Apa itu Hegelianisme? hegelianisme adalah gerakan filsafat yang berkembang pada abad ke 19 dan dicetus oleh Georg Wilhelm Friederich Hegel. Pemikiran ini berpusat kepada sejarah dan logika dan mengutamakan realita daripada hal-hal dialektik untuk menguasai suatu fenomena. Terbentuknya hegelianisme ditandai dengan pembentukan sekolah filsafat yang terbentuk sekitar 30 tahun yang memperkuat arah filsafat Jerman. Hegelenisme berarah maju dan diarahkan untuk memprovokasi reaksi-reaksi besar dan merupakan pemikiran yang berorientasi kepada perlawanan. Terdapat empat tahap pembentukan dari Hegelianisme, pertama, terjadi di salah satu sekolah Hegelian di Jerman pada periode tahun 1827 - 1850. Karena sering terlibat polemik terhadap lawan-lawan pemikiranya, sekolah ini kemudian terbagi menjadi 3 kelompok. Kelompok kanan yang melibatkan murid-murid asli dari Hegel, memeiliki pemikiran untuk mempertahankan pemikian aslinya, yakni menentang bahwa pemikiran ini bersifat liberal dan pantestik (berpusat kepada ketuhanan). Kelompok kiri yang berisi pemikir - pemikir muda Hegelianisme yang memiliki pemikiran bahwa pendekatan dialektik merupakan dasar dari sebuah pergerakan pemikiran dan memandang bahwa pebandingan Hegel mengenai apa yang merupakan rational dan realitas sebagai sebuah perintah untuk memajukan realitas budaya dan politik. Makan, para Hegelian muda menginterpretasikan dengan sentukan revolusioner bahwa Hegelianisme memiliki unsur pantestik, atestik dan liberal. Kelompok tengah adalah kelompok yang lebih mementingkan keaslian dari Hegelianisme dan sistemnya yang signifikan dengan ketertarikan khusu kepada permasalahan logika.
Tahap kedua (1850-1904) Hegelianisme tersebar di negara-negara lain, muncullah gerakan bernama neo-Hegelianisme yang berpusat kepada logika dan reformasi dealektika. Di sisi lain, pada awal abad ke 20 muncul sebuah gerakan berbeda di Jerman setelah Wilhelm, seorang pemikir pendekatan kritis kepada ilmu sejarah dan humanistik, menemukan catatan - catatan Hegel pada masa muda yang tidak diterkbitkan. Ini menandai tahap ke tiga yang disebut sebagai renaisans Hegel dan dicirikan dengan ketertarikan terhadap Pitologi dari terbitan catatan - catatan dan ari oenelitian sejarah, pemikiran ini menjangkau sebuah rekontruksi dari kejadian menurut pemikiran Hegel yang sarat akan unsur kebudayaan, terutama Pencerah (Enlighment) dan Romantisme yang menimbulkan sikap irasionalistik dan eksistensial dalam filsafat. Dalam tahap ke empat, setelah periode perang dunia kedua, pembaharuan dalam ilmu - ilmu markisme di Eropa menimbulkan sebuah relasi pemikiran antara Hegel dan Karl Marx dan tentang nilai - nilai dari ide Hegel yang mempengaruhi Marksisme yang secara khusu berpusat kepada masalah- masalah sosial dan politik. Tahap ke empat setelah Hegelianisme ini juga mempelajari ulang pemikira - pemikiran dasar dari helegianisme pada tahap pertama.
Pada saat ini pemikiran Hegel menjadi sumber radikal yang banyak dipelajari oleh sebagian orang. Hegel membuat sebuah gagasan berupa dialektika atau lebih dikenal dialektika Hegel. Menurut Hegel, Karya- karyanya yang telah ia tulis bukanlah suatu karya historis , tetapi suatu kerangka kerja filsafat dan dalam karya tersebut Hegel menulis dalam bentuk fakta yang sangat kongkrit. Gagasan dialektika Hegel ini merupakan metode yang memunculkan perkembangan dari kesadaran diri agar mencapai kesatuan dan kebebasan. Konsep yang muncul dari dialektika Hegel berupa Tesis, Antitesis, dan Sintetis. Tiga konsep dalam dialektika Hegel ini biasanya muncul dengan kalimat "yang ada" ,"yang tidak ada", dan "menjadi". Konsep dialektika yang pertama, tesis, kedua sebagai lawan dari yang pertama yaitu antitesis, dan yang ke tiga muncul untuk menjadi perdamaian yaitu sintesis. Konsep dialektika Hegel ini juga bisa dijadikan contoh pada pembukaan Undang - Undang Dasar 1945. Pada konsep yang pertama yaitu Tesis : Bangsa asing yang datang dan menjadi Indonesia sangatlah kejam yang dimana tidak berprikemanusiaan dan tidak berperikeadalina dan hal ini yang membuat bangsa asing tersebut melanggar hak asasi bangsa - bangsa di dunia (tercantum dalam alenia I). Konsep ke dua yaitu Sintesis : Penjajahan yang dihapuskan oleh para pejuang yang sangat gigih baik dengan cara propaganda gerakan bawah tanah maupun dengan cara represif atau persuasif (tercantum dalam alenia I dan II). Konsep yang terakhir yaitu Sintesis : Sintesis ini lahir karena perjuangan yang diperjuangkan dimenangkan oleh Indonesia. Para pejuang berhsil mengusir bangsa asing yang menjajah Indonesia dan melahirkan suatu kebebasan dan menyatakan kemerdekaan. Kemerdekaan ini diperoleh dari hasil jerih payah dan juga ridho atas Tuhan yang Maha Esa (tercantum dalam alinea I dan II). Dalam kasus ini bisa ditegaskan bahwa konsep dialektika Hegel ini yang berupa Tesis (Penjajah), Antitesis (perjuangan), dan Sintesis (Kemerdekaan).Â
Pemikiran Hegel tidak bisa dilepaskan dalam dialektika antara tesis, antitesis, dan sintesis. Dalam bukunya philosophy of right, negara dan masyarakat sipil ditempatkan dalam kerangka dialektika itu, yaitu keluarga sebagai Tesis, masyarakat sipil sebagai antitesis, dan Negara sebagai sintesis. Dialektika itu bertolak dari pemikiran Hegel bahwa keluarga merupakan tahap pertama akan adanya kehendak objektif. Kehendak objektif dalam keluarga itu terjadi karena cinta milik dari masing- masing individu menjadi milik bersama. Akan tetapi, keluarga mengandung antitesis yaitu ketika individu - individu (anak - anak) dalam keluarga telah tumbuh tumbuh dewasa, mereka mulai meninggalkan keluarga dan masuk dalam kelompok individu - individu yang lebih luas yang disebut dengan masyarakat sipil (civil society). Individu - individu dalam masyarakat sipil ini mencari penghidupanya sendiri - sendiri dan mengejar tujuan hidupnya sendiri - sendiri. Negara sebagai institusi tertinggi mempersatukan keluarga yang bersifat objektif dan masyarakat sipil yang bersifat subjektif. Meskipun logika pemikiran Hegel nampak bersifat linier, namu Hegel tidak bermaksud deimikian. Hegel memaksudkan bahwa dalam kerangka dialektika antara tesis, antitesis, dan sintesis. Dalam kerangka teori dialektika ini, Hegel menempatkan masyarakat sipil di antara keluarga dan negara. Dengan kata lain, masyarakat sipil terpisah dari keluarga dan dari negara. Masyarakat sipil bagi Hegel digambarkan sebagai masyarakat pasca revolusi Perancis, yaitu masyarakat yang telah diwarnai dengan kebebasan, terbebas dari belenggu feodalisme. Dalam penggambaran Hegel ini, civil society adalah sebuah bentuk masyarakat dimana orang - orang di dalamnya bisa memilih hidup apa saja yang mereka suka dan memenuhi keinginan mereka sejauh mereka mampu. Negara tidak memaksakan jenis kehidupan tertentu kepada anggota civil society seperti yang terjadi di dalam masyarakat feodal karena negara dan civil society terpisahkan. Masyarakat sipil adalah masyarakat yang terikat oada hukum. Hukum diperlukan karena anggota masyarakat sipil memiliki kebebasan, rasio dan menjalin relasi satu sama lain dengan sesama anggota masyarakat sipil itu sendiri dalam rangka pemenuhan kebutuhan mereka. Hukum merupakan pengarah kebebasan dan rasionalitas manusia dalam hubungan dengan sesama anggota masyarakat sipil. Tindakan yang melukai anggota masyarakat sipil merupakan tindakan yang tidak rasional.Â
Berikut adalah merupakan peta pemikiran Hegal, antara lain :
Metafisika dan Ruh Absolut
Filsafat Hegel sering disebut sebagai puncak idealisme Jerman. Filsafatnya banyak diinspirasikan oleh emanuel Kant dengan filsafat ilmunya (filsafat dualisme), Kant melakuka pengkajian terhadap kebuntuan perseteruan antara Empirisme dan rasinoalisme, keduanya bagi Kant terlalu ekstrikm dalam mengklaim sumber pengetahuan. "Revolusi Kantian" kemudian berhasil menemukan jalan keluarnya. Hegel yang awalnya sangat terpengaruh oleh filsafat Kant tersebut kemudian menemunkan jalan keluarnya melalui kontemplasi yang terus menerus. Letertarikan Hegel sejak awal pada metafisika, meyakinkannya bahwa ada ketidak jelasan bagian dunia, bagi Betrand Russell pemikiranya kemudian merupakan intelektualisasi dari wawasan metafisika. Pada dasarnya filsafat Hegel mematahkan anggapan kaum empiris seperti John Lock, Barkeley dan David Hame. Mereka (Kaum Empiris) mengambil sikap tegas pada metafisika, bagi Lock metafisika tidak mampu menjelaskan basis fundamentalis filsafat atau estimologi (bagaiana realitas itu dapat diketahui) dan tidak dapat mencapai realitas total, pendapat iniditeruskan kembali oleh David Hume, bahwa metafisika tidaklah berharga sebagai ilmu dan bahkan tidak mempunyai arti. Baginya, metafisika hanya merupakan ilusi yang ada di luar batas pengertian manusia. Dengan metafisika kemudian Hegel mencoba membangun suatu sistem pemikiran yang mencakup segalanya baik ilmu pengetahuan, Budaya, Agama, Konsep kenegaraan,Etika, Sastra, dll. Hegel melatakkan ide atau ruh atau jiwa sebagai realitas utama, dengan ini ia akan menyibak kebenaran absolut dengan menembus batasan- batasan individual atau parsial. Kemandirian benda - benda yang terbatas bagi Hegel dipandang sebagai ilusi, tidak ada yang benar nyata kecuali keseluruhan (The Whole). Hegel memandang realitas bukanlah suatu sederhana, melainkan suatu sitem yang rumit. Ia membangun filsafat melalui metafora pertumbuhan biologis dan perubahan perkembangan atau bisa disebut dengan organisme. Pengaruh konsep organisme pada diri Hegel, membuatnya memandang bahwa organisme merupakan model untuk memahami kepribadian manusia, masyarakat, intitusi, filsafat, dan sejarah. Dalam hal ini organisme dipandang sebagai suatu hirarki, kesatuan yang saling membutuhkan dan masing - masing bagian memiliki peran dalam mempertahankan suatu keseluruhan.
Segala sesuatu yang nyata adalah rasional dan segala sesuatu yang rasional adalah nyata (all that is real is rational, and that is rational is real) adalah merupakan dalil yang menegaskan bahwa luasnya ide sama dengannya luasnya realitas. Dalil ini berbeda dengan yang dinyatakan oleh kaum empiris tentang ralitas, "yang nyata" bagi kaum empiris secara tegas ditolak oleh hegel, sebab baginya itu adalah tidaklah rasional, hal tersebut terlihat rasional karena merupakan bagian dari aspek keseluruhan. Hegel meneruskan bahwa keseluruhan itu bersifat mutlak dan yang mutlak itu bersifat spiritual yang lambat laun menjadi sadar akan dirinya sendiri. Jadi realitas pada kesendiriannya bukanlah hal yang benar- benar nyata, tetapi yang nyata pada dirinya adalah partisipasinya pada keseluruhan. dalam bukunya Phenomenologi of Mind (1807), Hegel menggambarkan tentang "yang mutlak" sebagai bentuk yang paling sempurna dari ide yang selanjutnya menjadi ide absolut, ide tersebut menurut Betrand Russell adalah pemikiran murni, artinya adalah bahwa ide absolut merupakan kesempurnaan fikiran atau jiwa yang hanya dapat memikirkan dirinya sendiri. Pikiranya dipantulkan kedalam dirinya sendiri melalui kesadaran diri.
Dialektika
Dialektika merupakan metode yang dipakai Hegel dalam memahami realitas sebagai perjalanan ide menuju pada kesempurnaan. Menelusuri materi baginya adalah kesia - siaan sebab materi hanyalah manifestasi dari perjalanan ide tersebut. Dengan dialektika, memahami ide sebagai realitas menjadi dimungkinkan. Dialektika dapat dipahami sebagai "The Theory of the Union of Opposites"(Teori tentang persatuan hal - hal yang bertentangan). Terdapat tiga unsur atau konsep dalam memahami dialektika yaitu pertama, tesis, kedua sebagai lawan dari yang pertama disebut antitesis. Dari pertarungan dua unsur ini lalu muncul unsur ketiga yang memperdamaikan keduanya yang disebut sintesis. Dengan demikian, dialektika dapat juga disebut sebagai proses berfikir secara totalitas yaitu setiap unsur saling bernegasi (mengingkari dan diingkari), saling berkontradiksi (melawan dan dilawan), serta saling bermediasi (memperantarai dan diperantarai). Untuk memahami proses triadic itu (Thesis, AntiThesis, dan Sinthesis), Hegel m,enggunakan kata dalam bahasa Jerman yaitu aufheben, kata ini memiliki makna "menyangkal", "menyimpan", dan "mengangkat". Jadi dialektika bagi Hegel bukanlah penyelesaian kontradiksi dengan meniadakan salah satunya tetapi lebih dari itu. Proporsi atau Tesis dan lawanya Antitesis memiliki kebenaran masing - masing yang kemudia diangkat menjadi kebenaran yang lebih tinggi. Tj. Lavine menerangkan proses ini sebagai berikut :
1. Menunda konflik antara Tesis dan Antitesis.
2. Menyimpan elemen kebenaran dari Tesis dan Antitesis.
3. Mengungguli perlawan dan meningkatkan konflik hingga mencapai kebenaran yang lebih tinggi.
Hegel memberikan contoh sebagai berikut "yang mutlak adalah yang berada murni (pure being)" yang tidak memiliki kualitas apapun. Namun yang berada murni tanpa kualitas apapun adalah "yang tiada (nothing)" ini merupakan regasi dari proporsi atau tesis, oleh sebab itu, kita terarah pada antitesis "yang mutlak adalah yang tiada". Penyatuan antara tesis dan antitesis tersebut menjadi sintesis yaitu apa yang disebut menjadi (becoming) maka "yang mutlak adalah menjadi", sintesis inilah kebenaran yang lebih tinggi. Dialektika Hegel merupakan alternatif tradisional yang mengasumsikan bahwa proporsi haruslah terdiri dari subjek dan prediket. Logika seperti ini bagi Hegel tidaklah memadai. Berikut contoh yang bisa sedikit menerangkan mengenai hal tersebut, dalam logika tradisional terdapat proporsi sebagai berikut, Heru adalah seorang paman - paman. Kata paman disini merupakan prediket yang dinyakatakn begitu saja benar (benar dengan sendirinya), Heru tidak perlu mengetahui keberadaanya sebagai paman, maka dalam hal ini logika tradisional mengandung cacat. Hegel menggantinya dengan dialektika untuk menuju pada kebenaran mutlak, paman bagi Hegel tidaklah benar dengan sendirinya, sebab eksistensinya sebagai paman juga membutuhkan eksistensi orang lain sebagai keponakan. Dari perseteruan antara paman sebagi tesis dan kepnakan sebagai antitesis maka tidaklah memungkinkan kebenaran parsial atau individual, kesimpulanya adalah kebenaran terdiri dari paman dan keponakan. Jika dialektika ini diteruskan ajakan mencapai kebenaran absolut yang mencakup keseluruhan. Tidak ada kebenaran absolut tanpa melalui keseluruhan dialektika. Setiap tahap yang belakangan mengandung semua tahap terdahulu. Sebagaimana larutan, tak satupun darinya yang secara keseluruhan digantikan, tetapi diberi tempat sebagai suatu unsur pokok di dalam keseluruhan.
Filsafat Sejarah
Setelah Hegel menyatakan bahwa yang sejati adalah rasional dan kemudia menerangkan tentang dialektika yang membawa ruh kepada titik absolut, maka kita kemudian akan dibawa pada pemahaman hakekat sejarah. Sejarah bagi Hegel dapat dipahami sebagai proses dialektika ruh. Filsafat sejarah Hegel merupakan perwujudan atau pengejewantahan dari ide universal menuju pada absolutisme dengan menjelaskan semua yang terjadi sebagai proses. Bagi Hegel, sejarah berlaku pada kelompok bukan dalam individu. Searah berkaitan dengan jiwa manusia dan seluruh kebudayaannya bukan dengan ilmu dan teknologi seperti yang dijelaskan oleh para pemikir pencerahan. Hegel mengaggap sejarah tidaklah bergerak secara lurus terhadap kemajuan, namun ia bergerak secara dialektis melalui jalan melingkar.Â
Dalam The Philosophy of History Hegel mengatakan bahwa esensi dari ruh adalah kebebasan, maka kebebasam adalah tujuan dari e]sejarah. Sejarah baginya merupakan gerak kearah rasionalitas dan kebebasan yang semakin besar. Hegel kemudian merumuskan perkembangan historis ruh, yang terbagi dalam tiga tahap: Pertama, Timur, Kedua, Yunai dan Romawi, dan Ketiga, Jerman. Pada fase pertama kita akan temui bahwa yang bebas hanyalah satu orang, seperti yang kita lihat dalam monarki Cina dan timur tengah, lalu sejarah bergerak pada masa Yunai Kuno dan Romawi dimana yang bebas menjadi beberapa orang sebab masih ada pembedaan antara tuan dan budak maka bentuk yang sempurna adalah Jerman dimana yang bebas adalah semuanya. Pemikiran Hegel mengarahkan kita pada pemahaman bahwa sejarah merupakan pergerakan penuh tujuan atas cita - cita Tuhan untuk kemanusiaan. Hegel pun memahami bahwa sejarah memang merupakan meja pembantaian dimana kesengsaraan, kematian, ketidakadilan, dan kejahatan menjadi bagian dari panggung dunia. Namun filsafat sejarah erupakan teodasi atau usaha untuk membenarkan tuhan dan mensucikan tuhan data tuduhan bahwa tuhan membiarkan kejahatan berkuasa di dunia. Dia menunjukkan anggapan yang salah tentang sejarah di sebabkan karena mereka hanya melihat permukaan saja, tetapi mereka tidak melihat aspek laten serta potensial dalam sejarah yaitu jiwa absolut dan esensi jiwa, yaitu kebebasan.
Negara
Negara merupakan tema sentral dalam pembahasan tentang kehidupan dalam masyarakat politik. Sebagai seorang filosof, Hegel kemudian merumuskan bentuk negara ideal baginya. Pandanganya tentang negara tersebut dapat dilihat pada dua karyanya yaitu The Philosophy of History dan The Philosophy of Law. Tentu saja pandanganya tentang negara tidak lepas dari sistem filsafat yang dibangungnya. Hegel menunjukkan bahwa hakekat manusia dimasukkan dan diwujudkan dalam kehidupan negara - bangsa. menurutnya, negara - bangsa merupakan totalitas organik (kesatuan organik) yang mencakup pemerintahan dan institusi lain yang ada dalam negara termasuk keseluruhan budayanya. Hegel juga menyatakan bahwa totalitas dari budaya bangsa dan pemerintahanya merupakan individu sejati. "individu sejarah dunia adalah negara - bangsa", maksudnya negara merupakan individu dalam sejarah dunia. Negara merupakan manifestasi dari ide universal. Sedangkan individu (orang per orang) merupakan penjelmaan dari ide partikular yang tidak utuh, dan merupakan bentuk kepentingan yang sempit. Negara memperjuangkan kepentingan yang lebih besar, memperjuangkan / merelaisasikan ide besar. Keinginan negara merupakan keinginan umum untuk kebaikan semua orang, karenanya negara harus dipatuhi dan negara dapat memaksakan keinginanyapada warganya. Negara adalah "penjelmaan dari kemerdekaan rasional, yang menyatakan dirinya dalam bentuk objektif".
Karena itulah negara yang dibentuk Hegel adalah absolut. Negara baginya bukan apa yang digambarkan John Lock atau teoritisi - teoritisi kontrak sosial yang dibentuk dari kesepakatan bersama dari rakyatnya, Hegel berpendapat sebaliknya, negaralah yang membentuk rakyatnya. Hegel memang mensakralkan negara sampai ia menganggap bahwa sepak terjang negara di dunia ini sebagai "derap langkah tuhan di bumi". dalam perspektif individu tidaklah dimungkinkan untk menjadi oposisi negara sebab ia membawa kepentingan parsial. Negara adalah sumber budaya, kehidupan institusional dan moralitas. Hegel, menyatakan dalam reason of hostory : segalanya yang ada pada manusia, dia menyewa pada negara, hanyalah dalam negara dia mendapatkan jati dirinya. Maka tidak seorang pun bisa melangkah di belakang negara, dia mungkin bisa memisahkan diri dari individu lain namun tidak dari jiwa manusia.Â
Lalu dimanakah eksistensi individu ketika ia tidak lagi memiliki kekuasaan dan kebebasan? Hegel menjawabnya dengan membedakan kebebasan formal dan kebebasan substansial. Berikut ini penjelasanya :
1. Kebebasan formal merupakan kebebasan yang diasumsikan oleh kaum atomis di masa pencerahan, dimana individu terisolasi, kebebasan ini diraih dari sifat alamiah seperti, Kehidupan, kebebasan dan properti (hak milik), kebebasan ini bersifat abstrak dan negatif. Bagi Hegel, inilah kebebasan dari penguasa yang menindas.
2. Kebebasan substansial adalah merupakan kebebasan idela bagi Hegel, hal ini cita - cita moral masyarakat yang bersala dari kehidupan spiritual masyarakat tertentu. Kebebasan ini hanya dapat diraih dari negara, di sinilah cita - cita etika dan jiwa fondamental orang - orang dalm hukum - hukum dan institusi - institusinya dapat dicapai. Dalam pandangan Hegel, Jika kita membenci budaya kita dan tidak sependapat dengan cita - cita dan institusi masyarakat kita, maka kita beraa dalam keterasingan. Keterasingan merupakan terdiri dari banyak komponen, yaitu : perasaab menjadi asing diri, terputus dari perasaan sendiri ataupun identitasnya sendiri, perasaan tidak memiliki norma, tidak memiliki arti, lemah dan lain - lain. Keterasingan yang dipahami Hegel merupakan kegagalan kehendak individu untuk beradaptasi dengan yang lebih besar yaitu kemauan masyarakat. Keterasingan merupakan kondisi di mana sesorang tidak bisa mengidentifikasikan diri dengan moralitas publik dan institusi masyarakat. Dalam filsafat Hegel, Kebenaran hakiki pelan - pelan akan terkuak seiring rentang evolusi sejarah perjalanan pemikiran filsafat.
Â
Dialektika Hanacaraka
Masuknya Islam ke jawa menjadikan wilayah jawa sebagai tempat dimana ajaran ketuhanan Islam harus disemai di atas sisa - sisa peninggalan peradaban Siwa dan Budha. Aksara Jawa pun tidak lepas dari strategi "Dialektika Politik Kejawen" yang menggarap urutan alphabet Jawa dari "Ka - Kha - Ga - Nga" menjadi " Ha - Na - Ca - Ra - Ka". Ada indikasi kuat setelah islam hampir menguasasi seluruh wilayah jawa pada abad 17, urutan alphabet dan aksara jawa dirubah dan "dimerenisasi", disusupkan kisah baru tentang dua caraka yang sama sakti "Hanacaraka". Munculah kisah caraka (abdi) - nya Aji saka dan caraka - nya Muhammad yang bertarung "pada - Jaya -Nya" pertarungan pilih tanding, sama saktinya. Alphabet "Ha - Na - Ca -Ra - Ka" pun mempengaruhi pengajaran aksara Bali, baca tulis, dulunyaberpedoman pada alphabet jawa kuno dan bali kuno, dengan pengajaran aksara diawali dengan menghafal dan menulis aksara "ka - Ki - Ku - Ke -Ko" lalu dilanjut "Ga - Gi - Gu - Ge - Go" dan seterusnya. Pengajaran Hanacaraka di Bali dan kisah hilangnya 2 aksara, yang katanya hanyut diselat bali, diperkirakan baru muncul sekitar tahun 1875 seiring pendidikan sekolah rakyat kelas 2 di bali (Buleleng) memakai / mengadopsi pengajaran aksara jawa. Buku Pedoman pengajaran sekolah rakyat selanjutnya disusu oleh I Ranta mengadopsi pengajaran baca tulis aksara jawa. Sebelum itu pengajaran dukalangan Bali dengan cara "Ka - Ki - Ku - Ke - Ko". Tidak ada dulu kisah 2 aksara jatuh / hanyut / kecag di selat bali. Aksara yang disebut hanyut itu masih tetap dipakai dalam lontar - lontar Bali sampai kini. Alphabet Hanacaraka pertama kali muncul dalam karya "Serat sastra Gending" karya salah satu raja jawa yang masyhur yaitu Sultan Agung Prabu Anyakrakusuma (1593 - 1645), dikenal sebagai sultan Agung, memerintah jawa pada tahun 1613 sampai 1645. Penyusunan Ha - Na - Ca - Ra - Ka termuat penjelasanya dalam karya tersebut sebagai berikut :
1. Bahasa Jawa
"Kawuri pangertine Hyang, taduhira sastra kalawang gending, sokur yen wus sami rujuk nadyan aksara jawa, datan kari saking gending asalipun, gending wit purbaning kala, Kadya kang wus kocap pinuji". yang dalam bahasa Indonesianya "Pemusatan diri pada Hyang, petunjuk berupa sastra (akasara) dan bunyi gending (macepat). Jika telah disepakati (bersama), meskipun aksara jawa tidak meninggalkan bunyi gending asalnya, bunyi gending sejak jaman pubakala, seperti yang telah diucapkan terdahulu".
2. Bahasa Jawa
"Kadya sastra kalidasa, wit pangestu tuduh kareping puji, puji asaling tumuwuh, mirit sang akadiyat, ponang : Ha Na Ca Ra Ka : pitududuhipun , dene kang : Da Ta Sa Wa La : kagetyan ingkang pinuji". Dalam bahasa Indonesianya "seperti halnya sastra (aksara Jawa) yang dua puluh (adalah) sebagai pemula untuk mencapai kebenaran, yang menempatkan petunjuk akan makna puji, serta puji kepada segala sumber yang tumbuh (atau hidup); memberikan (mirit) ajaran akadiyat berupa Ha Na Ca Ra Ka, petunjuknya. Sedang Da T Sa Wa La, adlaah berarti kepada (Kepada Tuhan) yang dipuji".
3. Bahasa JawaÂ
"Wadat jati kang rinasan, ponang : Pa Da Ja Ya Nya; angyekteni, kang tuduh lan kang tinuduh, pada sentosanira, wahanane wakhadiyat pembilipun, dene kang Ma Ga Ba Ta Nga, wus kenyatan jatining sir". Yang dalam Bahasa Indonesia " Wadat jati yang dirasakan berupa : Pa Da Ja Ya Nya; adalah yang menyaksikan bahwa yang memberi dan yang diberi petunjuk adalah sama teguhnya; tujuanya (adalah) mendukung dan akhadiyat, sedang : Ma Ga Ba Ta Nga (berarti) sudah menjadi nyata (keadaan) sir yang sejati".
4. Bahasa Jawa
"Pratandane manikmaya, wus kenyatan kawruh arah sayekti, iku wus akaring tuduh, manikmaya an tayu, kumpuling tyas alam arwah pambilipun, iki witing ana akal, akire Hyang Maha Manik". Yang dalam Bahasa Indonesia "tanda (dari pada" manikmaya (terlihat) juga sudah nyata pengetahuan akan tujuan yang sesungguhnya, itulah akhir dari pada petunjuk; manik maya adalah Tiada / Taya (Suwung) (yaitu) bersatunya hati dengan alam arwah; itulah saat mulanya ada akal, dan adalah akhir dari pada Hyang Maha Manik"
5. Bahasa Jawa
"Awake Hyang Manikmaya, gaibe tan kene winoring tulis, tan arah gon tan dunung, tan pesti akhir awal, manembahing manuksmeng rasa pandulu, rajem lir hudaya retna, trus wening datanpa tepi". Yang dalam bahasa Indonesia " Kegaiban dari awal Hyang Manikmaya tak dapat diramu atau diungkap dengan tulisan, tiada awal dan tiada tempat, tiada arah dan tiada akhir; sembahnya (dengan) melebur ke dalam rasa penglihatan, (bersifat) tajam bagaikan pucuk manikam, jernih tembus tak bertepi".
6. Bahasa Jawa
"Itub telenging paninggal, surah sane kang sastra kalah desi, lan mirit sipati rong puluh, sipat kahaning dat, ponang akan durung ana mananipun kababaring gending akal, manikmaya wus kang ngelmi". Yang dalam bahasa Indonesia "Itulah pusat penglihatan, makna daripada dua puluh aksara, dan Juga mengajarkan sifat dua puluh, sifat keadaan dat, ketika akal belum mengada (ada) terurai dalam kata - kata (yanga0 menyatakan akal, manikmaya itulah ngelmi".
Sultan Agung menaruh perhatian besar kepada kebudayaan mataram. Selain itu sultan Agung juga dikenal sebagai penulis naskah berbau mistik, berjudul sastra gending, beliau memadukan kalender Hijriyah yang dipakai di pesisir utara dengan kalender saka yang masih dipakai di pedalman. Hasilnya adalah terciptanya kalender jawa islam sebagai upaya pemersatuan rakyat mataram. Sistem penanggalan ini digunakan hingga pada tahun 1625 Masehi (bertepatan dengan tahun 1547 saka), sultan Agung mengubah sistem kalender jawa dengan mengadopsi sistem kalender Hijriyah, seperti nama - nama hari, bulan, serta berbasis lunar (komariyah). Sekalipun kalender dicampur, angka tahun saka diteruskan, dari 1547 saka, kalender jawa tetap meneruskan bilangan tahun dari 1547 saka ke tahun 1547 jawa. Hanacaraka dan Kalender Jawa yang "direkomposisi" oleh sultan agung adalah sebuah "dialektika Kejawen". Kalender jawa ini mengakomodasi kalender kebudayaan jawa sekaligus kalender Islam. Hanacaraka memuat kisah bahwa aksara di Jawa dibawa oleh aji saka, sekaligus menyerap kisah kedatangan utusan Nabi Muhammad. Apa yang kita bisa pelajari dari sultan Agung : beliau memilih "mendamaikan" ajaran leluhur dengan "ajaran yang datang belakangan", dibanding mempertentangkan keduang.
Auditing Perpajakan
Audit Pajak sendiri adalah aktivitas pemeriksaan pajak dengan menghimpun dan mengolah data per[ajakan untuk mengetahui kepatuhan WP dalam pemenuhan kewajiban perpajakan sesuai ketentuan peraturan perundang - undangan perpajakan. Dalam proses audit pajak diawali dari pemeriksaan, penyampaian surat pemeriksaan atau surat panggilan hingga pemeberitahuan hasil pemeriksaan berupa Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP). SPHP ini akan dilampiri dengan daftar temuan hasil pemeriksaan, sehingga WP perlu memahami dan memastikan kewajiban dan Hak - Haknya terpenuhi dengan baik seiring adanya audit pajak.Â
Penerepan Dialektika Hegelian dan Hanacaraka pada Auditing Perpajakan
Tentu saja jika kita mengambil alur pemikiran Hegelian tentan Tesis, Antitesis, dan juga Sintetis, saya melihat alurnya adalah Pemerintah sebagai Tesis, WP sebagai Antitesis, dan Pemeriksaan sebagai Sintesis.Karna pada tahap pemeriksaan inilah bisa mendamaikan antara Pemerintah yang membutuhkan uang dari pajak dan WP yang tidak ingin dikenakan pajak tinggi oleh pemerintah bisa ditemukan di dalam  satu alur kesepakatan ketika adanya konflik atau ketidaksepahaman atau kelarasan antara Tesis dan Antitesis tersebut. sama dengan dialektika Hanacaraka yang pada akhirnya Sultan Agung lebih memilih mendamaiakan dan mengadopsi keduanya sehingga bisa menjadi hal yang baik, yaitu ajaran leluhur dengan ajaran yang datang belakang, sehingga menemukan titik temu yaitu sintesis. Memmang tidaklah mudah untuk menemukan dua hal yang saling bertentangan, tapi ketika audit pajak dilakukan secara profesional dan transparan, saya yakin hal tersebut bisa memerankan sebagai sintesis sesuai dengan alurpemikiran Hegelian. Tapi hal yang menurut saya menjadi paling krusial mengenai audit pajak adalah, kita lebih baik melakuakn hal yang bersifat preferentif untuk tidak sampai pada tahap pemeriksaan, yaitu dengan kesadaran dari WP dan win - win solution tentang regulasi yang dibuat oleh penyelenggara negara.Jika kesepakatan yang win - win solution bisa diciptakan diawal, maka audit atau pemeriksaan pajak adalah sebuah hal yang akan jarang ditemui karna dari Tesis dan Antitesis tadi sudah berperan dengan biak di jalurnya masing - masing. Jadisaya memetik banyak hal dari pemikiran Hegelian ini, bahwa diantara dua hal yang saling bertentangan, pada dasarnya ada sebuah titik tengah yang bisa menjadi patokan dari dua kutub tersebut. terimakasih semoga bermanfaat.
Sumber :
Suyahmo 2007."Filsafat dialektiga Hegel : Relevansi dengan pembukaan undang-undang dasar 1945" dalam Jurnal Humanivora Vol. 19
Nindito Stefanus 2005 "Fenomenologi Alfred Shutz : studi tentang makna dan realitas dalam ilmu sosial" dalam jurnal Ilmu komunikasi Vol.2 No.1 Hlm 79-94.
Ari Yuana. Kumara 2010. The Greatest Philosophers. Jogjakarta:Andi Offset
D. Aiken, Henry 2009. Abad Ideologi. Jogjakarta:Relief
Hadiwiyono, Sari Harun 2005.Sejarah Filsafat Barat 2. Yogyakarta. Kanisius
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H