Mohon tunggu...
Rizky AdiFirmansyah
Rizky AdiFirmansyah Mohon Tunggu... Akuntan - Mahasiswa Universitas Mercu Buana

55522120038 - Magister Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Dosen Pengampu : Apollo, Prof.Dr, M.Si.AK - Pajak Internasional/Pemeriksaan Pajak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

TB 2 Pemeriksaan Pajak: Diskursus Model Dialektika Hegelian dan Hanacaraka pada Auditing Perpajakan

15 Juni 2024   22:59 Diperbarui: 15 Juni 2024   23:37 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1. Menunda konflik antara Tesis dan Antitesis.

2. Menyimpan elemen kebenaran dari Tesis dan Antitesis.

3. Mengungguli perlawan dan meningkatkan konflik hingga mencapai kebenaran yang lebih tinggi.

Hegel memberikan contoh sebagai berikut "yang mutlak adalah yang berada murni (pure being)" yang tidak memiliki kualitas apapun. Namun yang berada murni tanpa kualitas apapun adalah "yang tiada (nothing)" ini merupakan regasi dari proporsi atau tesis, oleh sebab itu, kita terarah pada antitesis "yang mutlak adalah yang tiada". Penyatuan antara tesis dan antitesis tersebut menjadi sintesis yaitu apa yang disebut menjadi (becoming) maka "yang mutlak adalah menjadi", sintesis inilah kebenaran yang lebih tinggi. Dialektika Hegel merupakan alternatif tradisional yang mengasumsikan bahwa proporsi haruslah terdiri dari subjek dan prediket. Logika seperti ini bagi Hegel tidaklah memadai. Berikut contoh yang bisa sedikit menerangkan mengenai hal tersebut, dalam logika tradisional terdapat proporsi sebagai berikut, Heru adalah seorang paman - paman. Kata paman disini merupakan prediket yang dinyakatakn begitu saja benar (benar dengan sendirinya), Heru tidak perlu mengetahui keberadaanya sebagai paman, maka dalam hal ini logika tradisional mengandung cacat. Hegel menggantinya dengan dialektika untuk menuju pada kebenaran mutlak, paman bagi Hegel tidaklah benar dengan sendirinya, sebab eksistensinya sebagai paman juga membutuhkan eksistensi orang lain sebagai keponakan. Dari perseteruan antara paman sebagi tesis dan kepnakan sebagai antitesis maka tidaklah memungkinkan kebenaran parsial atau individual, kesimpulanya adalah kebenaran terdiri dari paman dan keponakan. Jika dialektika ini diteruskan ajakan mencapai kebenaran absolut yang mencakup keseluruhan. Tidak ada kebenaran absolut tanpa melalui keseluruhan dialektika. Setiap tahap yang belakangan mengandung semua tahap terdahulu. Sebagaimana larutan, tak satupun darinya yang secara keseluruhan digantikan, tetapi diberi tempat sebagai suatu unsur pokok di dalam keseluruhan.

Filsafat Sejarah

Setelah Hegel menyatakan bahwa yang sejati adalah rasional dan kemudia menerangkan tentang dialektika yang membawa ruh kepada titik absolut, maka kita kemudian akan dibawa pada pemahaman hakekat sejarah. Sejarah bagi Hegel dapat dipahami sebagai proses dialektika ruh. Filsafat sejarah Hegel merupakan perwujudan atau pengejewantahan dari ide universal menuju pada absolutisme dengan menjelaskan semua yang terjadi sebagai proses. Bagi Hegel, sejarah berlaku pada kelompok bukan dalam individu. Searah berkaitan dengan jiwa manusia dan seluruh kebudayaannya bukan dengan ilmu dan teknologi seperti yang dijelaskan oleh para pemikir pencerahan. Hegel mengaggap sejarah tidaklah bergerak secara lurus terhadap kemajuan, namun ia bergerak secara dialektis melalui jalan melingkar. 

Dalam The Philosophy of History Hegel mengatakan bahwa esensi dari ruh adalah kebebasan, maka kebebasam adalah tujuan dari e]sejarah. Sejarah baginya merupakan gerak kearah rasionalitas dan kebebasan yang semakin besar. Hegel kemudian merumuskan perkembangan historis ruh, yang terbagi dalam tiga tahap: Pertama, Timur, Kedua, Yunai dan Romawi, dan Ketiga, Jerman. Pada fase pertama kita akan temui bahwa yang bebas hanyalah satu orang, seperti yang kita lihat dalam monarki Cina dan timur tengah, lalu sejarah bergerak pada masa Yunai Kuno dan Romawi dimana yang bebas menjadi beberapa orang sebab masih ada pembedaan antara tuan dan budak maka bentuk yang sempurna adalah Jerman dimana yang bebas adalah semuanya. Pemikiran Hegel mengarahkan kita pada pemahaman bahwa sejarah merupakan pergerakan penuh tujuan atas cita - cita Tuhan untuk kemanusiaan. Hegel pun memahami bahwa sejarah memang merupakan meja pembantaian dimana kesengsaraan, kematian, ketidakadilan, dan kejahatan menjadi bagian dari panggung dunia. Namun filsafat sejarah erupakan teodasi atau usaha untuk membenarkan tuhan dan mensucikan tuhan data tuduhan bahwa tuhan membiarkan kejahatan berkuasa di dunia. Dia menunjukkan anggapan yang salah tentang sejarah di sebabkan karena mereka hanya melihat permukaan saja, tetapi mereka tidak melihat aspek laten serta potensial dalam sejarah yaitu jiwa absolut dan esensi jiwa, yaitu kebebasan.

Negara

Negara merupakan tema sentral dalam pembahasan tentang kehidupan dalam masyarakat politik. Sebagai seorang filosof, Hegel kemudian merumuskan bentuk negara ideal baginya. Pandanganya tentang negara tersebut dapat dilihat pada dua karyanya yaitu The Philosophy of History dan The Philosophy of Law. Tentu saja pandanganya tentang negara tidak lepas dari sistem filsafat yang dibangungnya. Hegel menunjukkan bahwa hakekat manusia dimasukkan dan diwujudkan dalam kehidupan negara - bangsa. menurutnya, negara - bangsa merupakan totalitas organik (kesatuan organik) yang mencakup pemerintahan dan institusi lain yang ada dalam negara termasuk keseluruhan budayanya. Hegel juga menyatakan bahwa totalitas dari budaya bangsa dan pemerintahanya merupakan individu sejati. "individu sejarah dunia adalah negara - bangsa", maksudnya negara merupakan individu dalam sejarah dunia. Negara merupakan manifestasi dari ide universal. Sedangkan individu (orang per orang) merupakan penjelmaan dari ide partikular yang tidak utuh, dan merupakan bentuk kepentingan yang sempit. Negara memperjuangkan kepentingan yang lebih besar, memperjuangkan / merelaisasikan ide besar. Keinginan negara merupakan keinginan umum untuk kebaikan semua orang, karenanya negara harus dipatuhi dan negara dapat memaksakan keinginanyapada warganya. Negara adalah "penjelmaan dari kemerdekaan rasional, yang menyatakan dirinya dalam bentuk objektif".

Karena itulah negara yang dibentuk Hegel adalah absolut. Negara baginya bukan apa yang digambarkan John Lock atau teoritisi - teoritisi kontrak sosial yang dibentuk dari kesepakatan bersama dari rakyatnya, Hegel berpendapat sebaliknya, negaralah yang membentuk rakyatnya. Hegel memang mensakralkan negara sampai ia menganggap bahwa sepak terjang negara di dunia ini sebagai "derap langkah tuhan di bumi". dalam perspektif individu tidaklah dimungkinkan untk menjadi oposisi negara sebab ia membawa kepentingan parsial. Negara adalah sumber budaya, kehidupan institusional dan moralitas. Hegel, menyatakan dalam reason of hostory : segalanya yang ada pada manusia, dia menyewa pada negara, hanyalah dalam negara dia mendapatkan jati dirinya. Maka tidak seorang pun bisa melangkah di belakang negara, dia mungkin bisa memisahkan diri dari individu lain namun tidak dari jiwa manusia. 

Lalu dimanakah eksistensi individu ketika ia tidak lagi memiliki kekuasaan dan kebebasan? Hegel menjawabnya dengan membedakan kebebasan formal dan kebebasan substansial. Berikut ini penjelasanya :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun