Ramadan adalah bulan suci yang selalu dinantikan oleh umat Islam di seluruh belahan dunia. Sebab bulan Ramadan, termasuk salah satu bulan yang memiliki keutamaan lebih di antara bulan-bulan lainnya dalam perhitungan kalender Hijriyah.
Di antara keutamaan Ramadan adalah diturunkannya kitab suci Al-Qur'an (Syahrul Qur'an) beserta kitab-kitab dan lembaran mushaf lainnya. Selain itu juga, pada bulan Ramadan umat Islam dianjurkan untuk melakukan ibadah shaum atau yang biasa kita dikenal dengan istilah puasa.
Sebetulnya, ibadah puasa sendiri tidak hanya identik dilakukan oleh kalangan umat Islam. Pada literatur sejarahnya, identitas puasa sudah menjadi ibadah yang sering dilakukan oleh kalangan umat sebelum datangnya Islam. Manfaatnya sama, sebagai proses mendekatkan diri kepada Tuhan.
Anjuran Waktu Dalam Berbuka Puasa
Yang menjadi pembeda di antara puasa umat Islam dengan puasa agama lainnya ialah terletak pada posisi waktu berbuka. Sahl bin Sa'ad mengisahkan bahwa Rasulullah bersabda,
"Senantiasa manusia berada dalam kebaikan selama menyegerakan puasa" (HR. Bukhari, Muslim)
Hadis di atas mengidentifikasikan bahwa Rasulullah menganjurkan kita agar segera berbuka puasa begitu masuk waktu maghrib. Berbeda dengan pandangan umat Yahudi dan Nasrani, mereka di anjurkan untuk mengakhirkan waktu berbuka puasa dengan parameter waktu berbukanya adalah menunggu hingga terbitnya bintang.
Kemudian, kebiasaan Rasulullah ketika memasuki waktu maghrib ialah menikmati buka puasa terlebih dahulu kemudian barulah melaksanakan ibadah sholat magrib. Kebiasaan Rasulullah yang seperti ini kemudian juga menjadi Sunnah yang di anjurkan sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad (3/164) dan Abu Daud (2356).
Lebih lanjut lagi, ketika menikmati buka puasa, Rasulullah mengajarkan untuk berbuka dengan makan dan minum secukupnya. Itu dilakukan untuk menghindari kondisi kekenyangan yang berlebihan sehingga dapat fokus melaksanakan ibadah sholat maghrib dengan kusyu'.
Sebab hakikatnya, esensi puasa ialah menahan hawa dan nafsu, sehingga meskipun sudah berbuka bukan berarti melampiaskan nafsu makan.
Man Arofa Nafsahu Faqod Arofa Robbahu. Barangsiapa mengenal dirinya, maka ia mengenal Tuhannya.
Buka Puasa Tapi Virtual, Bagaimana Islam Memandangnya?
Lanjut pada pembahasan buka puasa, di zaman yang sudah serba modern kali ini, dengan sistem media teknologinya yang sudah serba digital (industri 4.0). Apakah bisa melaksanakan ibadah dengan bantuan digital? Contoh kecilnya ya seperti bukber virtual atau buka puasa tapi online? Lantas, bagaimana pandangan Islam dalam memaknai fenomena seperti ini?
Pertama, mengacu pada Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah. Bahwasanya puasa (Ramadan) adalah ibadah wajib yang sifatnya harus dilakukan oleh umat Muslim. Selebihnya, berkaitan dengan urusan waktu berbuka dan waktu sahur adalah menyegerakan dan mengakhirkan.
Maksudnya ialah menyegerakan ketika sudah memasuki waktu berbuka untuk segera berbuka dan mengakhirkan makan dan minum ketika masuk waktu sahur.
Terkait pandangan buka puasa bersama, Rasulullah sangat menganjurkan umatnya untuk melakukan buka puasa bersama karena memiliki banyak keberkahan dan kebermanfaatan di dalamnya. Hal ini dapat dicermati dari hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud tentang percakapan Rasulullah dengan para sahabat.
Dalam hadis tersebut diceritakan bahwa para sahabat sempat bertanya, 'Mengapa makan tidak kenyang?' Lalu Rasulullah balik bertanya, 'Apa kalian makan sendiri-sendiri?' Para sahabatpun lalu menyahut 'iya.' Rasulullah pun lalu menyarankan para sahabat untuk makan bersama.'
"Makanlah kalian bersama-sama lalu bacalah basmalah, maka Allah akan memberikah berkah kepada kalian semua"
Kedua, pandangan mayoritas ulama. Buka puasa wajib dilakukan oleh semua muslim yang melaksanakan ibadah puasa. Kesepakatannya tetap sama seperti yang dijelaskan dalam pandangan Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah.
Terkait buka puasa bersama, mayoritas ulama menyepakati sebagai sesuatu yang sangat dianjurkan juga. Cuma, muncul permasalahan saat ini ialah fenomena buka puasa yang dilakukan secara virtual, dimana hal ini belum pernah terjadi di zaman Nabi dulu.
Sebagian ijma' ulama menyepakati bisa dilakukan. Dengan alasan tetap menyegerakan berbuka ketika sudah memasuki waktu berbuka.
Sebagian lagi pandangan juga ada yang menyepakati tidak membolehkan. Hal ini dilandasi dengan alasan mudhorot yang mengacu pada kondisi saling memamerkan menu berbuka sehingga memicu sifat riya' dan iri karena terdapat kawan yang makan dengan menu yang enak sementara kawan virtual lainnya tidak.
Lalu, satu dengan lainnya juga tidak dapat bertukar menu mereka masing-masing karena tertutup tirai virtual sehingga keberkahannya juga kurang dapat dinikmati secara bersama-sama.
Belum lagi mudhorot lainnya jika efisiensi obrolannya menghabiskan waktu sehingga lupa melaksanakan ibadah sholat maghrib. Naudzubillahmin Dzalik.
Namun di antara beragam pandangan ini bukan menjadi suatu pokok permasalahan yang rumit. Sebab Islam sendiri bersifat tajdid (pembaharuan) dan toleran dengan kondisi dan keadaan.
Semua landasannya juga dimaknai sebagai tambahan khazanah pemikiran Islam. Sehingga pandangan manapun dapat diikuti selama mengandung kebermanfaatan bagi yang mengikutinya. (Rizky Hidayat)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H