6. Tarif Pajak Spesifik
Tarif pajak spesifik adalah tarif pajak dengan jumlah tertentu dan dikenakan pada suatu barang atau jenis barang tertentu.
Contoh:
PT. AAA di Indonesia mengimpor mobil sedan dari Amerika Serikat sebanyak 100 unit. Apabila harga satu mobil tersebut Rp100.000.000 dan tarif bea masuk atas impor barang Rp20.000.000 per unit, maka jumlah bea masuk yang harus dibayarkan oleh perusahaan tersebut sebagai berikut:
Contoh Kasus
Kewajiban Pajak BUT
Ketentuan perpajakan BUT dipersamakan dengan Wajib Pajak Badan dalam negeri. Oleh karena itu, setiap tahunnya BUT memiliki kewajiban untuk menghitung, membayar dan menyetor Pajak Penghasilan atas laba yang diperoleh dalam satu tahun pajak. Tarif perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) yang terutang sama seperti tarif yang dikenakan terhadap Wajib Pajak Badan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan yaitu 25%. Pelaporan tersebut dilakukan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Wajib Pajak Badan.Â
Tidak hanya PPh tahunan, BUT juga wajib membayar PPh 26 atau Branch Profit Tax dengan tarif 20% atas penghasilan kena pajak setelah dikurangi dengan PPh tahunan yang terutang. Namun jika BUT tersebut merupakan treaty partner maka tarif Branch Profit Tax sesuai perjanjian P3B. Kemudian Branch Profit Tax tidak dikenakan jika penghasilan setelah pajak BUT seluruhnya ditanamkan kembali di Indonesia.
Rumus Perhitungan Pajak BUT
- Penghasilan Kena Pajak x tarif = PPh Tahunan terutang
- PPh Tahunan terutang -- kredit pajak = PPh Tahunan yang harus dibayar
- Branch Profit Tax = 20% x (PKP -- PPh Tahunan yang terutang)
Contoh Perhitungan Pajak BUT
PT X merupakan BUT X Ltd Kamboja (non treaty partner) . Pada tahun 2019 laba Rp 6 miliar. Setelah melakukan rekonsiliasi fiskal pada laporan laba rugi, diperoleh Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 4,5 miliar. PT X mempunyai kredit pajak berupa PPh Pasal 21 sebesar Rp 200.000.000 dan PPh Pasal 23 sebesar Rp 140.000.000. Maka perhitungan pajak yang harus dibayar oleh BUT yaitu: