikut:
Nilai Pendidikan Akhlak
Dalam konteks ini (keluarga) yang ditekankan adalah pendidikan akhlak, yang menyangkut etika dan moral. Dalam kitab suci Al-Qur'an surat kedua kalimat terakhir memuat perintah kepada Nabi Muhammad SAW agar beliau memohon kepada Tuhan dari cuaca pagi (rab al falaq) supaya dilindungi dari kejahatan seorang pendengki atau penghasut. Hal ini menunjukkan betapa bahayanya kedengkian itu. Karena dengki adalah salah satu penyakit hati yang paling berbahaya (Madjid, 2002: 118). Artinya sedini mungkin orang tua mulai menanamkan sifat-sifat terpuji bagi anak, tidak berperilaku sebagai pendengki. Tentu penanaman sikap terpuji tersebut harus dimulai dari orang tua terlebih dahulu, karena secara alami anak akan meniru tata cara dan perilaku orang tuanya dalam berbagai hal.
Nilai Pendidikan Ibadah
Dalam konteks ini, pendidikan agama dalam rumah tangga awalnya berupa pengajaran kepada anak tentang aspek-aspek ritual dan formal agama, dengan cara mengajarkan anak melakukan ritual-ritual agama seperti shalat, membaca Al-Qur'an, dan ritual-ritual agama lain. Kemudian dalam melaksanakan ritual agama tersebut orang tua secara pelan memberi penghayatan dan pemaknaan ibadat-ibadat tersebut, sehingga ibadat tersebut tidak dilakukan semata-mata sebagai ritus formal belaka, melainkan dengan keinsafan mendalam tentang makna edukatifnya bagi kehidupan.
Nilai Pendidikan Aqidah
Aqidah merupakan dasar keimanan seseorang, sehingga harus ditanamkan kepada anak sejak dini. Kunci pendidikan agama sebenarnya terletak pada pendidikan aqidah. Karena hal tersebut yang akan mewarnai perkembangan akal dan sikap seorang anak. Kekuatan aqidah berdasar pada keimanan kepada Allah sehingga mampu mengantarkan seseorang menjadi makhluk yang berakhlak mulia dan bertanggung jawab.
Pekerjaan
Etos kerja merupakan kunci dari kesuksesan seseorang dalam dunia kerja, namun tidak menutup kemungkinan terjadi penyelewengan dalam menerapkan etos kerja tersebut, maka di sinilah perlu adanya nilai-nilai agama yang menjadi kontrol atas kegiatan kerja. Di samping itu, nilai-nilai agama bisa menjadi benih tumbuhnya etos kerja yang baik dalam diri individu atau suatu kelompok dalam masyarakat.
Religiusitas mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap etos kerja. Agama membentuk pribadi-pribadi yang kokoh dalam berperilaku, seperti, kejujuran, kedisiplinan, kesetiakawanan, keoptimisan, semangat, toleran. Karena pada dasarnya agama memang mengajarkan mengenai moral. Rasa keberagamaan seseorang (religiusitas) memiliki peran yang tidak kecil untuk memompa semangatnya dalam beraktifitas. Secara teoritis akan sangat berbeda kualitas kerja seseorang dalam bekerja antara orang yang tidak memiliki dasar agama yang kuat dan yang memiliki dasar agama yang telah tertempa melalui penga-laman dan pemahaman yang benar terhadap keyakinan agamanya.
Pengertian Praktik, Ritus dan Ritual Islam
Praktik keagamaan, yakni hubungan vertikal antara manusia dan Tuhan-Nya, dan hubungan horizontal atau hubungan antarumat beragama sesuai dengan ajaran agama. Pengalaman keagamaan, yakni berbagai bentuk pengalaman keagamaan yang dialami oleh penganut-penganut secara pribadi. Contoh praktik keagamaan dalam Islam antara lain, mengaji, sholat, sedekah, zakat dan lain sebagainya.
Term ritus dalam bahasa Inggris, yaitu rite (tunggal) dan rites (jamak), yang mempunyai arti secara leksikal, yaitu perilaku atau upacara-upacara (act and ceremonies) yang berkaitan dengan pelayanan keagamaan. Sedangkan secara definitif, ritus berarti aturan-aturan pelaksanaan (the rules of conduct), yang melukiskan bagaimana seseorang seharusnya bertingkah laku dalam kehadirannya di depan obyek -- obyek yang sakral atau disucikan. Dalam konteks yang lebih spesifik, bahwa ritus dalam Islam dideskripsikan sebagai perwujudan dari doktrin-doktrin Islam (expression of Islamic doctrine).
Dari batasan di atas maka ritus dalam Islam pada dasarnya adalah semua bentuk praktik keberagamaan, baik berupa perilaku atau upacara-upacara keagamaan yang pelaksanaannya telah diatur sedemikian rupa, sebagai bentuk penyembahan (worship), pengabdian atau pelayanan (service), ketundukan (submission), dan ekspresi rasa syukur (gratitude), yang lahir dari seorang hamba kepada Tuhannya dalam rangka merealisasikan ajaran-ajaranya dan menjalankan hidup secara religius menuju klaim saleh dan takwa.
     Â
Praktik-Praktik Agama Islam dan Implikasinya Terhadap Solidaritas Sosial
Menurut Durkheim, praktik keagamaan dapat dipahami sebagai peran bagi integrasi dan stabilitas masyarakat serta solidaritas sosial. Sebagai contoh, salah satu ritual keagamaan dalam islam yaitu slametan. Di dalam "slametan", sebagaimana ditunjukkan oleh Geertz:26 merupakan penghidupan integrasi sosial, terutama sampai pada batas-batas teritorial desa. Simbol-simbol yang ditampilkan dalam upacara selamatan secara keseluruhan melambangkan persatuan dan integrasi masyarakat. Undangan dalam selamatan yang terdiri dari sanak famili, tetangga dan kawan-kawan dibayangkan duduk bersama dengan para arwah setempat, nenek moyang yang sudah mati dan dewa-dewa. Mereka secara bersama-sama pula memakan makanan yang telah disucikan dengan do'a-doa.
Gambaran ini juga senada dengan selamatan yang juga menjadi objek kajian Beatty (1999) di Desa Bayu di Banyuwangi. Beatty menggambarkan slametan, sebagai sebuah seremonial pesta dinama hampir semua individu ambil bagian, dengan mana tamu diundang berdasarkan ketetanggaaan atau hubungan keluarga daripada karena alasan agama. Para peserta slametan, betapapun memiliki perbedaan interpretasi tentang acara "slametan" tersebut, karenanya membuat acara ini bersifat multivocal.
Dari uraian di atas, tidak dapat disangkal bahwa selamatan memiliki fungsi pengintegrasi masyarakat desa yang melambangkan kesatuan mistis dan sosial mereka yang ikut di dalamnya. Dalam ajaran Islam solidaritas sangat ditekankan karena solidaritas merupakan salah satu bagian dari nilai Islam yang mengandung nilai kemanusiaan. Islam merupakan agama perdamaian, agama yang mengajarkan kasih sayang (rahmatan lil alamin) dan sangat menjunjung tinggi perbedaan sehingga menjadi lebih intensif dalam berinteraksi dan memiliki rasa saling kebersamaan yang tinggi (Mursyid, 2017).
Islam adalah agama yang komprehensif, mengatur seluruh kehidupan manusia untuk mencapai kebahagiaan yang utuh. Fi ad-dunya hasanah wa fi al-akhirah hasanah. Islam juga tidak hanya berisi proposisi-proposisi teologis belaka tetapi ia juga memuat aspek-aspek perilaku. Demikian relevan dengan pernyataan Mahmud Syaltut bahwa Islam itu aqidah wa syari'ah.
Akidah adalah dimensi internal keberagamaan yang terkait dengan materi-materi kepercayaan manusia (the human belief), sedangkan syari'ah adalah dimensi eksternalnya yang memiliki representasi berupa perilaku keberagamaan (the religious behaviour), yakni berupa ajaran-ajaran praktis agama yang terelaborasi dalam tata hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesamanya, dan manusia dengan lingkungannya. Dalam bahasa agama, kedua wilayah ini tersimpulkan dalam arkan al-iman dan arkan al-Islam.
Â
DAFTAR PUSTAKAÂ
Ahmad Norman P. (ed.), Metodologi Studi Agama (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
2000)
Hendropuspito, Sosiologi Agama (Yogyakarta : Kanisius, 1998) hlm. 34
M. Amin Syukur, Studi Islam, Semarang: CV. Bima Sejati, 2000, Cet. IV, hlm. 19.
Ali Mohammad Daud, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: CV. Raja Grafindo Persada,
1998, Cet. I, hlm. 46.
Purba, Hasan Mangaju Ashari. 2020. The effect of Islamic Religiousity on SocialÂ
Solidarity. Skripsi. "Universitas Sumatera Utara" Medan
Isfironi, Mohammad. 2016. Agama dan Solidaritas Sosial : Tafsir AntropologiÂ
Terhadap Tradisi Rasulan Masyarakat Gunung Kidul DIY. Skripsi. IAIN jember
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H